Chapter 13

59.9K 5.9K 1.5K
                                    

Jadi karungnya udah di bawa belum?
Kali belum ayok di ambil dulu sambil absen voter. Dapat nomor antrian berapa kalian?

Kaki Yoonji baru saja berjalan melewati pintu kaca, menggelamkan diri pada ruang dengan aroma vanila yang harum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.












Kaki Yoonji baru saja berjalan melewati pintu kaca, menggelamkan diri pada ruang dengan aroma vanila yang harum. Memanjakan rongga hidung hingga air liur bereaksi dan perut beriuk lapar. Melempar senyum ke arah Changsub yang tengah berdiri di belakang kasir. Rasanya Yoonji ingin tertawa, padahal pria itu sangat susah berdiam diri. Membuatnya stagnan dan memencet tombol-timbol angka benar suatu keajaiban. Changsub menyilangkan tangan di depan dada ketika Yoonji semakin dekat menyentuh pinggir meja.

"Sepertinya, kau datang sebagai pelanggan kali ini," ucap Changsub bersamaan mengamati pakaian yang Yoonji kenakan, tidak ada celemek yang menggantung dan kemeja putih membosankan di baliknya. Yang ada adalah setelan rok dengan motif bunga-bunga kecil berwarna lembut, dan rambut tergerai rapi hingga depan dada.

Yoonji tersenyum singkat, membawa tatapannya pada sebuah bolpoin di kanan meja, "Maaf Chang," jedanya ingin merasa sesal tetapi ekspresi Changsub yang sedatar papan memang sangat menarik untuk dilihat, "Tapi sungguh, kau lucu sekali berdiam diri seperti ini. Pasti kakimu gatal ingin berlarian kesana kemari, ya?" goda Yoonji bersamaan kekehan lirihnya keluar begitu saja.

Pribadi tambun itu sukses berdecak. Memilih menepis sebuah penghakiman tepat sasaran yang Yoonji ucapkan, pasalnya kabar burung yang ada lebih menarik untuk di beri perhatian.

"Kau tidak mengerti," ucapan itu terjeda, pun Yoonji sukses melebur senyumannya sedikit kali ini, "Seheboh apa kafe ketika kau keluar dari ruangan Eunjo-nim." Changsub mencondongkan dirinya, memeta sejenak nyaris seluruh ruangan sebelum berbisik, "Bahkan manajer Byun bilang, kau keluar dengan tunangan Eunjo-nim, Ji."

Changsub menegakkan tubuh, dan Yoonji agaknya sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Rumor yang hari ini ingin dia selesaikan ternyata sudah lebih dulu menyegel sebuah penghakiman.

"Kau gila jika benar-benar menikah dengan tunangan Eunjo-nim," imbuh Changsub sebelum berdehem. Anggapan Changsub memang tidak sepenuhnya salah, dan Yoonji memang bukan orang yang senang membeberkan permasalahannya pada orang lain.

"Aku tidak gila, aku sial," timpal Yoonji sekenanya, tidak ingin kerumitan ini semakin bermuluk-muluk dan memilih meninggalkan sosial untuk menilai atau menjuri sebanyak yang mereka mau. Terlebih ia tidak kembali bekerja selama beberapa hari akibat situasi yang begitu rumit dan tidak terkendali.

Jelas Yoonji tidak serta merta kembali tanpa alasan kali ini, tidak pula menawarkan diri sebagai bahan gosip para pegawai yang ia lihat sedang berdesas-desus di balik pantry. Tidak tahu malu. Kalimat itu sayup terdengar hingga rasanya menohok sampai kerongkongan. Diam-diam Yoonji mengangguk dalam hati. Bukankah ia terlihat seperti perebut pasangan orang? Merebut tunangan yang selalu bosnya banggakan. Tahu-tahu, Yoonji mendapati dirinya semakin menyedihkan. Tidak ingin rasa sesaknya semakin menguasai kesadaran, Yoonji tersenyum singkat kepada Changsub, "Kurasa aku harus segera pergi, terimakasih kau selalu baik padaku," pamit Yoonji dengan senyuman sendu. Changsub adalah rekan kerja yang baik sungguh.

Lacuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang