CHAPTER 17- TERROR (2)

1.9K 301 60
                                    

Siapa yang bernyanyi di kamarnya tengah malam seperti ini?

###

Oni bergedik. Merasakan ada hawa dingin yang melintas sekilas di sekitar tengkuknya. Ia mengusap-usap tengkuknya dengan pelan. Bermaksud untuk menghilangkan bekas hawa dingin yang masih terasa.

Oni berusaha untuk tetap fokus pada soal yang ada dihadapannya. Tinggal beberapa nomor lagi yang belum terisi. Jika ia bisa menyelesaikannya segera, maka Oni tidak perlu berlama-lama terjaga di tengah malam hari.

Tapi nyatanya Oni tetap tidak bisa fokus mencari jawaban. Otaknya tetap tidak bisa diajak berfikir untuk mencari jawaban. Pikirannya terus melayang tentang sebuah nyanyian yang beberapa menit lalu terdengar dari dalam kamarnya.

Oni termenung sejenak. Hawa dingin kembali menusuk tengkuknya, membuat dirinya bergedik kembali.

Oni memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Tapi ia tidak melihat apapun di sana.

Lalu pandangan Oni jatuh pada buku tulisnya yang terbuka lebar-lebar, menampilkan tulisan ceker ayam miliknya juga beberapa soal yang belum terisi.

Oni menggeleng. Tangan kanannya menarik buku paket bahasa Inggris di dalam loker meja belajarnya. Bermaksud untuk mencari sebuah jawaban di sana. Barangkali ada sebuah petunjuk untuk memudahkannya mengerjakan soal.

Oni mulai membuka buku paket bahasa Inggris miliknya, membaca kalimat demi kalimat dengan teliti, ditemani oleh udara dingin yang masuk melalui ventilasi jendela kamarnya dan suara keheningan di malam hari.

Lampu kamar Oni mulai berkedap-kedip takaruan. Membuat Oni sedikit takut dan merinding secara bersamaan. Tapi ia berusaha untuk tidak memperdulikan hal itu. Oni hanya perlu menuliskan beberapa jawaban di buku tulisnya, sesudahnya ia bisa tidur pulas tanpa perlu menyaksikan hal-hal yang membuatnya takut.

Oni mendesah. Tanpa ba-bi-bu lagi ia segera beranjak dari kursinya dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya. Ia ingin membuang air kecil.

Setelah 3 menit berada di dalam kamar mandi. Oni duduk di kursi meja belajarnya kembali.

Oni sedikit jengkel saat dirinya keluar dari kamar mandi dan menghetahui keadaan lampu kamarnya dalam keadaaan mati. Ia menghela napas pendek. Untung saja masih ada lampu meja belajarnya yang ia jadikan sebagai bahan penerangan.

Tapi saat Oni menyalakan lampu meja belajarnya, dahinya mengernyit. Heran saat melihat buku tulisnya yang masih terbuka lebar-lebar kini dihiasi oleh bercak merah berbentuk jemari tangan seseorang.

Oni terdiam. Ia mengangkat kedua telapak tangannya. Membalikkannya secara berulang kali. Tidak ada noda berwarna merah di sana. Perbuatan ini jelas bukan karena ulahnya.

Oni menggeleng. Tangannya menyobek lembaran buku tulisnya yang dihiasi oleh bercak berwarna merah itu. Oni berniat untuk menulis ulang beberapa soalnya di lembaran kertas yang baru.

Baru saja tangannya ingin bergerak menulis ulang beberapa soal di lembaran yang baru. Tapi lembaran kertas barunya sudah dihiasi oleh setitik noda berwarna merah. Titik noda merah itu lama-lama berubah menjadi lebar, menembus lembaran kertas milik Oni sampai ke lembaran yang ada dibaliknya.

Oni terdiam. Ia meneguk air liurnya sendiri. Jari telunjuknya mencuil sedikit noda berwarna merah. Mengendusnya.

Bau amis!

Noda berwarna merah yang ada di lembaran buku tulis milik Oni jelas bukan cat air, apalagi noda saus tomat.

Tapi noda darah!

Cukup lama Oni melamun seorang diri hingga ia tak sadar bahwa ada setitik noda darah berwarna merah yang kini mengenai telapak tangannya. Noda darah itu lama-lama jatuh ke telapak tangan Oni semakin banyak, seperti rintik hujan yang jatuh ke bumi. Membuat Oni tersadar dan menatap telapak tangannya.

Dolls of Death [TAMAT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang