Hari itu mendung, kami berada di pelataran teras rumah kami. Dalam hunian dua lantai bergaya tropis yang didominasi batu bata ekspos dan kayu jati.
Sekali lagi kubilang, cuma berdua.
Aku dan kakakku.
Lelaki jangkung itu masih belum berganti baju, betah memakai seragam sekolah dan menenteng tas di badan.
Belum 10 menit dia tiba di rumah dan seperti kebiasaan yang sudah-sudah dia akan berjingkrak menubruk tubuhku, lalu merangkul lengan erat-erat.
Kepalanya dia uselkan di perutku.
"Apa-apaan, sih, kak?"
Seokjin tidak langsung menjawab. Cengkraman jemarinya menyakiti permukaan kulitku. Dia menghirup napas lamat, lalu berkata semangat, "Sebentar lagi, kita akan memiliki anggota keluarga baru."
"Ibu sedang hamil ya sekarang?"
Seokjin menatapku penuh arti dan berbinar. Kedua pipinya luar biasa merah, "Salah.. ini hadiah dan rahasia. Kau pasti bakalan senang, nanti. Tunggu saja."
Aku cemberut, jika memang niatnya rahasia, kenapa justru diumbar sekarang?
Bikin penasaran saja!
"Memangnya kakak mau memberiku apa?" Aku bertanya seadanya, menyodorkan buku latihan pada Seokjin.
"Sesuatu." bisiknya, Seokjin mendesah malas sewaktu mendapat buku dariku, "Jangan bilang kau minta aku mengerjakan PRmu lagi, Kim kecil?"
Aku cengengesan, "Pwease.." pintaku merayu, agak berjinjit dan mencuri kecupan di pipinya, "Aku sangat menyayangi kakak. Hehehe.."
Sedikit info bahwa kakakku ini memang jauh dari tipikal pria yang berparas jantan dan kekar. Hey, bukan berarti dia pun feminim. Dia juga bukan lelaki metroghini yang ngondek sana-sini.
Dia hanya seorang remaja puber yang memiliki hati penyayang dan luar biasa baik hati--setauku.
Selalu mementingkan orang lain, terutama keluarganya. Seolah menitis akan turunan kasih lembut Ibu Surgawi.
Aku pun begitu, sangat dan amat mencintai kakakku yang berjiwa keibuan.
Kami duduk bersebelahan di bangku, ditemani pot gantung yang segar. Aku menggenggam segelas jus apel dan memangku setoples oreo yang hampir tandas, yang isinya kujadikan camilan barusan.
Sementara itu, Jin duduk membungkuk sambil menulis sesuatu. Ia tengah menyelesaikan tugas sekolahku dengan serius.
"Kak Seok.."
"Wae.." sahutnya tak niat, masih fokus menyelesaikan.
Aku yang semula duduk angkat satu kaki ala warteg kini melipat kaki ke sofa, "Kenapa sih kakak bisa seputih ini? Pakai suntik formalin, ya?"
Seokjin terperangah, lalu tertawa geli "Dih, ngaco."
"Eee, serius aku kak. Gini ya, aku tuh ga suka banget pas dibanding-bandingin ama kakak. Bahkan, pas mama jemput Tae di sekolah, dia bilang aku anak pungut dari kolong jembatan." Bibirku terlengkung murung, menyiratkan kesal juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA | KOOKV YOONTAE MINV
Sonstiges{segala hal, tokoh, karakter, alur hanyalah fiksi. Tidak boleh dikaitkan dengan kehidupan member asli.} Pernah mendengar manusia yang tujuan hidupnya adalah mati terlindas ban tronton, tertembak peluru, gantung diri, minum racun alias bunuh diri? Ko...