Menjalin hubungan selama empat tahun sudah cukup bagi Kanya. Selama mereka bersama, banyak lika-liku yang harus mereka hadapi. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk bertunangan. Sanggupkah mereka untuk tetap setia hingga ke tahap pernikahan?
Hesa K : besok gue bawa kok flashdisknya Hesa K : sori yaa, grgr gue kita nggak jadi maju
Reka Ardha : sadar juga lo, njeng
Eh nggak boleh gitu sm mantan gebetan
Arjuna : mentang2 udah mantan jd musuhan
Reka Ardha : siapa? Lo sm kanya ya jun?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arjuna : sa, lo ga di akuin jd mantan gebetan wkwk
Mirip lo ya ka wkwk
Hesa K : sori gue ga punya mantan gebetan kek dia, eww
Gue suka kalian saling caci
Reka Ardha : emg gue sudi? Reka Ardha : punten, mantan gebetan gue cantik semua, ga buluk kek dia
Arjuna : @hesak baca sa, lo dikatain buluk
Hesa K : HEH! GUE NGGAK BULUK YA! MATA LO AJA YG KEDUT2 MAKANYA NGGAK BISA LIAT KECANTIKAN GUE
Gue suka kalian saling benci
Reka Ardha : gakenal
Aliyah Ismi : udah, kasian hesanya di bully
Reka Ardha : kasian sm aku juga ga yang?
Arjuna : cowoknya ali temen gue loh ka, mau gue aduin?
Hesa K : HAHAHAH MAMPUS! ADUIN AJA JUN ADUIN, EMG MUKANYA PENGEN BGT DITONJOK
Reka Ardha : bgst
Aliyah Ismi : jgn dong jun
Reka Ardha : mampus dimarahin sm aliyah
Bacot ka
Hesa K : bacot ka (2)
Arjuna : (3)
Aliyah Ismi : tugas tambahan dari Bu Sani jgn lupa di kerjain, udah aku wa ya. Semangat! (read by 4)
***
Setelah membaca pesan Aliyah di grup, Kanya bergegas mengerjakan tugas tambahan dari Bu Sani. Tugas merangkum materi Bu Sani dari sebelum uas hingga uas tiba. Dan itu cuma berlaku untuk kelompoknya saja.
Sebenarnya Kanya ingin protes, tapi Arjuna menahannya. Katanya, sudah cukup kelompoknya membuat Bu Sani marah.
Kalau boleh jujur, merangkum bukan ahli Kanya. Ia bisa menulis tiga paragraf dari satu materi, anggap saja dia bodoh, bukankah merangkum mencari poin yang sangat penting? Dan Kanya menganggap materi yang sudah ia catat, sudah tak bisa ia rangkum. Memang pantas dirinya mendapat umpatan dari dosen.
Sudah tiga jam lamanya Kanya mengerjakan tugas dari sang dosen, dan akhirnya ia bisa bernapas lega saat melihat beberapa kertas yang sudah siap ia kumpulkan besok. Dengan perlahan Kanya merebahkan tubuhnya di ranjang, memejamkan mata guna menikmati busa empuk di balik punggungnya.
Sungguh melelahkan.
Kanya membuka matanya, menghela napas pelan, kemudian menjulurkan tangan ke meja nakas, menggapai benda pipih yang sedari tadi bergetar. Kemudian menggeser tombol hijau yang tertera di ponselnya, lalu menempelkan di telinga kanannya.
“Lo di mana?”
Kanya duduk dengan punggung yang bersandar di ranjang. “Rumah.”
“Loh? Gue kirain lo lagi di luar.”
Kanya mengernyit bingung. “Enggak. Emang kenapa?”
Lama tak dijawab. Kanya bertanya sekali lagi. “Kenapa sih, Jun?”
“Gue tadi lihat Adit.”
“Ya?”
“Sama cewek.”
Kanya terdiam. Pikirannya sedang berkelana mencari kejanggalan yang terjadi beberapa hari yang lalu, tapi tak kunjung ia temukan.
“Nya? Gue kira itu lo, mau gue sapa tapi gue ragu. Makanya gue tanya sama lo.”
Suara Arjuna sudah tak ia dengarkan lagi, dengan tergesa Kanya beranjak dari kasur lalu mengambil jaket yang ia gantungkan di belakang pintu. Tanpa memperdulikan keadaan rumah yang sudah sunyi, Kanya mengendarai motor matic nya menuju rumah Adit.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, Kanya memberhentikan motornya di halaman rumah Adit. Tanpa melepas helm, Kanya mengetuk pintu warna coklat di depannya.
Pintu terbuka, menampilkan sosok wanita yang sudah melahirkan tunangannya. “Kanya?!”
Kanya tersenyum lalu melepas helm di kepalanya. “Bun.”
“Masuk-masuk,” suruh Bunda Adit, menggiring Kanya agar masuk ke dalam rumah.
“Mau minum apa? Tumben ke sini malem-malem.”
Kanya menggeleng cepat. “Kanya di sini nggak lama kok, Bun.”
“Bunda tadi abis bikin cake, kamu bawa pulang ya,” ujar Bunda, menatap wajah tunangan anaknya itu.
“Nggak usah repot-repot, Bun.”
“Nggak repot kok, tadinya Adit mau Bunda suruh bawa ke rumahmu tapi dari tadi belum pulang.”
“Adit belum pulang, Bun?” tanya Kanya terkejut.
Bunda mengangguk. “Iya, padahal biasanya pulang jam tujuh malem, eh sampai jam sepuluh Bunda tungguin, nggak pulang-pulang.”
Jadi yang dikatakan oleh Arjuna benar?
“Bentar ya, Bunda ambil cake nya dulu.” Bunda mengelus lengan Kanya. Kanya termenung sejenak, memang terakhir Adit menghubunginya ketika dia menawarkan diri untuk menjemputnya. Kanya pikir, setelah mengantar ia pulang, Adit langsung menuju ke rumahnya.
Bunda membawa beberapa kantung plastik di tangannya lalu meletakkan di hadapan Kanya. “Ini, Nak. Jangan lupa diabisin ya, kalau mau nambah, boleh, langsung ke rumah aja. Biar Adit yang jemput kamu.”
Kanya tersenyum tipis sembari mengangguk. “Makasih, Bun.” Kemudian Kanya beranjak dari duduknya. “Udah mau jam sebelas, Kanya pulang dulu, Bun.”
“Kamu nggak mau nunggu Adit, Nak? Biar diantar pulang sama Adit.”
“Nggak papa, Bun. Ini Kanya udah disuruh Ibu pulang.” Kanya berjalan keluar rumah sembari menggandeng lengan Bunda.
Bunda mengangguk-angguk paham. “Hati-hati ya, Nak.”
Kanya meraih tangan Bunda lalu menciumnya dengan lembut. “Iya, Bun.”
Sebenarnya Adit ada di mana? Dan.. siapa cewek yang Arjuna bilang tadi?
***
Koreksi ya kalo ada typo, atau bahasa yang berlebihan dan kurang cocok :)