16. Tell me about you

482 65 5
                                    

Ayen menengok kearah suara tangisan, ia menyuruh anak itu berdiri di depannya. Ayen tersenyum kecil saat melihat anak itu menangis sambil menutup mukanya dengan tangannya.

Tangan Ayen terulur mengelus surai rambut hitam anak itu yang sedikit lagi hampir habis. Ayen memegang tangan anak itu agar membukanya dari mukanya.

"Sst, jangan menangis. Kau kuat, hyung yakin kau kuat. Pasti sebentar lagi sembuh, kau tenang saja." bujuk Ayen.

"Ti-tidak, umurku tinggal beberapa minggu lagi. Aku takut hyung, ak-aku–" ucapan anak itu terhenti karna tangisannya makin besar.

Ayen langsung memeluk Cheong-In, mengelus punggungnya berharap anak itu berhenti menangis. Tapi Cheong-In makin menangis dan memper-erat pelukannya.

Tak lama, Cheong-In berhenti menangis walaupun masih sesegukan. Pintu lift terbuka menandakan mereka telah sampai dilantai kamar mereka. Cheong-In mengusap air matanya dan langsung mendorong kursi roda Ayen menuju kamar Ayen.

"Mau main?" tanya Ayen saat sudah didepan pintu kamarnya.

Cheong-In sedikit berpikir, "sepertinya tidak untuk sekarang. Kapan-kapan saja ya? Hyung istirahat saja. Aku juga harus balik."

Ayen mengangguk, "apa eomma mu menunggu mu?" tanya Ayen.

"Tidak, aku tidak punya eomma." jawab Cheong-in singkat.

"Lalu siapa yang menjaga mu? Tidak mungkin kau sendirian bukan?" tanya Ayen, ia sedikit khawatir. Bagaimana mungkin anak sekecil ini bisa sendirian tanpa ada yang mengurusinya?.

Cheong-in menggeleng, "berhenti menggali urusan hidupku hyung. Aku lelah berbicara tentang mereka, aku pergi. Oh ya, kamarku tepat di depan kamarmu." ucap Cheong-in lalu masuk ke kamarnya begitu saja.

Sebelum Cheong-in pergi, Ayen melihat ada air mata yang hampir jatuh di sudut dalam mata. Ayen tau, ada yang salah dengan Cheong-in. Karna Ayen pernah membaca buku psikolog tentang mimik muka seseorang.

***

Ayen sekarang sedang diam menatap jendela kamarnya, sekarang sudah malam. Aku ingin. Ayen sedari tadi mengucapkan dua kata itu. Ia benar-benar lelah dengan keadaan yang seperti ini.

Jika Tuhan sayang padanya, kenapa Ayen harus merasakan sakitnya seperti ini? Kenapa Tuhan tidak langsung mengambilnya dan biarkan Ayen bisa bahagia disana tanpa sakit. Pikir Ayen.

Ia iri dengan orang yang bisa menjalankan aktifitasnya seperti biasa, bukan hanya duduk, makan, minum obat, tidur, dan mengulang-ngulang semua kegiatan itu. Ia bosan.

Cklek.

Ayen menatap seseorang yang baru saja masuk ke kamarnya.

"Hyung." panggil orang itu dari kejauhan lalu ia datang lalu memeluk Ayen.

"Hei, kenapa? Tadi katanya tidak mau kesini?" tanya Ayen.

Cheong-in berpikir, ia seketika lupa ingin apa ia kesini, "oh! Aku mau cerita, hehe. Suster tidak ada yang mau dengar cerita ku, katanya mereka bosan." katanya diakhiri tawa kecilnya.

"Ya sudah, ceritakan saja. Aku bisa jadi pendengar yang baik." kata Ayen.

"Mau pangku, boleh?" tanya Cheong-In. Ayen hanya mengangguk lalu merentangkan tangannya.

"Aku mulai dari kisah hidupku yang berantakan." kata Cheong-In antusias, tapi Ayen malah terkejut mendengar itu.

"Jadi, aku mau jawab pertanyaan hyung soal eomma ku. Dia pergi saat aku masih umur 2 sampai 3 tahunan, disitu aku divonis punya penyakit kanker otak. Dan saat itu juga perusahaan appa bangkrut karna waktu itu sedang banyak penipuan. Appa stress, dia selalu pulang dengan marah-marah. Appa juga sering memukul eomma kalau eomma salah sedikitpun, eomma adalah orang yang paling kuat.

Dia selalu mengatakan padaku, jika aku besar jangan seperti appa. Karna appa jahat dan meninggalkan kami begitu saja. Eomma selalu men-support ku, dia baik, she is such angel. Aku kangen dengannya, tapi eomma sudah tinggal disana." ucap Cheong-In sambil menunjuk langit yang gelap.

"Dia bahagia, lihatlah. Aku bahkan bisa melihatnya tersenyum. Dia sudah pergi, dan aku akan menyusulnya dan kami akan bahagia. Tamat." ucap Cheong-In lalu tersenyum, Ayen tidak tau mengapa anak ini tersenyum saat keluarganya hancur, ditambah dengan beban hidup yang ia tanggung sendiri.

Ayen menangis, hatinya sakit saat melihat anak usia lima tahunan ini bercerita tentang keluarganya. Seketika Ayen memeluk Cheong-In, menepuk-nepuk kecil punggung anak itu berharap ia tidak sedih. Tapi justru Cheong-In lah yang menepuk Ayen agar tenang.

"Hyung, uljimayo*." ucap Cheong-In menenangkan. (*Jangan menangis).

"Apa hyung tau kenapa aku tersenyum? Karna aku bahagia karna Tuhan tau apa yang terbaik untukku. Hyung juga harus semangat! Jangan menyerah, semoga aku bisa melihatmu saat membunyikan ring in hope. I promise. Ingat hyung harus semangat. Aku yakin hyung bisa sembuh dan kita bisa bermain bersama lagi. Walaupun waktuku tidak sebanyak hyung." ucap Cheong-In, kini dia yang menitikkan air mata.

✘✘✘✘✘










Ada yg msh stay? Thx you♡

Bisa dibilang bonus sih, abis gabut. Kapasitas otak lagi di perbarui wkwk.

Typo? Maap zheyang•3•

Shining Star | Yang Jeongin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang