"Mr. Albert, kapan kematian terakhir yang terjadi di desa ini yang disebabkan oleh si Wanita Putih ini?" Tanyaku ketika aku, Leo, Kipps, dan Ocean berkumpul di ruang makan bersama dengan Mr. Dan Mrs. Albert usai makan malam.
Mr. Albert menyesap teh hangatnya, lalu menatapku lekat-lekat. "Kemarin. Diduga kematiannya tepat pukul satu malam."
"Apa kematian para korban terjadi dalam lima hari berturut-turut dalam bulan ini?" Aku kembali melontarkan pertanyaan sementara Ocean mencatat pokok pentingnya.
Mr. Albert menggelengkan kepalanya. "Tidak setiap malam, tapi terkadang selang dua atau tiga hari baru ada korban yang jatuh. Dan ada juga yang berjarak satu hari saja," jawabnya pelan.
Di bawah remang-remang cahaya lilin aku memandang wajah Kipps, menganggukan kepala untuk memberikan isyarat ia boleh bertanya jika ada pertanyaan yang ingin ia lontarkan kepada Mr atau Mrs. Albert.
"Mr. Albert, ada berapa jiwa yang tinggal di desa ini?"
"Sekitar 112 jiwa. Ini desa yang kecil dan tak padat penduduk. Mereka hidup turun-temurun di desa ini."
"Mrs. Albert, Mr. Albert, apa kalian cukup dekat dengan keluarga korban?"
Mereka berdua menganggukan kepala bersamaan. "Ya, aku mengenal baik keluarga mereka," jawab Mr. Albert mewakili istrinya.
Kipps menganggukan kepalanya dan menyenderkan punggungnya. "Kalau begitu, bisakah besok Mrs. Albert mengantarkanku dan Lou ke rumah keluarganya..." Kipps menggapai kertas yang berisi nama korban yang tergeletak di atas meja. Ia membacanya dengan seksama, "...Yudas Jvoire, Robin Paxton, Lestat Robertson, dan Julio Curtain?"
Mrs. Albert dan Mr. Albert saling menatap satu sama lain sampai akhirnya mereka berdua menganggukan kepala.
Mrs. Albert tersenyun. "Aku akan mengantarkan kalian berdua ke sana."
~¤~
Sesuai dengan firasatku tadi sore ternyata benar. Malam ini kami pasti akan melewati malam yang sangat berat. Aku dan Ocean memasang rantai besi dan menaburkan bubuk garam serta perak ke jendela dan celah bawah pintu sebagai pertahanan. Dan juga aku menyiapkan rapier di sisi tempat tidurku, begitu juga dengan Ocean.
Sebelum aku memasang pertahanan seperti ini, telingaku menangkap begitu banyak suara yang berasal dari luar. Suara desah, bisikan sayu dan lemah, erangan sedih dan tangis dari para pengunjung yang tidak mengganggu dan berkeliaran di luar sana. Asalkan kalian tahu, itu sangat-sangat mengganggu ketenanganku. Memang, mungkin Ocean, Leo, dan Kipps tidak akan terganggu, tapi aku benar-benar peka. Lebih tepatnya, telingaku sangat peka terhadap suara seperti itu di malam hari. Suara sekecil apa pun akan tetap terdengar padahal ruangan kamar tidurku ini sudah dilengkapi berbagai macam pertahanan. Persediaan barang-barang yang seharusnya nanti akan digunakan untuk melawan si Wanita Putih justru tersisa sedikit. Sepertinya besok aku harus mengirim Ocean bersama Leo kembali ke kota untuk membeli persediaan. Kami benar-benar tak menyangka desa ini begitu rentan.
Aku melihat ke sampingku. Ocean sudah tertidur pulas dengan memeluk rapier yang berbalut sarung khusus. Enak sekali bisa tidur nyenyak. Sementara aku sama sekali tidak bisa tidur! Jangankan tidur, memejamkan mata pun sulit. Sangat sulit. Suara itu masih mengganggu meskipun sayup-sayup.
Aku mendesah tertahan dan mengacak-acak rambutku frustasi sembari menatap langit-langit kamar tidur ini. Aku mengambil napas dan membuangnya perlahan. Aku mengerjap berulang kali dengan harapan bisa tertidur, namun tak bisa. Sama sekali tidak ada hasilnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/178829644-288-k855365.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lou Length: The White Woman
Mistério / SuspenseMungkin kisahku tak berhenti di situ saja. Ada rintangan lain yang menungguku di masa yang akan datang. Dan masa itu telah datang menghampiriku sejak suatu kejadian terungkap mengenai seorang temanku bernama Kipps. Di tambah lagi adanya berita meng...