"Tolong pergi dari sini dan selamatkan dirimu, Lou!"
"Tidak, Kipps!"
"PERGI!"
"Lou! Louissa, bangun!"
Aku terbangun begitu mendengar suara Leo yang disertai guncangan keras di lengan atasku. Kedua mataku menyipit, karena wajah Leo terlihat begitu menyilaukan mata akibat diterpa sinar matahari yang menembus langsung lewat kaca jendela.
Raut wajahnya terlihat tegang, kedua matanya membulat lebar. Aku sampai mengerjap berkali-kali, kepalaku terasa pening, karena terbangun secara tiba-tiba.
"Kau tidak apa-apa?"
Leo bertanya. Sementara aku membutuhkan waktu untuk mengumpulkan nyawaku agar bisa bangkit. Barulah aku sadar kalau semalaman kami tertidur di ruang tamu. Aku tidur di sofa tempat aku duduk berseberangan dengan Leo semalam. Kami berdua tidur di satu ruangan yang sama, tetapi berada di alas yang berbeda. Dan seketika membuatku gamang.
"Lou, kau tidak apa-apa, 'kan?" Leo menatapku penuh arti dan mengulangi pertanyaannya.
Aku mengangguk dan meraup wajahku. "Aku tidak apa-apa."
Rupanya hujan badai berlangsung semalaman. Memaksa Leo untuk tetap berada di sini hingga pagi. Aku bahkan terlalu bodoh untuk tertidur di sofa, sementara ada kamar tidur tamu di lantai atas yang cocok di tempati oleh Leo. Aku benar-benar bersikap bodoh terhadap tamu ku. Kalau ada ayahku di sini, pasti beliau sudah memarahiku, karena tidak menyiapkan tempat yang layak untuk seorang tamu penting seperti Leo.
"Baguslah kalau begitu," Leo bangkit dari posisinya yang duduk di tepi sofa tempatku tertidur. Kemudian, ia memakai sepatunya. "Aku baru saja hendak pergi tanpa membangunkanmu dan meninggalkan secarik kertas berisi pesan. Aku tidak tega membangunkanmu, tapi mendadak kau berteriak."
Aku menghela nafas dan mengubah posisiku untuk duduk sewajarnya di sebuah sofa. "Maaf."
Aku menatap Leo yang kini mendongakkan kepalanya sementara kedua tangannya sibuk memasang sepatu. "Kau menyebut nama seseorang," Leo sudah menyelesaikan aktivitasnya sepenuhnya dan menatap lurus kepadaku.
"Kau menyebut nama Kipps. Mengapa?" Kedua alis Leo sedikit menukik, dia terlihat menunggu penjelasanku. Nada bicaranya pun sama seperti biasa.
Aku mengusap tengkukku. "Aku memimpikannya. Mimpi buruk," aku menghembuskan nafas.
Wajah Leo kembali normal. Datar dan terlihat serius seperti biasanya. Lalu, dia berdiri. Aku pun ikut berdiri ketika tahu dia akan pulang dan berjalan ke pintu.
Aku menggapai mantelnya terlebih dahulu, tetapi masih sedikit basah. "Mantelmu masih basah. Kau mau ku pinjamkan mantel ayah?" Tawar ku. Aku masih merasa menyesal sejak kejadian semalam.
Leo menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu repot," jawabnya dan mengambil mantel miliknya yang aku berikan kepadanya.
Leo membuka pintu dan melangkah ke teras. Untuk beberapa saat ia memunggungiku mungkin sedang menghirup udara segar di pagi hari. Tapi, aku malah memilih untuk mengalihkan pandangan saat ia mulai berbalik menatapku.
"Aku hendak kembali ke hotel," ucapnya.
Aku tersenyum singkat dan mengangguk samar. Leo berjalan kembali untuk mendekatiku yang cukup berdiri di ambang pintu, kemudian tangan kanannya terangkat untuk mengusap puncak kepalaku. Aku bisa merasakan tangan besarnya yang hangat dan lembut mengusap rambutku.
Aku mendongak untuk menatap wajahnya, tapi ekspresinya tidak berubah. Justru lebih dingin dengan tatapan sendu nya saat ini.
"Sampai jumpa." Kata nya dan langsung berbalik hendak melangkah pergi.
![](https://img.wattpad.com/cover/178829644-288-k855365.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lou Length: The White Woman
Mystery / ThrillerMungkin kisahku tak berhenti di situ saja. Ada rintangan lain yang menungguku di masa yang akan datang. Dan masa itu telah datang menghampiriku sejak suatu kejadian terungkap mengenai seorang temanku bernama Kipps. Di tambah lagi adanya berita meng...