Chelsea menepuk bahu seorang gadis yang tengah sibuk menatap ponselnya. Kepalanya menengok, lantas menjerit begitu saja.
"Chelsea!!" terkejut, Chelsea hanya meringis ketika Marsha memeluknya erat, membuat beberapa pasang mata menatap mereka.
"Sha, lepas. Nanti kita dikira lesbi. Gue masih seneng sama cowok." ucap Chelsea dan dengan segera Marsha melepas pelukannya.
"Hehe ... Habis kangen banget, Chel. Berapa bulan kita gak ketemu? Gue berasa jadi mahluk paling menyedihkan karena kehilangan sahabatnya, tahu." cerita Marsha sambil menggelayut manja di lengan Chelsea, sedang tangan kiri Chelsea ia gunakan untuk menarik koper Marsha.
"Gak usah manja, deh. Sama Gilang bahagia terus sampai lupa sama gue. Emang pernah lo ngabarin gue, kecuali lo mau curhat soal Gilang, doang?" cibir Chelsea
"Ih! Apasih. Gilang itu cuma temen pas gue kesepian doang. Temen sejati gue, ya elo." bela Marsha.
"Sha, gue ngerekam kata-kata lo barusan. Lo mau gue bilangin ke Gilang?"
"Ih! Chelsea! Rese' deh!" ucap Marsha melepas pelukan di lengan Chelsea hingga Chelsea terkekeh senang.
Keduanya menaiki kendaraan umum menuju apartemen milik Chelsea sambil bercengkerama ringan. Setelah orang tua Chelsea dan Bagas menghabiskan satu minggu liburan mereka bersama Chelsea, dan kembali ke Indonesia tiga hari lalu, kini giliran Marsha yang mengunjunginya. Chelsea teramat bersyukur, ia memiliki orang-orang yang menyayanginya. Selepas sampai di apartemen Chelsea, Marsha melempar tubuh ke atas kasur begitu saja.
"Hangat..." gumam Marsha.
"Minum dulu." Chelsea meletakkan cangkir berisi cokelat panas di atas meja, yang langsung membuat Marsha bangun dari tempat tidur tersebut dan meraih cangkir miliknya.
"Enak..." gumam Marsha. "Oh iya, Tante sama Om pulang kapan?" tanya Marsha membuka obrolan.
"Tiga hari lalu. Mereka harus mengerjakan pekerjaan mereka." jelas Chelsea singkat.
"Begitu... Bagas gak menghubungi lo?" tanya Marsha lagi.
"Dia ikut kesini kok. Tapi pulang sorenya." jawab Chelsea singkat.
"Apa?! Bagas ke sini juga?! Kok lo gak ada cerita sama gue??" heboh Marsha
"Apa yang harus gue ceritain? Toh lo juga ke sini juga, kan?"
"Ih, Chelsea mah. Eh, Chel. Lo ngerasa ada yang aneh gak sih sama Bagas?"
"Dia selingkuh (?)" jawab Chelsea singkat.
"Apa?!" Marsha kembali menaikkan volume suaranya.
"Sha, kalau lo teriak-teriak terus, lama-lama kamar gue bisa runtuh." protes Chelsea. Tangannya meletakkan setoples kue kering dan keripik kentang untuk Marsha.
"Mau makan di rumah apa di luar?" tawar Chelsea sebelum mulai memasak.
"Ayo, ke luar. Lo hutang cerita sama gue." ujar Marsha menghabiskan cokelat panasnya, lantas meraih mantel tebalnya, dan memakai boot demi menjaga kehangatan kakinya. Chelsea hanya mengekor pada Marsha dan menawarkan beberapa tempat makan yang hangat. Sebetulnya, cuaca sudah tidak begitu dingin. Bulan ini juga sudah masuk musim semi. Namun, Chelsea mengerti perasaan Marsha. Bagi ia yang terbiasa dengan panas Jakarta, pasti merasa dingin di cuaca ini. Setelah Marsha menentukan pilihannya, Chelsea segera mengajak temannya tersebut menuju restoran yang sudah di pilih.
"Lo mau makan apa?" tawar Chelsea. Dan selepas Marsha mengatakan pesanannya, Chelsea mengatakannya kepada pelayan, lantas keduanya menuju tempat duduk di sudut belakang restoran yang hanya terdapat dua pelanggan saja. Marsha sengaja mengajak Chelsea duduk di area yang cukup sepi agar mereka bisa bicara leluasa. Meskipun Marsha sangsi akan ada yang mengerti percakapan mereka karena menggunakan bahasa Indonesia.
"Sekarang ceritain ke gue, apa maksud perkataan lo kalau Bagas selingkuh." tanya Marsha tidak sabaran.
