Miss Ya!

194 19 4
                                    

Chelsea melambai pada James ketika pria itu pamit meninggalkan apartemen Chelsea. Gadis itu melangkah masuk dan naik menuju lift ke lantai 5, letak kamarnya. Berjalan melewati lorong apartemen yang sepi, Chelsea memasukkan password apartemennya sebelum masuk ke dalam ruang yang cukup besar dan rapi tersebut. Ruangan itu memang bukan apartemen mewah, namun menyajikan pemandangan kota yang menyenangkan dari jendela besar di samping sofa ruang tamu. Dapur dengan pantry kecil di sebelah tempat tidur dengan kamar mandi di sampingnya. Chelsea menghempaskan badannya dan menatap ke luar jendela yang mulai gelap dan lampu jalanan mulai di nyalakan.  Gadis itu menyalakan musik dari ponselnya dan mengalunlah lagu Trust - Justin Bieber. Sembari memejamkan mata, gadis itu membayangkan apa yang tengah di lakukan Bagas di negaranya sana. Sampai lagu selesai, barulah Chelsea membuka kembali matanya dan bangkit untuk membersihkan diri. Ia kembali meyakinkan diri sendiri bahwa segala usahanya akan menjadi percuma jika ia terus-terusan meratapi perasaan rindu pada kekasihnya. Chelsea bertekad untuk berjuang keras dan membahagiakan semuanya, termasuk agar ia tidak menyesal telah jauh-jauh datang ke negara tersebut.

Selesai membersihkan diri, makan malam dan mengeluarkan buku catatannya, gadis itu mulai menuliskan dan mempelajari apa saja yang harus ia ketahui dari study-nya sekarang. Mengambil jurusan manajemen perusahaan, Chelsea berharap bahwa pilihannya -atau lebih tepatnya pilihan ayahnya- bisa membuatnya bermanfaat di masa depan. Yah, Chelsea akui, ia bukan gadis remaja yang beruntung bisa menentukan pilihan jurusannya, tapi, Chelsea merasa bersyukur setidaknya ada orang lain yang peduli dengan masa depannya. Oh ayolah! Bahkan bisa menentukan jurusan kuliah sendiri itu, merupakan bentuk keberuntungan. Sayangnya tidak semua orang menyadari hal itu. Seseorang yang bisa menentukan apa yang ia ingin lakukan sesuai kemampuan dirinya dan apa yang menjadi passion dalam diri sendiri. Passion adalah hal penting yang mendominasi kehidupan seseorang. Sayangnya, tidak semua orang mengetahui hal itu. Orang mengatakan mereka melakukan apa yang mereka inginkan, tapi pada akhirnya mengeluh dan mengatakan menyesal telah mengambil jalan itu. Artinya, orang tersebut belum benar-benar memilih dan mengerti apa yang ia inginkan. Termasuk Chelsea. Ia memang tidak tahu harus masuk jurusan apa ketika kuliah. Bagi Chelsea yang terpenting adalah belajar, menuntut ilmu, dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, sedang ia tidak tahu apa yang menjadi keinginan dan kemampuannya. Sampai akhirnya sang ayah berinisiatif mendaftarkan putrinya di jurusan manajemen perusahaan dengan alasan bahwa kelak Chelsea dapat menjadi penerus ayahnya. Gadis itu tidak keberatan, meskipun tidak begitu cocok juga. Bagi Chelsea segalanya bukan sesuatu yang kebetulan. Tidak ada kebetulan di dunia ini. Tuhan telah menggariskan apa-apa saja yang harus di lalui umatnya. Maybe, we can't change our destiny, but we can choose the way what we want.

Gadis itu menguap setelah dua jam berkutat dengan laptop dan buku tebal. Ia benar-benar harus memulai segalanya dari awal. Mengusir rasa kantuknya, Chelsea memilih membuka ponsel dan mendapati pesan dari Bagas membuat dua sudut bibirnya tertarik ke atas. Gadis itu dengan segera melakukan panggilan video yang tidak beberapa lama mendapat balasan dari Bagas.

"Chu~" rengek Bagas begitu melihat wajah Chelsea membuat gadis itu terkekeh sebentar.

"Kamu pasti merindukanku, benar?" ujar Chelsea membetulkan rambutnya sebentar.

