-
Ia hanyalah orang asing yang berada di tengah dua orang dewasa. Khanza mendesah pelan, menghilangkan degup jantung karena harus menjadi saksi pertemuan kedua pihak. Menggigit bibir bawahnya, ia menunduk berpura-pura tak mendengarkan percakapan, tetapi gagal karena mereka berjarak dekat dengannya.
"Santai, aku di sini bukan untuk buat kamu nggak nyaman," kata Viona.
Lima menit yang lalu mereka kembali masuk ke dalam restoran, mengambil meja di sudut ruangan. Khanza duduk di antar keduanya. Sungguh, ia ingin kabur sekarang juga.
"Cepat katakan, pekerjaanku masih banyak."
Khanza tahu itu hanya alasan Kenan, karena setelah ini mereka akan kembali ke kantor lalu pulang ke rumah. Tak ada pekerjaan yang sedang menunggu di gedung bertingkat itu.
"Aku tahu." Terjadi jeda, Viona tengah menghela napas. "Aku cuma mau bilang ...." Wanita itu menggantung ucapannya, sudah pasti karena tak nyaman dengan keberadaan Khanza.
Ia sadar diri, mengangkat wajah kemudian menoleh ke arah Kenan. "Om, aku--"
"Kamu tetap di sini," interupsi atasannya.
Sedari tadi Kenan tak mengizinkannya beranjak. Mungkin beliau sedang mengecilkan masalah yang akan datang, dari ekspresi wajah, kewaspadaan pria itu di atas rata-rata. Masa lalu adalah menjadi penyebabnya.
"Nada apa kabar?" tanya Viona, memecahkan keheningan.
"Baik." Kenan menjawab tanpa senyum.
"Putri kalian?"
"Kamu tahu tentang Risya?" Pria itu mengerutkan kening.
Mendengarkan itu, Khanza menyimpulkan dua orang dewasa tersebut sudah lama tak bertemu. Entah masa lalu seperti apa yang mereka jalani sampai harus memperjauh jarak. Ia menerka, selain perselingkuhan, ada drama yang melingkupinya.
"Iya, ibu yang bilang. Lagian Nada juga sering posting foto putri kalian di Instagram-nya." Viona tersenyum kecil.
Di sini Khanza hanya menjadi pengamat. Senyum Viona membuatnya terpaku. Wanita itu berusaha bersikap biasa ketika menceritakan Risya. Entah mengapa hati Khanza terketuk untuk merasa iba.
"Dia cantik, seperti Nada," puji Viona.
Kenan diam tak merespons.
"Kapan-kapan aku bisa menemuinya?"
Helaan napas terdengar dari arah pria itu, terlihat berat hanya untuk sekedar menjawab. Khanza tahu, Viona pun menyadari Kenan tak ingin memberikan jawaban atau yang berarti segan untuk berkata penolakan.
"Aku cuma mau ketemu, bukan cari masalah." Wanita itu tertawa kecil. "Kamu juga tahu selama ini aku nggak pernah datang di acara keluarga, itu sebabnya aku belum pernah bertemu Risya."
Kenan menilik wajah Viona, kemudian menjawab, "Datang saja. Aku nggak keberatan selama Nada memberi izin."
Viona mengangguk sembari mengulum senyum. "Aku mau berdamai, Ken. Kita sudah terlalu tua untuk menghindar."
"Aku nggak pernah menghindar, kamu yang menyisihkan diri dari keluarga."
Dari percakapan kedua orang dewasa itu, Khanza menarik kesimpulan bahwa mereka masih berada di lingkaran keluarga yang sama. Jujur, ia bingung dan sangat ingin tahu. Jika mereka masih berhubungan darah, mengapa bisa saling mencintai di masa lalu?
Semakin menerka, ia semakin dibuat sakit kepala. Ingin bertanya, tetapi tak sopan. Apakah dulu kedua orang dewasa itu menjalani cinta terlarang yang lebih dari sekadar selingkuh?
"Anakmu ... Dhan." Viona kembali menggantung ucapannya. "Dia apa kabar?"
"Baik," jawab Kenan. "Baru pulang dari Australia."
"Bilang ke anakmu, aku minta maaf."
Pria itu terlihat sedang mencari rasa penyesalan di mata Viona. "Hm, aku akan sampaikan. Biar bagaimanapun kamu tetaplah tantenya."
Mulut Khanza sedikit terbuka karena terkejut. Terkaannya benar, kedua orang dewasa itu masih berhubungan darah. Ternyata drama di keluarga Dhan begitu pelik, ia pun tak bisa membayangkannya.
"Nada juga masih sepupuku," ucap Viona.
"Heh?" Khanza menutup mulut memakai tangan, ia tak sengaja mengeluarkan suara terkejut ketika mendengar fakta itu.
Kenan tertawa kecil saat melihat tingkahnya yang salah tingkah. "Oh ya, Vi. Kenalin ini Khanza, asisten baruku, sekaligus temannya Dhan. Kalau kamu masih ingat Pak Hermawan yang di Semarang, Khanza putrinya."
"Oh ...." Viona menoleh ke arah Khanza. "Pantesan mirip Pak Hermawan." Seulas senyum ramah disunggingkan.
Khanza membalas senyum Viona. Sedikit kaku karena tadi sempat berpikir aneh pada dua orang dewasa itu. Jadi, kesimpulannya wanita di sebelahnya ini adalah sepupu dari bundanya Dhan, yang di masa lalu menjadi selingkuhan Kenan.
Masih hubungan yang tidak wajar, sama saja menurut Khanza.
"Nanti aku sampaiin ke Nada kamu mau mampir," ucap Kenan.
"Nggak perlu, biar aku sendiri yang hubungi dia." Viona menghela napas. "Aku nggak mau buat keributan lagi. Mulai sekarang aku akan perbaiki semuanya."
Kenan tersenyum mendengarkan hal itu. "Aku belum bertanya tentang kabar kamu."
"Ah ...." Wanita itu tertawa kecil. "Baik, ada yang mau aku perlihatkan padamu." Viona membuka tasnya, mengeluarkan satu lembar foto. "Ini."
Kenan menerima lembaran itu, bola mata seketika melebar. "Ini ...."
Viona tersenyum cerah. Melihat reaksi atasannya, Khanza menjadi penasaran. Mata melirik sekian detik ke arah foto itu, kemudian beralih kepada wanita yang masih tersenyum.
"Mereka bisa jadi teman, 'kan?" celetuk Viona.
Kenan tertawa, kemudian mengangguk.
VOTE
Klik bintangnya, Kak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Kamu, Asisten Ayahku #3 (END) ✓
RandomSequel Different (Dhan-Khanza After story) Semua orang tahu, sudah lama aku menyukainya. Semua orang pun tahu, sampai saat ini aku belum berpaling darinya. Ketika remaja dan sampai saat ini aku dan dia telah menjadi dewasa, semua tetap sama. Aku ber...