"Gue gak tahu dia selingkuh atau enggak, tapi dia beberapa kali nanya ke gue, gimana kalau misalkan dia suka sama gadis lain." jelas Chelsea
"Dan tanggapan lo?"
"Ya udah, mau gimana? Toh, gue belum dengar langsung dari Bagas, apa dia benar-benar selingkuh atau enggak. Belum lagi, gue belum melihatnya dengan mata kepala sendiri. Asumsi. Gak bisa gue bikin kesimpulan gitu aja." jawab Chelsea, sedang Marsha hanya menatap temannya itu. Menunggu sampai pelayan selesai meletakkan makanan mereka, Marsha bersuara.
"Chel, apa lo masih akan bersama Bagas, kalau ternyata dia mencintai gadis lain?"
"Enggak. Buat apa gue membuang-buang waktu dengan mencintai seseorang yang enggak mencintai gue? Hidup gak melulu soal pacaran doang." jawab Chelsea mantap. Marsha semakin bingung. Apa ia harus mengatakan kepada Chelsea, bahwa Bagas selama ini berhubungan dekat dengan Angel. Namun kalau dia mengatakan hal itu, Bagas dan Chelsea akan sama-sama tersakiti. Sedang Marsha jelas tahu kalau keduanya saling mencintai.
Bagas datang ke Melbourne dan menginap selama satu minggu untuk Chelsea, sedang Chelsea mati-matian menjaga perasaannya kepada Bagas. Bagas membuktikan bahwa yang menjadi pilihannya adalah Chelsea, tapi ia tidak bisa meninggalkan Angel begitu saja. Marsha merasa bahwa Bagas bersama Angel hanya karena merindukkan Chelsea. Dan Angellah yang selalu ada di sekitar pria itu. Sementara Bagas tahu, ia tidak pernah memberikan hatinya kepada Angel, pria itu hanya menjadikan Angel 'teman'. Terdengar jahat dan egois, tapi Marsha tidak memiliki hak untuk menghakimi perasaan Bagas. Melihat Chelsea yang mulai melahap makanannya, Marsha semakin tertekan. Bagaimana dengan Chelsea? Kalau pada akhirnya gadis itu justru mengetahui kebenaran tentang Bagas dan Angel dari orang lain? Betapa sakitnya perasaan temannya itu. Ia di negara orang dan mencoba segera mewujudkan mimpinya dengan rajin kuliah, selain untuk mimpi-mimpinya, tapi juga untuk Bagas. Akan seperti apa perasaan Chelsea kalau tahu kebenaran tentang Bagas?. Mendadak Marsha tidak memiliki selera untuk makan.
"Lo gak suka sama makanannya?" tanya Chelsea begitu menyadari Marsha tidak kunjung menyuap makanannya.
"Bentar gue coba. Lihat tampilannya gue, mau foto." kekeh Marsha, mengambil ponsel dan menaikkan ponselnya, mengajak Chelsea berfoto bersama. Mengunggahnya di salah satu akun media sosial, tidak lupa Marsha menyertakan caption di dalamnya.
'You are special Lady, my nice friend.
Melbourne, tonight.'Meletakkan kembali ponselnya, Marsha mulai menyuap makanan untuk menghilangkan kecurigaan Chelsea. Marsha tidak bisa menebak bagaimana perasaan Chelsea sebenarnya. Gadis itu tampak baik-baik saja ketika menceritakan soal Bagas. Dan sejak dulupun sebenarnya Marsha tidak pernah benar-benar tahu apa yang Chelsea rasakan, sebab gadis itu dengan pandai akan menyembunyikannya. Hal itu justru membuat Marsha khawatir. Ia takut Chelsea akan kembali seperti dulu. Traumanya kembali. Oh! Sial! Memikirkannya benar-benar membuat Marsha kenyang seketika.
"Sha, thanks karena udah mengkhawatirkan gue, tapi gue udah belajar dari kejadian masa lalu. Dan apapun yang akan terjadi kedepannya, gue berusaha untuk menerimanya. Sebenernya gue udah tahu, kalau sesuangguhnya gue udah kehilangan Bagas. Meski sesaat. Dan gue baik-baik aja dengan itu. Don't be panic, Sis. I'm really, ok." senyum Chelsea menggenggam tangan Marsha. Seketika itu juga, Marsha menjatuhkan air matanya. Menangis.
(.)

KAMU SEDANG MEMBACA
SCENE
Fanfictionscene: kb. 1 pemandangan. 2 adegan (of a play). 3 kancah (of disturbances). 4 tempat. 5 suasana, iklim. 6 gaduh, rewel . [ketika rasa sakit di anggap lelucon oleh beberapa orang] kadang kita menganggap diri kita satu-satunya, tapi sebenarnya, bisa...