Ketiga

608 299 798
                                    

"KANYAAAA! NYA, LO HARUS LIAT INI! ASTAGA...."

Teriakan dari Cindy terdengar begitu keras ketika Kanya masuk ke dalam kelas. Ia meletakkan totebagnya di meja lalu menghampiri Cindy yang berdiri sembari memperlihatkan foto seseorang.

"ANJER! UHHH KAI KUUUU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"ANJER! UHHH KAI KUUUU... PUNDAKNYA PENGEN BANGET DI SENDERIN..." heboh Kanya sambil mendekatkan layar ponsel ke wajahnya. Cindy tersenyum lebar, "Gila! Emang gila sih!" Cindy mengibas-ngibaskan tangannya ke wajahnya.

"Ini pakai tanktop kan? Ngapain sih pakai dalaman, mending gausah. Kan gue pengen ngintip dadanya, ya... meskipun cuma dikit," ucap Kanya kepada dirinya sendiri.

Cindy yang mendengar ucapan Kanya langsung menyerbu. "Tau nih, udah tau sexy malah ditutup-tutupi..."

"Wajahnya kenapa murung ya Sin?" tanyanya kepada Cindy. Cindy mengernyitkan alisnya, "Lo kok bego sih? Ya karena chat nya nggak gue bales, abis kemaren gue sibuk nemenin elo."

Kanya mencibir. "Makin halu lo!"

"Yaudah sih, emang kenyataan," dengus Cindy sambil merebut ponselnya kembali. Kanya mendengus lalu menatap wajah Cindy yang terlihat lebih... kucel.

"Habis dari mana Sin? Kucel amat dih." Kanya memegang kedua pipi Cindy, menggoyangkan kekanan dan kekiri.

Cindy menepis tangannya pelan. "Gue abis kejar-kejaran sama Ari, sialan emang tuh anak," dumel Cindy, menuju mejanya lalu mengambil peralatan make up.

Kanya tertawa terbahak-bahak, ia ingat wajah Ari-teman Cindy dari fakultas teknik pasti wajahnya nggak jauh berbeda dari wajah Cindy saat ini.

"Udah pacaran aja, cocok kok lo sama dia," goda Kanya yang masih tertawa.
Cindy tersenyum simpul tidak menanggapi godaan Kanya, ia lebih memilih merias wajahnya. "Nanti lo di jemput sama Adit?"

"Mungkin," jawab Kanya singkat.

"Kok mungkin? Biasanya juga jawab iya atau enggak." Cindy menghentikan polesan lipstik di bibir nya saat mencium gelagat aneh dari Kanya.

"Gue ada janji soalnya nanti," ujar Kanya pelan lalu memandang ke segala arah.

"Sama?" Cindy mendekatkan diri, mengambil kursi yang di samping kanan lalu menggeretnya untuk ia duduki.

"Dean."

"Udah izin sama Adit? Kalau belum, mending sekarang izinnya. Gue takutnya Adit malah salah paham," kata Cindy sambil menatapnya lekat.

"Belum sih, tapi nanti aja deh. Lagian pasti sekarang Adit lagi sibuk-sibuknya."

"Awas aj—"

"Selamat siang..."

Belum sempat Cindy menyelesaikan perkataannya, Dosen Bahasa Indonesia sudah masuk ke dalam kelas. Cindy segera berdiri dan mengembalikan kursi ke tempat asalnya.

Ponsel Kanya bergetar menandakan adanya pesan yang masuk. Dengan gerakan pelan ia membuka pesan tersebut sembari melihat ke depan.

A. Gananda: pulang jam berapa nanti?

Nggausah jemput

A. Gananda: kenapa? Mau keluar sm cindy?

Ada perlu

A. Gananda: sama? Mau aku jemput di sana?

Tanpa membalas pesan Adit, Kanya kembali memperhatikan penjelasan dari sang dosen.

****

Pukul tujuh malam hari. Adit berencana pergi ke rumah Kanya tetapi sebelum itu ia akan membeli makanan kesukaan tunangannya itu.

Ia memberhentikan motor di pinggir penjual martabak telor. "Bang, dua ya," kata Adit kepada Abang penjual.

"Siap Mas."

Sembari menunggu pesanannya jadi, Adit mencoba menghubungi Kanya. Gagal. Ia coba lagi. Gagal lagi. Ia coba lagi. Hingga Adit memutuskan untuk mengirim pesan.

Udah plg? Aku hbs ini mau kerumah

Adit mengernyit heran. Tumben pesannya centang satu, bukankah biasanya tunangannya selalu mengaktifkan ponselnya?

"Ini Mas," kata Abangnya sembari membawa pesanannya.

"Oh iya, Bang. Makasih, Bang." Adit mengambilnya sembari memberikan uangnya kepada penjual martabak lalu melajukan motor menuju rumah Kanya.

"Makasih ya, Yan."

Perkataan Kanya membuat Adit memelankan motornya. Ia menyipitkan matanya melihat, siapa yang sedang bersama dengan tunangannya?

Laki-laki tersebut tertawa kecil. Mengacak rambut Kanya pelan,namun dengan cepat Kanya menepis tangan dari laki-laki itu.

Terlihat Kanya mengangguk sembari tersenyum lebar, melambaikan tangan ketika laki-laki itu mulai meninggalkan rumah Kanya.

Adit segera menghampiri Kanya sambil memarkirkan kendaraannya. "Sayang?"

Kanya segera tersenyum manis. "Hai, kamu ke sini? Kirain enggak."

"Kamu.. baru pulang? Habis dari mana?" tanya Adit menyipitkan matanya.

"Ada perlu. Oh iya, bawa makanan nggak? Aku laper," rengek Kanya sembari mengelus perutnya.

Adit tertawa kecil melihat tunangannya yang merajuk, ia kembali ke motornya lalu mengambil makanan yang ia beli tadi. Ia masih memikirkan lelaki tadi. Sebenarnya dia siapa? Kenapa mengantar Kanya-tunangannya?

"Adit? Mana makanannya?" teriakan dari Kanya membuyarkan lamunan nya. Adit menghela napas panjang sembari menggelengkan kepalanya dari pikiran buruk.

Ia berjalan cepat menghampiri tunangannya yang tengah menunggu. "Ini, martabak telor kesukaan kamu."

Kanya menjijit lalu mencium pipi Adit begitu lama. "Makasih, sayangku..." ia menghirup aroma makanan yang masih terbungkus.

"Yuk masuk, kita makan bareng ya.." ajak Kanya menarik tangan Adit untuk masuk ke dalam. Melihat ke-antusias-an dari tunangannya membuat perasaan Adit menghangat.

***

Bahasanya belibet hehe

Merci BeaucoupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang