Kedelapan

373 148 566
                                    

Koreksinya uy xoxo

***

"Haiiiiii, Nya...."

Kanya yang sedang sibuk bermain ponsel, langsung mendongak. "Hai." Tanpa senyum, tanpa ekspresi, Kanya menjawab sapaan itu dengan datar.

"Soal yang kemaren malem, sori ya. Gue nggak bermaksud meluk Adit, gue reflek aja meluk dia," katanya santai.

Kanya hanya mengangguk dengan pandangan yang masih mengarah ke ponselnya.


"Nya, lo nggak mau maafin gue?" ucap Cindy sembari menggoyangkan bahunya pelan.

Ganggu amat, Kanya meletakkan ponselnya di meja dengan keras.

"Lo nggak lihat, gue lagi ngapain? Lagian kalau nggak sengaja, yaudah sih. Udah berlalu juga," cetus Kanya, mendelik pada Cindy.

Cindy terkekeh dan menghentikan goyangan di bahunya. "Kan gue kirain, lo nggak mau maafin gue."

Kanya tersenyum lebar dengan paksa lalu memegang tangan Cindy yang masih memegang bahunya. "Udah gue maafin, Sin. Lupain aja ya."

"Baiknya sahabat gue!" Cindy memeluknya sekilas. "Nanti gue main kerumah lo ya? Nggak papa kan?" tanya Cindy, ketika dia sudah duduk di samping Kanya.

"Iya," balasnya singkat.

Getaran ponsel terdengar di telinga Kanya. Dengan tak peduli, Kanya melanjutkan permainan yang tadi sempat tertunda.

"Iya? Udah sampai kok. Nggak bisa, nanti aku mau main kerumah temen. Iyaa. Oke, love you too."

"Siapa, Sin?" tanya Kanya, setelah Cindy mematikan sambungan teleponnya.

Cindy menoleh. "Doi gue," kata Cindy tertawa kecil.

Mendengar jawaban dari Cindy, Kanya dengan segera langsung mempause permainannya, ia membelalakan matanya, terkejut. "Siapa yang mau sama lo, anjir?"

"Sialan lo!" dengus Cindy. "Temennya kakak gue," lanjutnya sembari mengeluarkan buku dari tasnya.

Kanya tertawa lalu memicingkan matanya, "Jangan lupa traktirannya! Awas kalau sampai lupa."

"Nggak ada traktiran buat lo!" Cindy menjulurkan lidahnya.

"Iya deh, yang pelit mah emang kayak anjing." tanpa menghiraukan Cindy, ia beranjak dari duduknya.

Cindy mengumpat pelan tanpa mencegah Kanya yang sudah berlalu dari pandangannya.

"Nanad!" sapa Kanya sembari merangkul leher Nadiya dan juga memberi kecupan di pipi.

"Penting nggak?" tanya Nadiya, memandang malas kearah Kanya.

Kanya mencebik lalu mencubit keras pipi Nadiya, "Gue rindu sama lo."

Nadiya meringis kesakitan sembari menyentak keras tangan Kanya, "Sana pergi! Dateng aja kalau ada butuhnya."

"Gue kan nggak kayak gitu," ujar Kanya, memang ia sangat jarang menemui teman semasa ospeknya, bukan karena sombong atau apa, cuma karena ia malas menuju tempat Nadiya duduk-yang sangat jauh dari tempat duduknya.

Merci BeaucoupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang