C H A P T E R 17

394 55 3
                                    

Rumah kediaman keluarga Ocean cukup megah dan terletak di area yang amat-sangat strategis, yaitu di dekat perumahan dekat alun-alun kota. Ocean tinggal satu blok dengan Amber dan keluarga Lockhart. Itu bukanlah sebuah kebetulan, karena Harry Ocean adalah salah satu anggota dewan di kota ini. Sama seperti keluarga Amber dan almarhum kakek dari Raphael.

Mereka adalah keluarga terpandang, namun salah satu dari ketiga nya adalah seorang psikopat sialan pembunuh berdarah dingin. Kalian pasti tahu siapa yang aku maksud.

Taksi yang menjadi tumpanganku saat ini memelan ketika memasuki daerah blok tempat tinggal Ocean. Membuat kedua mataku dengan mudahnya meniti rumah-rumah yang terlewati. Dan untuk yang pertama kalinya aku melihat rumah keluarga Lockhart dalam jarak sedekat ini. Kotak pos kayu jati mereka yang diukir elegan dengan sebuah tanda huruf L pada bagian penutupnya. Dan yang paling mencolok adalah gerbang besi yang tinggi dan terdapat nama LOCKHART terukir terbuat dari besi pada sela-sela gerbang. Memudahkan siapa saja yang hendak mencari keberadaan rumah tersebut.

Kabar tentang keluarga mereka tak lagi berembus di surat kabar setelah peristiwa yang terjadi. Dan tentunya aku beryukur sekali, karena tak ada lagi berita tentang kejadian waktu itu di desa Saint Sanders.

Aku menghela napas ringan. Membuang sisa-sisa beban berat yang menghinggap ketika taksi ini lewat di depan rumah tersebut. Hingga ku rasakan sebuah tangan menyentuh lenganku.

Aku menoleh dan mendapati Leo menaikkan sebelah alisnya. "Apa yang kau pikirkan?" Dagu nya mengedik ke luar kaca mobil yang terbuka, "ada apa dengan rumah itu?"

Bibirku terbuka sedikit, hendak berbicara, namun kembali tertutup seolah kalimat yang hendak ku ucapkan tadi mendadak tertelan begitu saja. Sementara Leo--yang wajahnya serius bukan main itu menuntut penjelasan dariku.

Aku tersenyum singkat. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya memerhatikan."

Leo menangkat tangannya dari lenganku, lalu kembali menatap lurus ke depan dan aku bisa menghembuskan napas lega. Rasanya sulit kalau menceritakan segalanya kepada orang yang baru ku kenal seperti Leo.

Belum saatnya. Lagipula aku berniat mengubur masa lalu yang amat-sangat buruk itu.

Aku ikut menatap lurus ke depan dan melihat seorang pria berpakaian seperti layaknya seorang sopir pribadi itu sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi mobil. Aku meminta taksi berhenti tepat di belakang mobil tersebut, karena di situlah letak rumah Ocean berada.

Aku memberikan uang kepada sopir taksi, kemudian turun dari kendaraan tersebut dan melangkah menuju ke gerbang ketika sosok pria lainnya berpakaian formal dan elegan, namun terkesan sederhana--berjalan keluar gerbang sebelum aku sampai.

Rupanya pria paruh baya itu melihat kedatanganku. Dan dia tersenyum ramah seperti biasa. Harry Ocean menyapaku dan menghampiriku. Kami sudah lama tidak bertemu.

"Ah, Louissa!" Tawa menggelegar khas seorang Harry memenuhi rongga telingaku ketika ia tanpa permisi menarikku ke dalam pelukannya.

Aku tersenyum penuh arti. Beliau selalu seperti ini. Dia pernah beranggapan ingin mengangkatku sebagai anaknya dan menjadi saudari tiri Ocean, tapi aku menolak dengan halus dan menjadikan itu sebagai lelucon saja. "Halo, paman Harry. Bagaimana kabarmu?" Tanya ku sesaat setelah ia melepaskan pelukannya.

Harry mengembuskan napas cepat dan singkat. "Asma ku sering kambuh akibat cuaca dan pekerjaan, tetapi selebihnya aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mau bertanya. Lantas bagaimana kabarmu?" Pandangannya tak sengaja menangkap keberadaan Leo yang berdiri di sampingku, "oh! Siapa pemuda ini? Kau tampan sekali. Wajahmu sangat asing." Seru nya yang kini sudah teralihkan.

Lou Length: The White WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang