11. Sorry

546 67 9
                                    

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketukan pintu sedari tadi berbunyi menandakan akan ada suster yang datang untuk melakukan kemoterapi. Tapi Ayen malas untuk menyautinya.

Suara ketukan pun berganti dengan suara pintu terbuka. Ayen memperhatikan susternya sebentar, lalu pandangannya beralih lagi ke arah jendela.

"Maaf tuan, saatnya kemoterapi." basa-basi suster.

"Aku tidak mau." ucap Ayen singkat.

"Tapi ini kan harus tuan." suster langsung mengaba-aba untuk menyingkap selimut yang Ayen tutupkan ke seluruh badannya.

Tapi Ayen langsung menepis tangan suster itu.

"Aku bilang tidak mau, tidak sopan sekali." ucapnya yang pasti.

"Tapi ini perintah. Jika tuan tidak mau, tuan harus dipaksa."

"Dipaksa? Siapa yang menyuruhmu?" tanya Ayen.

"Pria itu." ucap suster itu yang menunjuk ke arah laki-laki yang ada di depan pintu. Ayen memandang ke arah yang di tunjuk. Matanya memicing untuk melihat lebih jelas siapa pria itu.

"Kau?!" ucap Ayen saat melihat siapa pria yang suster maksud. Pria itu hanya tersenyum ke Ayen. Tapi berbeda dengan Ayen, sorot matanya menjadi tajam.

"Mau apa kau disini?!" bentak Ayen, tapi pria itu malah mendekat.

"Aku jelaskan saat kau sudah menyelesaikan kemoterapi." ucapnya sambil mengelus kepala Ayen.

"Tidak usah menyentuhku. Aku tidak mengenali mu, pergi!" ucap Ayen, entah mengapa ia masih marah.

"Tidak, aku tidak akan pergi sebelum aku menjelaskan maksudku kesini. Suster tolong bawa anak ini ke ruang kemoterapi." titah pria itu. Tapi Ayen hanya menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aki tidak mau. Disana panas, aku tidak suka." rengek Ayen hampir menangis, entah mengapa ia menjadi seperti anak kecil.

"Tapi ini untuk kesembuhanmu, kau harus tahan." pria itu memberi semangat kecil ke Ayen. Tapi Ayen tetap menggeleng.

"Tidak, disana panas, itu neraka bagiku." ucap Ayen, mutiara kecil dan bening jatuh melewati pipinya yang mulai tirus.

"Tapi ini harus, kau mau sembuhkan?" tanya pria itu.

"Untuk apa semua ini? Untuk apa?! Percuma, ini hanya membuang-buang uang. Semua ini tidak berguna, aku juga akan mati kan walaupun tetap mengikuti kemoterapi." ucap Ayen, air matanya mulai mengalir.

Pria itu mengelus kepala Ayen, rambutnya makin lama, makin menipis. Pria itu hanya tersenyum paksa.

"Tapi ini namanya berjuang, kau pasti bisa sembuh." ucap pria itu meyakinkan. Tapi tangisan Ayen menjadi meledak.

"Apa kau tuli? Aku tidak akan sembuh." ucap Ayen, ia duduk dan mengusap air matanya.

"Tidak, adik hyung pasti sembuh." ucap pria itu sambil memeluk Ayen. Dan dengan itu, Ayen semakin menangis.

"Hyung.." lirih Ayen di dekapan pria itu. Tapi sayangnya tidak terdengar sampai pria itu.

"Hyung.. Bangchan hyung, Dad.." panggil Ayen lagi.

"Yes?" seru Bangchan.

"Apa kau akan menetapi janji mu?" tanya Ayen sambil menyeka air matanya.

"Janji? Ah, yang membelikan sesuatu?" tanya Bangchan sambik mengingat-ngingat.

"Ya." jawabnya singkat.

"Pasti aku menetapinya, memangnya kau mau apa?" tanya Bangchan langsung tersenyum manis ke arah Ayen.

"Aku mau sehat, belikan aku kesehatan. Aku tidak mau sakit, aku tidak mau kemoterapi, aku tidak mau semua yang berhubungan dengan rumah sakit. Aku ingin sembuh hyung. Itu yang hanya aku inginkan." rengek Ayen, ia kembali menangis. Menangis dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang hampir penuh dengan selang infus.

Bangchan hanya diam, ia bingung. Tak lama, ia kembali tersenyum.

"Untuk yang itu aku tidak tau, itu tergantung kemauan kamu untuk sembuh. Sorry, jika aku tidak bisa melakukan lebih dari itu." ucap Bangchan, raut muka sedihnya ia tutupkan sebisa mungkin.

"Sekarang kau ke ruang kemoterapi ya? Hyung antarkan." ucap Bangchan yang langsung menurunkan Ayen ke kursi rodanya.

"Sus, biar aku yang dorong, boleh?" tanya Bangchan yang langsung diangguki oleh suster.

Disaat perjalanan, Ayen masih sesegukan ia masih sedikit menangis, walaupun sudah ia tahan sebisanya.

"Tunggu, maaf. Kau hanya boleh sampai disini." ucap suster saat Bangchan hampir memasuki ruang kemoterapi.

"Ah, baiklah. Yen, hyung hanya bisa mengantarkan mu sampai disini. Semangat! Kau pasti sebentar lagi sembuh, hyung yakin." Bangchan menyeka air mata Ayen, mengecup puncak kepala Ayen dan memeluk singkat Ayen.

"Daddy bangga, kau kuat sampai disini." ucap Bangchan, dan lagi-lagi tersenyum.

                              ✘✘✘✘✘

Ada yg mencium bau2 mau end?
Wkwkwk

Typo? Comment atuh :]

Dah ya, istri Hyunjin cape
Mau ditidurin dulu sama hyunjin🌚












































































































































Di dongengin mksdnya, sini yg pikirannya kotor aku cium
:3

Shining Star | Yang Jeongin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang