Last Love

311 12 32
                                    

A/n: sepertinya sebentar lagi akan segera ending, atau malah ini part terakhir. Kita baca saja hehe

Melbourne, musim dingin tahun ketiga

Chelsea merapatkan coat di tubuhnya sambil sesekali menggigit bibir bawahnya. Uap mengepul dari mulut sementara wajah putihnya sudah memerah karena dingin. Sebetulnya musim dingin sudah hampir berakhir, dan hanya menyisakan beberapa kali turun salju. Namun, suhunya masih dibawah nol dan membuat Chelsea harus berangkat ke kampus dengan coat tebal bahkan kepala terbungkus topi penghangat. Hampir tidak ada yang terlihat kecuali bagian wajah. Seluruh tubuh gadis itu ditutupi dengan kain habgat.

"Agatha." gadis itu menoleh begitu namanya dipanggil. Senyumnya mengembang saat melihat seorang pria berjalan ke arahnya dengan membawa dua cup kopi yang masih memgeluarkan asapnya.

"Terima kasih" ujar Chelsea meraih satu cup dari tangan James.

"Bagaimana? Lancar?" tanya James kepada Chelsea.

"Ng... Yah." jawab gadis itu setengah malas.

"Harus revisi lagi?" tebak James. Chelsea meneguk kopi di tangannya sekali lagi sebelum menjawab.

"Aku akan presentasi bulan depan." ringis Chelsea

"Benarkah?? Selamat!!" senang James langsung memeluk gadis di sampingnya tersebut.

"Ini semua karena kamu mendukungku." Chelsea balas memeluk James.

Kurang dari tiga tahun, Chelsea menyelesaikan studynya meski harus merelakan masa liburannya dengan terus kuliah. Meninggalkan masa liburan musim panas dan tahun baru bersama keluarga. Meski kadang rasanya begitu menyesakkan, sebentar lagi Chelsea akan mendapat bayaran atas kerja kerasnya. Lagipula, dengan menyibukkan diri, ia jadi lebih mudah melupakan Bagas. Meskipun kadang-kadang, bayangan tentang waktu yang sudah mereka lewati bersama memenuhi otak Chelsea. Bahkan Bagas masih terus mengirim gadis itu pesan, baik sekadar menanyakan kabar, sudah makan atau bagaimana hari Chelsea. Chelsea tidak mengganti akun miliknya. Ia sengaja membiarkan sosial medianya masih terhubung dengan Bagas. Ia tidak mau memupuk kebencian dan membiarkannya mengalir begitu saja.

Bulan depan Chelsea akan menjalankan sidang akhir untuk menguji skripsinya. Ia berharap lolos dalam satu kali putaran tanpa revisi. Targetnya harus lulus musim panas tahun ini dan segera mengejar gelar magisternya. Anggap Chelsea gila dengan sekolah. Gadis itu sudah merencanakan semuanya matang-matang dan tidaka akan melewatkan satupun dengan alasan apapun. Baginya, yang terpenting sekarang adalah memperbaiki diri dan mencapai hal-hal yang sudah ia rencanakan. Chelsea sudah enggan terlibat dengan kisah cinta yang pada akhirnya justru membuat ia terluka. Trauma. Katakanlah Chelsea mengalami traumatik atas kisah cinta. Sejak dulu ia tidak mendapat pengalaman bagus soal jatuh cinta dan mencintai. Karena itu, Chelsea memutuskan berhenti mengurus perasaannya sejenak.

"Mau makan dulu?" tawar James. Chelsea mengangguk kecil sampai James mengajak Chelsea masuk ke salah satu restoran dekat kampus. Ia selalu merasa beruntung mengenal dan memiliki James. Meskipun Chelsea sudah menolak pria itu beberapa kali saat menyatakan perasaan, James tidak sekalipun membenci atau menjauhi Chelsea. Bahkan, Chelsea yang merasa canggung dan James yang selalu mencairkan suasana. James selalu mengasihi Chelsea apapun dan bagaimanapun keadaan mereka. James selalu menjadi orang pertama yang mengerti dirinya. Bahkan Chelsea sangsi bahwa James lebih mengerti dirinya dibanding ia sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SCENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang