Chapter 22

54.3K 5.5K 1.2K
                                    

Udah beli pizza? Yang masih nunggu in gofood, bisa absen vote dulu 🌝🌝☝🏼☝🏼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udah beli pizza? Yang masih nunggu in gofood, bisa absen vote dulu 🌝🌝☝🏼☝🏼







Dalam beberapa alasan, Yoonji tidak tahu bagaimana sebuah aliran sifat yang menurun pada setiap kepingan darah buah hati. Maksud Yoonji, secara harfiah dia juga memberikan sebuah sumbangan karakter kepada Hyunki—tentu saja. Tetapi sungguh, jika seperti ini Yoonji tidak yakin apakah Hyunki itu memiliki sedikit sifatnya atau sebuah hasil foto copy dari Jeon Jungkook secara sempurna. Alasannya begini, Yoonji ingat jika semasa kecil dia adalah anak yang penurut selama apa yang disuruh bukanlah hal menyakitkan, atau membuatnya berurusan dengan lumpur kotor. Dan sepertinya, Hyunki tidak menilik sedikitpun sifatnya yang satu itu.

"Satu suap saja, ya?"

Bukannya mengangguk dan menyelesaikan acara jamuan makan siang ini dengan cepat, Hyunki memilih membawa anggapannya sendiri dengan suhu tubuh yang masih hangat pada kening, "Unki kan tidak mau makan blokoli, Eomma," protesnya dengan bibir mengerucut lucu, "Dia jelek sekali, keliting-keliting begitu."

Baiklah, Yoonji baru tahu ada klasifikasi ketampanan untuk sayur mayur

Jujur, ia tidak mengerti kenapa Hyunki melihat sayuran bunga ini seperti momok yang begitu menyeramkan untuk di hadapi. Yoonji kira, Hyunki protes karena rasanya, tetapi jika dilihat bagaimana sang buah hati memasang ekspresi serius sok dewasa seperti ini, ia yakin jika Hyunki memang berorientasi pada bentuk sayur brokoli yang terasa aneh baginya. Yoonji hanya mampu menghela napas panjang saat duduk di pinggir tempat tidur dengan semangkok nasi hangat berkuah gurih dengan potongan sayuran hijau di dalamnya. Menatap penuh kesabaran bagaimana Hyunki sudah memasanga benteng terbaik dengan tidur tengkurap di balik selimut hangat yang memeluknya.

"Tapi Hyunki harus makan sayur," kata Yoonji lantas meletakkan mangkok makanan Hyunki sebelum melanjutkan, "Nanti tidak sembuh-sembuh loh sakitnya," bujuk sang ibu bersamaan menyibak selimut itu.

Merasa keteguhan jiwa terhadap serangan langsung brokoli goyah akibat sakitnya disinggung sang ibu, Hyunki lantas memutar tubuhnya untuk terlentang sebelum duduk dengan mandiri. Matanya menatap sebulat pendar malam dan pipinya terlihat menggantung dengan lengkungan bibir ke atas, "Tapi, nanti satunya banyak-banyak," keluhnya dengan rambut yang teracak seperti rumput taman bermain.

Hyunki memang tidak suka situasi ini sih, tapi kalau disebut tidak sembuh begitu, jiwa jagoan Hyunki menyesap was-was karena tidak bisa bermain pahlawan kentang untuk mengancam paman Yungi.

"Kalau satu, belalti halus satu ya, Eomma," tawarnya seolah mengajarkan Yoonji apa itu sebuah penempatan janji pada setiap kalimat. Sekarang Yoonji paham perasaan Yungi saat disodori kalimat prasejarah dari bibir mungil Hyunki—sok dewasanya menggemaskan sekali. Ah, ternyata sang putra sudah tumbuh sejauh ini, "Kalau satunya ditambah lagi tidak jadi satu dong, jadi banyak-banyak."

Terkadang, Yoonji hanya mampu mengalah ketika Hyunki memukul telak dirinya dengan keluguan mutlak. Sepertinya memang bujukan-ayo, tinggal satu suap lagi kok- seperti strategi licik yang diberikan orang tua untuk membujuk anak tidak berlaku lama kepada Hyunki. Maksimal hanya bisa digunakan sebanyak tiga kali. Entah bagaimana Jeon kecil ini pergi ke sekolah nanti—Yoonji akui memang Hyunki itu cerdas untuk ukuran batita yang gemar berteriak ingin meminum susu pisang dingin di siang hari.

Lacuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang