C H A P T E R 24

328 55 10
                                    

Kira2 pada mau join nggak kalau saya buat grup WA khusus pembaca2 semua karya saya termasuk Lou Length??
.

.

.

▪︎▪︎▪︎

Sunyi.

Satu kata yang tepat untuk menggambarkan suasana malam ini. Suasana mencekam yang menyambut kedatanganku tepat setelah aku keluar dari bar milik Hera tadi. Aku berani bersumpah saat ini tubuhku benar-benar kehilangan kendali. Aku tidak mampu bergerak ketika wujud Wanita Putih itu berada tak jauh dariku berdiri saat ini. Sorot matanya yang menyiratkan rasa dendam, sedih, dan amarah yang menyatu itu langsung membuat segala inderaku lumpuh seketika.

Aku hanya bisa mendengar, tetapi tidak mampu berbicara apalagi mengalihkan tatapanku dari sorot mata mengerikan itu. Aku ingin meminta tolong, tetapi percuma saja. Aku sama sekali tidak bisa bergerak. Tubuhku terasa kaku dan tak mampu ku gerakkan. Aku merasa kalau benda-benda penghalau yang melekat di tubuhku seperti rapier dan satu kantung kecil berisi garam sama sekali tidak mempan. Aku tidak merasakan apa-apa dari sekujur tubuhku. Pendengaranku menajam sampai-sampai aku bisa mendengar bunyi detak jantungku yang semakin memberat.

Semakin memberat.

Berat sekali.

Membuat kepalaku terasa berkunang-kunang.

"Kau akan kehilangan segalanya. Sama seperti yang lainnya."

Satu kalimat yang tidak akan pernah ku lupakan yang berasal dari wanita hantu di hadapanku saat ini. Ucapannya terdengar menggunakan nada yang amat-sangat datar serta menyimpan sebuah keseriusan atas apa yang baru saja ia ucapkan dan didengar jelas olehku. Dia tahu, aku mampu mendengar perkataannya. Dia tahu, kalau aku kuat dan mampu mengalahkannya. Buktinya saja, aku berusaha sekuat tenaga untuk membangun tembok perlindungan di dalam pikiranku agar kekuatan psikisku tidak dapat dia tekan. Dengan begini, aku tahu kalau dia adalah tipe tiga. Ciri-cirinya mengingatkanku kepada setiap informasi yang aku dapatkan tentang tipe tiga. Kuat dan sulit sekali dikalahkan. Memiliki kemampuan lebih untuk membuat seseorang lumpuh dan menekan kekuatan psikis seseorang yang masih hidup sampai titik terbawah mereka.

Dan itulah yang aku rasakan saat ini. Aku bersimpuh di tanah tepat setelah berhasil melepaskan diri dari kungkungan sorot mata mengerikan Wanita Putih itu. Aku bisa merasakan kekuatannya yang dahsyat di iringi amarah yang senantiasa tertanam di dalam jiwa mati nya.

Aku tertunduk dalam-dalam. Menarik napas, membuangnya perlahan lewat mulut. Berulang kali aku melakukan hal itu seraya menggeleng-gelengkan kepalaku. Itu adalah caraku untuk mendapatkan kembali kesadaranku setelah selesai merasakan betapa tertekannya kekuatan psikisku. Ini memang bukan yang pertama kalinya bagiku. Hanya saja, Wanita Putih ini berbeda. Sangat berbeda, karena setelah dua tahun lamanya, aku kembali bertemu dengan sosok tipe tiga yang baru setelah Evans.

Aku mendongak, mendapati ekor gaun putihnya beserta plasma-plasma mengikutinya berbelok di samping salah satu rumah warga. Aku mendengus, kemudian berusaha bangkit. Betapa keras kepalanya diriku, karena aku tidak mau melepaskannya untuk malam ini. Setidaknya biarkan aku mengetahui apa yang dia inginkan. Dia memberikan peringatan kepadaku, tetapi aku sama sekali tidak mau memikirkan itu semua. Aku sering mendapat peringatan seperti itu dan aku tidak mau terlibat lagi.

Aku melangkah terseok-seok untuk menyusul kepergian si Wanita Putih itu. Tangan kananku menarik gagang rapier dengan sangat mantap, lalu menodongkan ujungnya ke depan dan siap di hunuskan ke sosok tersebut.

Saat semakin dekat dengan arah belokan tadi, aku memelankan langkahku. Sebisa mungkin agar tidak menimbulkan suara bising. Hanya tersisa satu atau mungkin dua langkah lagi sebelum aku berbelok ke tempat Wanita Putih tadi pergi, namun bunyi gemerincing lonceng langsung menarik perhatianku.

Lou Length: The White WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang