Me Time

153 12 8
                                    

Marsha menghabiskan waktu pagi hingga siang dengan tiduran atau menonton televisi di apartemen Chrlsea, sedang siangnya, ia akan menyusul temannya tersebut ke kampus untuk selanjutnya mereka menghabiskan waktu bersama. Dua hari terakhir ia sudah mengunjungi beberapa tempat wisata, dan hari ini Chelsea berjanji akan mengjaknya pergi menuju salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota tersebut. Menatap pantulan dirinya sekali lagi di cermin, Marsha menjentikkan jari dan bergumam sendiri, perfect! Setelahnya, ia memakai boot dan berjalan ke luar. Meskipun sudah masuk musim semi, sisa-sisa salju di jalan masih belum.membuat Marsha terbiasa dengan musim dingin. Memakai boot adalah cara aman melindungi kakinya dari beku. Jarak dari apartemen Chelsea menuju kampus tidak jauh dan hanya membutuhkan waktu 7-10 menit dengan berjalan. Gadis itu mengirim pesan kepada sahabatnya jika sudah sampai di kampusnya. Ketika Marsha mengedarkan pandangannya, retinanya bertemu dengan Chelsea yang tengah berbincang dan tertawa ringan bersama seorang lelaki. Mata sipit, hidung mancung dan kulit khas orang bule tersebut tengah memakaikan sebuah syal pada leher Chelsea. Mengerutkan kening penasaran, Marsha menunggu hingga Chelsea melambai pada pria tersebut dengan senyum di wajah, sebelum menghampiri gadis itu.

"Chel." sapa Marsha menepuk pelan bahu Chelsea

"Hei! Ayo, berangkat." ajak Chelsea

"Tadi siapa?" tanya Marsha penasaran.

"James. Dia anak dosen di sini dan orang pertama yang menjadi teman sekaligus guide untukku." jelas Chelsea santai.

"Hanya itu? Sepertinya dia suka sama lo." penasaran Marsha.

"Memang." jawab Chelsea santai membuat Marsha membelalak.

"Lo serius?!!" hebohnya.

"Jangan teriak. Telinga gue sakit."

"Sumpah ya, Chel. Banyak yang gak gue tahu selama lo di sini. Sekarang ceritain, soal lo sama cowok bule itu." ucap Marsha.

"Dia pernah bilang kalau dia suka gue. Tapi, gue tolak karena gue punya Bagas. Lagipula bagi gue, James adalah sahabat yang baik. Dan gue gak mau lebih dari itu, sungguh. Gue nyaman dengan kita yang sekarang." jelas Chelsea singkat yang justru membuag Marsha berfikir. Chelsea sudah berkorban sebanyak ini. Kenapa Bagas bisa setega itu?

Menghembuskan napas singkat, Marsha mengalungkan lengannya pada leher Chelsea.

"Gue sayang sama lo." ucapnya

"Gue tahu." angguk Chelsea

Keduanya melempar senyum dan menaiki mobil yang akan mengantar mereka menuju pusat perbelanjaan. Melewati jalan tanpa suara, keduanya turun dari mobil, dan Marsha segera dihebohkan dengan berbagai jenis pakaian.

"Sha, lo harus nahan diri untuk gak boros. Ingat, lo balik ke Indonesia masih 3 hari lagi. Gue gak mau bayarin tiket pesawat kalau sampai lo kehabisan duit." ujar Chelsea.

"Bagusssss .... " Marsha seolah mengabaikan kalimat Chelsea, dan matanya sibuk menelusuri gaun serta baju yang ada di sana. Melihat kelakuan sahabatnya, Chelsea hanya menggeleng kecil dan mengekor hendak kemana gadis itu melangkah. Setelah hampir satu jam mengelilingi area tersebut, Marsha berakhir dengan sebuah gaun berwarna merah hati dengan broklat di bagian dada dan lengan, serta panjang di atas lutut. Cantik dan cocok untuk tubuh Marsha yang tinggi dan ramping. Selain itu, Marsha juga memilih high heel berwarna serupa dengan hiasan gold serta dompet juga berwarna gold dan ukiran bening. Tampak elegan dan mahal. Dan memang mahal, sebab Marsha menghabiskan sepuluh juta untuk membayar semua itu. Chelsea hanya mampu menggeleng kecil. Lagipula, kalaupun Marsha menghabiskan lima puluh juta untuk sekali pakai, hal itu tidak akan menjadi masalah, sebab dia mencari uangnya sendiri, ditambah dengan kekayaan orang tuanya.

SCENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang