Chapter 1

138K 8.4K 2.5K
                                    




Suara tetesan air menggema memenuhi kamar mandi berinterior minimalis di sudut bilik kamar. Jungkook baru saja mengguyur tubuh gagahnya dengan air hangat menenangkan. Mengenakan setelan kaos putih oblong dengan celana pendek sebatas lutut. Lantas menyingkap surai gelapnya menggunakan kedua tangan, melecut bulir air yang terkumpul di ujung rambut. Bagi wanita manapun, Jungkook dengan tubuh gagah dan kening terbentang sempurna adalah hipnotis terkuat. Percayalah, siapapun seolah dengan senang hati bertekuk lutut. Pesona Jungkook se-luar biasa itu.

Sayangnya, akhir-akhir ini Jungkook tak merasa dirinya mengagumkan seperti biasanya. Hanya sejemang Jungkook melihat biasan diri pada cermin lebar selurus mata, lantas menghela napas sembari memasrahkan kedua tangan pada tepian bangun wastafel. Sejak empat bulan terakhir, pikiran Jungkook mulai teracuni kalut dan bingung. Bahkan dampaknya semakin kuat akhir-akhir ini. Ternyata, kesadaran menamparnya cukup terlambat, atau sangat terlambat.

"Kemana lagi aku harus mencarimu?" gumam Jungkook lirih, sedikit melamun dalam helaan frustasi—memandangi lolosan air yang menetes dari pipa alumunium.

Beban rasa bersalah itu semakin memberat saja dari waktu ke waktu, bahkan tak mengijinkannya tidur nyenyak barang satu malam. Terkadang Jungkook berpikir dan menertawakan diri sendiri, seberapa senang pribadi itu mengetahui dirinya benar-benar gila pun dirundung gelisah teramat sangat.

Penuh sesal.

Belum lagi keputusan yang ia ambil bulan lalu. Sebuah cincin emas membingkai jari manisnya. Sesungguhnya Jungkook tak pernah sudi barang sedikitpun mengenakan metal pertunangan itu, tetapi apa daya. Jungkook bersedia menjual kebebasannya hanya demi sebuah informasi. Apakah Jungkook berlebihan? Secerdas pun secermat Jungkook, pribadi ini ada batasannya juga. Ia tidak memiliki pilihan lain.

"Kita menikah dulu, maka aku akan memberitahukannya padamu."

Mengingat suara tinggi itu terputar kembali dalam memori, memaksa Jungkook memutar keran dengan cergas pun mengguyur wajahnya dengan air.

Sebuah pertunangan demi keuntungan masing-masing. Jungkook dengan pertaruhan informasi berharga, dan Eun-Jo dengan obsesinya. Obsesi akan seorang Jeon Jungkook. Lantas apa yang Jungkook miliki dalam genggaman hampa padang pasir? dengan harapan gersang demi menemukan seseorang selama nyaris dua tahun ini. Maka tak ada alasan lain selain menerima pertunangan dengan wanita yang terpaut tiga tahun lebih dewasa darinya.

Seorang Nuna

Sial memang, Jungkook malah terlihat begitu menyedihkan. Terjebak dalam skenario konyol. Mungkin ini salah satu karma, atau mungkin salah satu anugrah untuk seseorang.

Di tengah kecamuk pemikiran, suara denting notifikasi memecah lamunan Jungkook kembali kepermukaan. Beberapa pesan buntu menghiasi layar akan informasi yang ia gali akhir-akhir ini. Umpatan terlahir begitu saja sebagai respon. Maka tak ingin rasa lelahnya semakin menyelimuti, Jungkook memutuskan untuk segera merebahkan diri pada ranjang empuk. Namun sayang, belum sepenuhnya angan itu terealisasi, kedua manik Jungkook mendapati atensi lain saat ini.

"Apa yang Nuna lakukan di sini?" tanyanya tidak bersahabat.

Sudah pasti, Eunjo menerobos pintu masuk rumah hingga kamarnya lagi. Ini sudah kali ketiga Jungkook mengganti kunci, terutama kamarnya dalam dua minggu ini. Pun ternyata sepasang gagang pintu baru tak mampu membendung sebuah fiksasi Kang Eunjo akan diri Jeon Jungkook.

Semakin jengah mendapati pribadi itu tergolak di atas ranjang bersprei hitam miliknya. Menggoda luar biasa dengan piyama berkancing rendah, sengaja untuk menarik minat Jungkook akan tubuhnya.

Lacuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang