Jarak

169 15 0
                                    

Seberapa kuat sebuah hubungan ketika jarak menjadi tantangannya?
.

"Bagas?" Bagas menoleh ketika mendengar namanya di panggil. Senyumnya mengembang ketika melihat Marsha berdiri di depannya. Gadis itu duduk pada salah satu kursi kosong meja tersebut dan melempar senyum pada Bagas.

"Lama gak ketemu, ya. Lo sendiri? Tumben. Biasanya nempel sama Diffa." ujar Marsha.

"Dia lagi ketemu ceweknya, nanti juga kesini." jawab Bagas "lo kuliah di sini juga, Sha?" tanya Bagas.

"Iya. Tuh, kampus gue, gak jauh dari kampus lo." Marsha menunjuk sebuah papan berisi petunjuk nama universitas. Pria itu mengangguk singkat. Marsha berada di salah satu universitas negeri yang masuk dalam jajaran 10 besar universitas terbaik. Daerah tersebut berisi 3 universitas terbaik dan 5 universitas lain. Jadi tidak heran kalau banyak mahasiswa di lingkungan tersebut.

"Lo jadian sama Gilang, ya?" tanya Bagas membuat Marsha menghentikan aksinya meminum jus di dalam gelas dan menatap ke arah Bagas.

"Baru PDKT." jawab Marsha singkat tanpa berniat menutupinya.

"Kalian lucu." ujar Bagas membuat Marsha tersedak.

"Lo bilang kita lucu? Lucu dari mananya? Lo gak sadar kalau lo sama Chelsea lebih lucu? Coupleable kalian tuh." jawab Marsha.

"Apa sih. Kok malah jadi bahas gue sama Chelsea." kekeh Bagas.

"Gimana hubungan lo sama itu bocah? Awas lo ya bikin temen gue nangis. Gue bunuh, lo." ancam Marsha

"Woo... Ampun Nyai..."

"Gas gue serius." ujar Marsha meletakkan gelasnya dan menatap Bagas dengan sorot mata tajam. "Gue gak akan maafin lo, kalau sampai lo bikin Chelsea nangis. Anggap gue berlebihan sebagai temannya. Tapi, cuma ini yang bisa gue lakuin sebagai teman. Melindunginya. Jadi, kalau lo sampai menyakiti dia. Lagi. Gue gak akan pernah rela Chelsea memberi lo kesempatan lagi suatu saat nanti. Gue serius." ujar Marsha membuat Bagas terdiam.

"Lo mulai ragu ya, sama Chelsea?" pertanyaan Marsha berhasil mencubit hati Bagas.

"Sha, gue sebenernya..." Bagas menggantung kalimatnya sebentar. "Gue yang ragu, sama perasaan gue sendiri." jujur Bagas. "Gue yakin, Chelsea akan menjadi setia apapun keadaannya. Tapi, gue... Gue gak bisa menjamin buat setia sama Chelsea. Berkali-kali gue yakinin diri sendiri kalau semuanya pasti baik-baik aja. Kalau gue gak akan goyah. Kalau gue gak akan mengkhianati perasaan Chelsea. Namun, hubungan ini, jarak ini, semuanya melelahkan buat gue." Bagas kembali menjeda kalimatnya sedang Marsha tidak memberikan komentar apapun.

"Gue butuh Chelsea ada sama gue. Membagi semuanya. Baik sedih ataupun bahagia. Katakanlah gue egois sama perasaan gue, tapi itulah kebenarannya." Bagas mengusap rambutnya frustasi. Ia melihat kearah Marsha yang tidak memberikan respon apapun. Gadis itu hanya diam memandangi Bagas sampai akhirnya menghela napas panjang.

"Lo lagi deket sama seseorang ya Gas akhir-akhir ini?" tanya Marsha

"Gue gak bisa bilang kalau gue deket sama dia... Tapi... Ya. Gue akui, kalau dia membuat gue merasa diperhatikan." Bagas menunduk dalam. Tidak berani melihat ke arah Marsha.

SCENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang