Menjalin kasih selama empat tahun sudah cukup bagi Kanyarila Anardi. Dimulai dari ia yang masih duduk di Sekolah Menengah Atas sampai menempuh pendidikan di salah satu Universitas di kotanya.
Pada tahun kemarin ia sudah bertunangan dengan Aditya Gananda—kekasihnya. Adit, seorang lelaki yang memiliki paras yang manis, mempunyai lesung di pipi kanannya, dengan kumis tipis yang tumbuh di atas bibirnya.
Sepulang dari kuliah, Kanya berencana menelepon tunangannya, dengan harapan teleponnya dapat di terima.
“Dit?”
“Hm.”
“Nanti keluar yuk?” tanya Kanya sambil melihat langit di kamarnya.
“Lihat nanti ya.”
Lihat nanti ya.
Lihat nanti.
Nanti. Pasti ujung-ujungnya nggak bisa.
“Nggak bisa ya?” Kalau boleh jujur, Kanya rindu dengan tunangannya. Emang benar kata Dilan, rindu itu berat.
“Maaf ya, Sayang. Kalau aku udah nggak sibuk, janji bakal nemenin kamu kemanapun kamu mau. Aku janji.”
Jeda beberapa detik. Mata Kanya tiba-tiba memanas, Adit juga pernah mengatakan hal serupa kepadanya. Tetapi apa yang terjadi? Adit sibuk terus, jarang—bahkan nggak pernah—ada waktu buat dia.
“Sayang?”
“Maaf ya. Kali ini aku janji kok.”
Kanya menggigit bibir bawahnya, menengadah keatas agar lelehan air matanya tak keluar. “Em, oke... nggak papa kok.”
Terdengar suara tarikan napas dari telepon nya. “Maaf ya kalau aku sibuk terus, jarang ketemu kamu, jarang nepatin janji, maaf ya...”
Kanya mengembuskan napas dalam-dalam. “Iya, nggak papa.”
“Hm... aku matiin ya teleponnya? Nanti aku telepon lagi.”
“Ya,” jawab Kanya singkat.
“Love you, Sayang.”
Belum sempat ia menjawab, telepon sudah di matikan oleh Adit. Dengan masih perasaan yang sesak, Kanya mencoba menghubungi nomor sahabatnya.
“Halo, Nya?”
“Mau temenin gue nggak, Sin?”
“Lagi suntuk ya? Mau kemana emang?”
Namanya, Cindy Fazura biasa ia panggil Sin, temannya Cos dan Tan.
“Kemana aja, yang penting sama lo.”
Cindy tertawa mendengar ia mengatakan itu. “Yah, padahal gue mau jalan sama doi. Tapi lo juga butuh gue.”
Kanya mendengus lalu berkata dengan nada. “Ayolah, Sin~”
“Iyaaaaaaa, ayo...”
Kanya bersorak senang. “Gue jemput ya, Sin? Lo mau kemana, gue siap anterin deh... tapi kalau gue nggak bad mood ya.”
“Omong kosong.”
Cibiran dari Cindy membuat Kanya tertawa terbahak-bahak. “Yaudah, gue mau otw kerumah lo, makasih sahabat gue yang paling pinter.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Merci Beaucoup
Roman pour AdolescentsMenjalin hubungan selama empat tahun sudah cukup bagi Kanya. Selama mereka bersama, banyak lika-liku yang harus mereka hadapi. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk bertunangan. Sanggupkah mereka untuk tetap setia hingga ke tahap pernikahan?