21 : Buaya

7.2K 609 20
                                    

Hanya pemanis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hanya pemanis.

Happy reading!

"Yah, hadiah ada di kamarku." Dhan melangkah mendekati meja kerja ayahnya. Pria itu sedang bergulat dengan pekerjaan, meskipun baru saja pulang dari kantor. "Aku yang kasih atau Ayah?"

"Kamu aja," ujar Kenan.

Ayahnya membuka laci meja kerja, mengeluarkan satu kotak yang Dhan bisa tebak apa isinya. Pria itu tersenyum sembari membuka kotak tersebut, ada rasa bangga ketika memperlihatkan isinya.

"Bagus, nggak?"

"Kapan belinya?" tanya Dhan yang sama sekali tidak berminat memberikan pendapat pada cincin berkilau.

"Tadi," jawab Kenan sembari menutup kotak tersebut.

Jika begini, apa gunanya ia menyempatkan waktu mengikuti keinginan sang ayah membeli hadiah. Pria itu sudah punya pilihan hadiah, tanpa campur tangan dirinya. "Terus, yang di kamarku?"

"Bilang aja dari kamu," sahut Kenan, menyimpan kembali kotak itu ke dalam laci. "Yang lain udah datang?"

Maksud ayahnya adalah keluarga yang malam ini diundang untuk makan bersama. Hanya dua keluarga inti dan ada beberapa sepupunya. Leon serta Nadila termasuk dalam hitungan, mereka berdua sudah berada di ruang keluarga.

Hanya kumpul keluarga biasa, tidak terlalu mewah karena memang mendadak. Beruntung hanya keluarga inti, biasanya kalau sudah mencakup keluarga besar, Dhan menjadi sosok yang memilih menyendiri dalam acara. Kebanyakan dari mereka tak mengenalnya, sekali berkenalan di hari itu, di hari esok pasti sudah lupa.

Terkadang mereka salah membedakan ia dan Leon atau salah mengira ia anak dari sepupu ayahnya. Suatu ketidakjelasan, padahal teman sekolah dan kampusnya selalu mengatakan ia begitu mirip dengan sang ayah. Namun, kesibukan membuat semua orang lupa dengan wajah keluarga.

Dhan keluar dari ruang kerja ayahnya, menuju tempat di mana ia meninggalkan Leon bersama Nadila yang sedang menemani Risya bermain. Entahlah, adiknya itu sangat menyukai Nadila, bahkan malam ini ia merasa diduakan.

"Ini boneka apa namanya Risya?" tanya Nadila.

Dhan hanya menjadi penyimak ketika sudah berada di ruang keluarga, begitu pula Leon yang sangat tidak disukai Risya. Mereka seperti musuh bebuyutan.

"Buaya!" jawab adik kecilnya dengan lantang.

"Tahu, nggak, suara buaya kayak gimana?" Nadila kembali bertanya.

Risya memasang wajah polos kemudian menggeleng.

"Halo cantik, boleh minta nomor WA-nya, nggak?" ucap perempuan itu sembari menggerakkan boneka tersebut.

"What?" Leon berseru terkejut, ia menarik bantal sofa kemudian melemparkannya kepada Nadila. "Dia masih kecil, woi!"

Dhan yang menjadi seorang kakak, menarik adiknya ke dalam gendongan kemudian menjauhkan dari Nadila. Ia tak ingin Risya terlalu dekat dengan perempuan itu, takut di kemudian hari adiknya menjadi titisan Nadila dan malah tak mirip dengan kelakuannya sebagai seorang kakak.

"Risya masih mau main," protes adiknya ketika ia membawa gadis kecil itu ke dapur.

"Kita ambil cake aja. Kelihatannya enak." Dhan membujuk, di atas meja pantri terdapat beberapa kue yang menggugah selera. Sepertinya itu disediakan untuk makanan penutup. "Mbak, aku ambil satu, ya," pintanya kepada asisten rumah tangga.

"Iya," sahut wanita paruh baya itu. "Jangan banyak-banyak, nanti nggak selera makan nasi."

Perkataan itu pun sering diucapkan oleh bundanya. Alhasil, sampai sekarang Dhan menjadi pantang makan manis sebelum beberapa menit menuju waktu makan. Namun, mungkin akan berbeda jika itu Risya, adiknya punya selera makan yang tinggi, berbeda dengannya dulu.

Setiap hari sang bunda sering membeda-bedakan pertumbuhan mereka berdua. Banyak perbedaan, selain produk susu yang dikonsumsi, ia dan Risya juga berbeda dalam hal keberanian. Adiknya akan diam dalam lingkungan yang baru atau bertemu orang baru, sedangkan Dhan tak bisa diam.

Mungkin karena berbeda jenis kelamin. Entahlah, Dhan pun tak tahu mengapa bisa begitu.

Ia kembali membawa sang adik ke ruang keluarga, kali ini Nadila dan Leon sudah menepi karena orang tua sedang berkumpul. Ketika mereka sampai di sana, semua pasang mata menatap ke arahnya.

"Dhan, kenapa pacarnya nggak diajak ke sini?" tanya Nenek Shinta.

"Hah?" Ditanya begitu, Dhan hanya bisa berekspresi seperti kambing cengo. "Pacar?"

"Nenek, kan, mau kenalan." Neneknya masih mengeluarkan kata yang membingungkan.

"Kata siapa aku punya pacar?" Dhan menyuarakan kebingungannya. Ada asap pasti ada api, seseorang sedang menyebarkan kebohongan di sini.

"Kata Nadila," jawab neneknya.

Seketika ia menyorot perempuan yang sekarang sedang tertawa puas. "Jangan marah, itu doa, bukan hinaan," kata Nadila, kemudian kembali tertawa.

Dhan membutuhkan Thanos untuk memusnahkan kegilaan perempuan itu.

VOTE

Sebentar lagi bulan ramadhan berakhir. Eemm ... kali ini beneran kita bertemu setelah lebaran. 😅

Minal Aidin wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin. 🙏

So, gengs!
Bagi THR dong. 🤣 Hahaha nggak-nggak, bercanda.

Aku cuma mau bilang, ada sesuatu yang aku bawa buat kalian 👇👇

35 halaman dan hanya berisi kisah Dhan bersama ayahnya setelah berdamai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

35 halaman dan hanya berisi kisah Dhan bersama ayahnya setelah berdamai. Kamu bisa beli menggunakan pulsa jika tak memiliki kartu kredit/debit.

Untuk kata pencariannya, bisa pakai nama penaku Kanalda Ok atau menggunakan judul yang tertera di gambar. Jangan sampai salah ketik.

Yuk, yuk, hanya 15 ribu. Setelah Different aku revisi harga akan naik. 😅 Isinya akan bertambah juga, tapi itu mungkin masih lama, soalnya targetku bulan juni bakalan nyelesaiin Dear Kamu. 😁

Sampai jumpa setelah lebaran!

Dear Kamu, Asisten Ayahku #3 (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang