Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku dan Leo bergegas pergi ke kamar tidur Riley serta memutuskan untuk bermalam di ruangan tersebut. Menunggu dan menunggu hingga tepat pukul dua belas malam di saat semua benar-benar sunyi dan keadaan berubah seratus delapan puluh derajat.
Sembari menunggu waktu, aku dan Leo memainkan sebuah permainan monopoli milik Riley yang tergeletak di area tempat anak laki-laki itu biasa bermain. Aku dan Leo duduk berhadapan di lantai yang sudah di kelilingi oleh bubuk besi dan perak yang terlebih dahulu kami sebar. Hanya untuk berjaga kalau saja ada kejadian yang tak di inginkan.
Pintu kamar tidur Riley tertutup rapat. Cahaya remang dari lentera aku letakkan tepat di dalam lingkaran tempatku dan Leo duduk saat ini.
Leo mengernyit saat aku memulai peemainan. Aku menatapnya sembari menaikkan satu alis. "Ada apa? Kau belum pernah main ini sebelumnya?" Tanya ku pelan.
Leo menggelengkan kepalanya perlahan, tapi kedua matanya tertuju pada permainan yang tergeletak di antara kami. Sementara wajahnya teelihat datar dan serius, aku yakin dia tidak mengerti tentang permainan ini.
"Kau belum pernah memainkannya?" Tanya ku lagi.
"Belum. Bahkan sama sekali tidak pernah."
Aku menahan tawa. Entah mengapa melihat Leo yang seperti ini membuat mood ku sedikit berubah.
Sampai aku tak sadar kalau dia sedang menatapku saat ini.
"Apa?" Aku bertanya. Heran.
"Kau tertawa." Gumam nya pelan.
Aku mengulum senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, kemudian melempar dadu. "Itu lebih baik, bukan? Aku hanya ingin mengalihkan pikiran. Sesuai instruksi darimu."
Saat aku melirik Leo, dia tersenyum kecil. Sungguh. Senyuman kecil, namun memukau.
"Mungkin ada baiknya kalau kita berdiskusi saja. Apa itu tidak mengganggumu?" Tanya nya kepadaku.
Aku berhenti bermain dan mengangguk cepat. "Tentu tidak. Itu ide yang lebih baik daripada bermain monopoli, karena aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu," jawabku cepat dalam satu kali hentakan napas dan segera membereskan permainan.
Aku menghela napas begitu bergerak dan duduk bersila dalam jarak yang dekat dengan Leo hingga kedua lutut kami bersentuhan. Aku duduk tegak, kemudian berkata, "tadi sore Bingley mengatakan sesuatu kepadaku." Bisikku pelan. Aku tidak ingin siapa pun mendengar.
"Mengatakan apa?"
"Dia berbicara tentang kebedaan sebuah benda yang ada di dalam kamar ini. Kamar tidur Riley."
Leo menganggukan kepalanya. "Kau mau mencarinya? Atau kau sudah tahu dimana letaknya?"
Aku menggeleng cepat. "Belum. Sama sekali belum. Aku saja tidak tahu barang apa yang Bingley maksud."
Leo segera bangkit. Lelaki itu berdiri tegap sementara aku mendongak layaknya orang bodoh yang memperhatikan seseorang baru saja berdiri. "Ayo, kita cari barang itu," Leo msngulurkan tangan kanannya untuk membantuku berdirk. "Mungkin itu adalah sumbernya."
Aku meraih uluran tangannya dan ikut berdiri. Kami menyapu pandangan ke segala arah.
"Tapi, kalau memang benar itu adalah sumbernya, maka kita harus berhati-hati, karena kita ada dalam satu ruangan bersama si sumber. Tidak menutupi kemungkinan kalau kita bisa saja diserang tiba-tiba." Jelasku sebelum akhirnya kami berdua melangkah keluar dari dalam lingkaran dan menyebar ke penjuru ruangan untuk mencari keberadaan benda yang Bingley maksud.
"Itu sebabnya kau harus siaga. Jangan lengah sedikitpun." Sahut Leo yang sibuk mencari.
Beberapa saat kami hening dan sibuk pada kegiatan masing-masing. Aku mengangkat kotak dan meraba sesuatu di balik karpet--kalau saja seandainya ada pintu rahasia atau apa pun...
![](https://img.wattpad.com/cover/178829644-288-k855365.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lou Length: The White Woman
Misterio / SuspensoMungkin kisahku tak berhenti di situ saja. Ada rintangan lain yang menungguku di masa yang akan datang. Dan masa itu telah datang menghampiriku sejak suatu kejadian terungkap mengenai seorang temanku bernama Kipps. Di tambah lagi adanya berita meng...