Pintu kayu itu terbuka lembut sebelum suara debum terdengar mengiringi. Jungkook baru saja menenggelamkan diri pada ruang kamar berkelambu putih di depan dua jendela besar. Mata hitam Jungkook sejenak melihat sekitar sebelum menunduk, lantas berjalan perlahan di mana Yoonji tengah duduk di tepi tempat tidur.Terlihat hancur, menunduk penuh kemirisan hingga rambut hitam itu menjuntai turun menutupi sisi pipi—ah tidak, satu sisinya bersembunyi di belakang telinga. Bagi pribadi Jeon, itu terlihat manis, walaupun hati Jungkook merasa tidak jauh beda hancurnya. Bahkan Jungkook tahu Yoonji sedang menahan suara isak agar tidak terdengar semakin menyedihkan. Ranjang putih itu memantul lembut, Jungkook dengan yakin membawa tubuhnya duduk di samping Yoonji.
"Ji," panggil Jungkook lembut, mengulurkan sebelah tangan guna menyentuh pundak Yoonji. Tetapi, belum sempat niat itu terlaksana, Yoonji terlebih dulu berujar mengejutkan.
"Seharusnya, kau membunuhku saja malam itu, Jeon," suara serak Yoonji menyentak rungu Jungkook, "Jangan di beri kesempatan hidup seperti ini."
Pun hal itu sukses membuat Jungkook tertohok, kedua matanya bergetar. Bahkan tangan yang hendak menyentuh lembut itu tertarik kembali. Mengepal erat di udara penuh kecamuknya sendiri. Jungkook menelan salivanya keras, dadanya semakin sesak. Tetapi apadaya, Jungkook juga tidak menyangka semua akan berakhir seperti, berakhir mendamba dan menumbuhkan rasa cintanya pada Yoonji.
Sedangkan Yoonji serasa tidak memiliki nyawanya dalam raga. Badai dalam rongga dada itu seolah memporak-porandakan hidup. Brengsek dan rendah bukan main—ia benar merasa begitu kali ini. Seandainya, seandainya Jungkook sialan tidak membawa hasrat gila itu mengunjungi rumah sewanya, Yoonji yakin mimpi buruk seperti ini tidak akan terjadi.
"Kurasa cukup." Yoonji menyeka air matanya kasar, "Aku memiliki alasan lebih kuat untuk membencimu dan diriku sendiri kali ini. Jadi, kumohon pergilah."
Tubuh semampai itu berdiri, menyisakan Jungkook dalam pemikiran yang masih ia cerna lamat-lamat. Serta merta menarik pergelangan tangan Yoonji ketika wanita itu baru saja melangkah.
"Aku tidak akan pergi, dan kau juga tidak akan pergi kemana-mana," ucap Jungkook lantas menarik Yoonji kembali hingga ia memantul cukup keras pada ranjang.
"Aku s—"
"Hentikan!" suara Jungkook jelas mengudara tegas, sukses membuat Yoonji bungkam di buatnya. Bahkan rahang maskulin mengerat sejenak sebelum berucap yakin—penuh pilu, "Apa kau tidak mengerti jika ibuku melakukan hal yang sama persis seperti dirimu, Ji? Apa kau belum paham akan hal itu?!" ucapnya dengan intonasi semakin meninggi.
Sedangkan Yoonji berusaha menepis cerita masa lalu hidup Jungkook dari otaknya, menggeliat guna melepaskan cengkeraman kuat itu dari pergelangan tangannya, "Aku tidak peduli!"
"Aku peduli!"
Yoonji menghentikan rontanya, menatap Jungkook tidak terartikan di sana. Tetapi jelas jika Yoonji sedang menahan diri. Hingga apa yang Jungkook lakukan sukses membuat matanya membola sempurna. Pria itu berlutut cukup rendah di depan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna ✔️
Fanfiction[TERSEDIA DI GRAMEDIA DENGAN VERSI LEBIH BARU DENGAN BANYAK PART BONUS] Sudah selesai membaca My Little Bittersweet Wife? Kamu bisa melanjutkan membaca cerita ini ❝Cepat berikan dia padaku, Jeon!❝ ❝Tidak! Kau harus mendengarkan aku dulu. ❝ ❝Anakku m...