"Tentu saja! Beberapa hari ini terasa berat dan sepi tanpa kamu. Cewek-cewek itu tidak bisa berhenti menggodaku, membuat aku muak. Kamu tahu? Bahkan senior juga turut menggodaku! Ya ampun, ada apa dengan mereka semua!" curhat Bagas yang langsung di sambut tawa keras oleh Chelsea.

"Aku akan mengatakan alasannya, tapi jangan menjadi narsis." ucap Chelsea. Ia bisa melihat Bagas membetulkan rambutnya sebelum mengangguk dari seberang sana. "Kamu itu keren, Bo~ yah... Meskipun sebenarnya tidak terlalu tampan, tapi wajahmu itu memiliki daya magis yang bisa menarik perhatian semua orang. Patut saja kalau para gadis tergila-gila padamu di pandangan pertama. Mereka hanya belum tahu, bagaimana bobroknya sifadmu. Kalau mereka tahu, kujamin tidak akan ada yang tahan kecuali aku." jelas Chelsea sambil meletakkan jari telunjuk dan ibu jari di bawah dagu.

"Ah! Benar... Mereka tidak akan tahan dengan aku yang banyak makan, senang narsis dan sedikit kurang waras ini. Karena itu, aku tidak perlu mencari penggantimu, bukan?" senyum Bagas yang turut membuat Chelsea tersenyum. "Dan kamu, juga jangan coba-coba mencari penggantiku! Awas saja kalau sampai itu terjadi. Aku akan memberimu pelajaran!" Chelsea terdiam. Ia tidak berani berjanji. Siapa juga yang berani menjanjikan hati dan perasaannya selain kepada Tuhan? Ketika Tuhan sendiri senang bermain-main dengan perasaan umatnya. Chelsea hanya bisa menjanjikan bahwa apapun yang terjadi, gadis itu akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan hubungan mereka. Sebab, teori bahwa jodoh akan datang dengan sendirinya, menurut Chelsea tidak benar-benar seperti itu. Benar. Jika kita harus menjadi yang terbaik versi kita di hadapan Tuhan untuk bisa mendapat pasangan yang sesuai keinginan kita dari Tuhan. Tapi, bukankah terlalu mudah jika hanya sebatas itu? Bukankah kita harus mengusahakan agar mendapat seseorang yang mau menerima kekurangan kita ketika menjadi pasangan kelak? Seseorang yang tidak akan risih dengan kebiasaan buruk kita, atau seseorang yang akan selalu berdiri di samoing kita bagaimanapun keadaannya. Dan semua itu butuh di usahakan. Sebuah hubungan dua hati, tidak cukup hanya dengan saling mencintai. Dasar dan pondasinya harus kuat. Alasan bertahan, mempertahankan, atau bahkan melepaskan sekalipun. Semuanya tidak bisa disimpulkan dengan mudah begitu saja.

"Chel, miss ya!" gadis itu terhenyak dari lamunannya sesaat lantas tersenyum menghadap Bagas,

"Aku juga merindukanmu. Sangat." jawab Chelsea. Bagas pamit menutup panggilan tersebut untuk melakukan pekerjaan lain dan di setujui oleh Chelsea. Setelah pria itu menutup panggilannya, Chelsea melirik ke arah jam di atas nakas yang menunjukkan pukul 22.20. Bicara dengan Bagas membuat kantuknya sejenak hilang, meskipun mendadak segalanya menjadi sunyi kembali. Hanya detik jarum jam yang terdengar membuat Chelsea setengah bergidik ngeri. Oh ayolah! Di zaman modern ini ia tidak akan dihantui oleh arwah, bukan? Apalagi di negara orang. Chelsea jadi penasaran, bagaimana wujud hantu luar negeri? Apakah seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita dalam film, atau bagaimana? Orang mengatakan bahwa hantu ada karena tersugesti dari pikiran kita dan di sesuaikan dengan kondisi negaranya. Kalau Indonesia menampilkan hantu dengan wujud pocong, kuntilanak, tuyul, dan sebagainya karena kondisi sosial masyarakatnya yang percaya dan mendapati hal-hal semacam itu, apakah di negara semaju Australia ia akan menemukan hantu dengan jam tangan mewah, uang, dan tuxedo? Membayangkannya saja membuat Chelsea terkekeh geli. Gadis itu memilih kembali fokus dengan laptop dan buku yang berserakan di depannya sampai matanya terasa berat dan terpejam setelah waktu menujukkan pukul 00.17.

_

SCENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang