6 : Menagih kerja

9.5K 840 12
                                    

Yoshaaaa!!!

---

"Ini maksudnya ngerjain aku atau gimana?" tanya Dhan, ia duduk di single sofa yang berada di ruang keluarga. Ayah dan bundanya berada di sofa panjang bersama sang adik.

"Nggak sengaja," jawab Kenan.

"Langsung aja, deh. Jadi, kamu mau kerja sama ayah atau gimana?" Bundanya tersenyum geli di akhir kata.

Mengingat lagi kejadian di masa remaja, ketika ia menolak untuk berkuliah di luar negeri dan bundanya menggunakan nama Khanza sebagai pemicu keinginan. Itu sangat berhasil, bodohnya Dhan percaya.

Mungkin sekarang pun sama. Bundanya yang menjadi dalang dari drama ini. Ayahnya selalu mendukung wanita itu, Dhan sendirian dipaksa untuk mengikuti alur yang dibuat.

"Gimana?" tanya bundanya lagi.

Ini akan menjadi kesempatan dekat dengan Khanza lagi. Buang jauh tentang Akbar, terkadang kesempatan akan mengalahkan restu. Jika enam tahun terakhir untuk Akbar, maka mulai saat ini akan menjadi miliknya.

Namun, ini masih asumsi aneh yang datang tiba-tiba. Dhan menghilangkan ego, mencoba menerima keinginan bundanya. Sudah pasti wanita itu akan tersenyum penuh kemenangan, karena sekali lagi mengalahkan ego si keras kepala.

"Ya, udah." Dhan memutuskan. "Aku mau kerja sama Ayah."

"Kenapa nggak dari awal, sih?" Nada tersenyum bahagia yang ia lihat seperti ledekan.

Dalam hati Dhan bertanya, apakah ini sudah menjadi keputusan yang tepat?

"Jadi, maunya di bagian mana?" Ayahnya bertanya.

Ia diam sejenak, menilik sang adik yang kini sedang menonton TV dengan serius, untuk sekedar memindai objek penglihatan karena bingung memutuskan masa depannya.

"Terserah," jawabnya.

"Jadi cleaning service kalau gitu." Kenan tertawa saat mendapatkan cubitan dari Nada.

"Anak aku jangan dibecandain," kata wanita itu membela Dhan.

"Anakku juga dong."

Giliran seperti ini orang tuanya menjadi lupa umur. Kemarin bersikap dewasa dengan mengatakan larangan serta petuah. Sekarang berbeda. Namun, meskipun begitu ia senang dengan keadaannya yang sekarang.

Rasanya lengkap.

Ia punya bunda dan juga ayah, sosok yang pernah dirindukan pada masa itu. Lalu, seorang adik kecil yang belum tahu apa-apa. Ah, baru-baru ini ia mengajari adiknya mengikat tali sepatu, tetapi belum bisa masuk ke pikiran Risya.

Dhan tak tahu, anak umur empat tahun harusnya mulai mempelajari apa.

"Terus Risya anaknya siapa?" tanya gadis kecil itu kepada orang tuanya.

"Anak Sus Ima," sela Dhan membuat Risya menoleh padanya.

"Iiih ...." Risya mencebik dan hampir menangis. "Ayah," rengeknya.

"Dih, siapa juga yang mau sama ayahmu."

"Dhan." Nada menegur.

Malam ini ia sangat ingin membuat adiknya menangis. Anggap saja itu balasan karena sudah dipaksa menerima keinginan orang tuanya. Yah, meskipun sama sekali tidak dewasa, tetapi ia tetap ingin melakukannya.

"Mas bukan anak Ayah, 'kan?" tanya Risya.

"Bukan." Kenan menjawab hanya untuk penghibur agar si kecil tidak menangis. "Anak Ayah cuma Risya."

Risya tersenyum di pangkuan sang ayah. "Jangan mau sama Mas, dia marah-marah mulu."

"Anak baru songong, ya," canda Dhan.

Dear Kamu, Asisten Ayahku #3 (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang