Buat para pembaca, saya sarankan untuk membaca seri pertama sebelum cerita ini. Karena, Lou Length: The White Woman adalah sebuah sequel. Lanjutan dari seri pertama berjudul Lou Length. Penting bagi kalian untuk membaca seri pertama, karena semua pusat berada di sana. Jadi, untuk lebih memudahkan para pembaca, sebaiknya bacalah terlebih dahulu seri pertama sebelum melanjutkan bacaan sequelnya agar lebih paham alurnya.
Sekian dan terima kasih.
Enjoy~
>><<
Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Kedatangan Leo tentu saja membuat Kipps dan Ocean bertanya-tanya. Terlebih lagi ketika mereka melihat aku mengantarkan Leo ke kamar tamu yang berada di lantai atas. Ketika aku turun meninggalkan Leo di kamar nya, Kipps dan Ocean terkejut melihatku.
Aku memutuskan untuk berjalan ke dapur terlebih dahulu untuk menjerang ketel. Menyiapkan teh seraya menunggu ketel berbunyi sebelum menyeduhnya. Aku menatap lurus ke depan. Keluar jendela dapur yang menyajikan pemandangan pekarangan belakang rumahku yang indah. Terdapat pohon ceri dan aku berencana ingin menanam pohon apel di sana. Agar sewaktu-waktu aku bisa memetik apel hasil kerja kerasku dalam menanam.
Aku tersenyum sekilas. Dulu aku sering sekali berandai-andai memiliki pohon apel yang sangat besar bersama Lucinda, tapi sepertinya aku tidak dapat menggapai impian itu bersama dengannya. Kakak perempuanku tersayang.
"Hai."
Aku menahan nafas dan cukup terkejut saat mendengar Kipps menyapaku seraya berdiri di sampingku. Dia berdiri langsung menghadapkan tubuhnya kepadaku dengan senyuman manis seperti biasanya.
Aku menatap lurus ke dalam iris mata indah yang tak pernah lagi kulihat dalam keadaan tersiksa. Dia bukanlah Kipps berwajah datar seperti dulu lagi. Sekarang dia banyak tersenyum. Terutama kepada diriku.
"Hai," aku balas tersenyum. "Kau mau kue kering?"
Kipps menggelengkan kepalanya dengan ekspresi yang amat-sangat tenang. Membuatku sedikit gugup, karena biasanya di saat seperti ini, dia mau membicarakan sesuatu.
"Lou," Kipps mengernyit. Kini wajahnya berubah sedikit serius dan menanggalkan senyuman manisnya, lalu menggantinya dengan senyuman tipis. Tatapannya meneliti wajahku seolah dia mencari-cari apakah ada yang salah dari diriku. "Apa kau punya masalah?"
Aku menggeleng cepat. Kedua alisku saling bertaut tidak mengerti. "Aku tidak ada masalah apa pun. Memangnya kenapa?"
"Kau menyembunyikan sesuatu dariku?" Tanya nya lagi kali ini dengan nada yang sangat pelan, tetapi lembut.
Raut wajahku mungkin saat ini berubah menjadi kaku. Tanpa ekspresi sama sekali. Melihat tatapannya yang begitu sendu mendadak membuat hatiku terserang rasa bersalah. Aku harus memberitahukan semuanya kepada Kipps, tentang perjodohan dan Leo.
Aku mengulum bibirku dan mengalihkan pandanganku untuk beberapa saat.
"Lou," Kipps menyentuh pundakku. Memaksaku untuk kembali menatapnya. "Kau tahu? Kau tidak bisa menyembunyikan sesuatu dariku. Cukup bagiku hanya dengan melihat raut wajahmu dan mata mu. Kau berjanji. Kita berdua sudah sama-sama berjanji untuk tidak menyimpan masalah sendirian. Aku akan membantumu. Begitu pula sebaliknya."
Aku menatap Kipps tanpa berkata apa-apa. Lidahku terasa kelu hanya untuk menjelaskan segalanya. Tenggorokanku terasa tercekat dan begitu kering.
"Lou, apa kau sudah tidak percaya kepadaku?"
Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Kipps membuatku refleks menyentuh lengan atasnya dan menggenggamnya lembut. "Tidak! Aku percaya padamu, Kipps. Aku hanya ..." aku mengerjap dan menghela napas panjang. "Aku butuh waktu untuk berpikir, tapi semua baik-baik saja. Tidak ada masalah serius," aku tersenyum meyakinkan. "Tidak perlu khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lou Length: The White Woman
Misteri / ThrillerMungkin kisahku tak berhenti di situ saja. Ada rintangan lain yang menungguku di masa yang akan datang. Dan masa itu telah datang menghampiriku sejak suatu kejadian terungkap mengenai seorang temanku bernama Kipps. Di tambah lagi adanya berita meng...