ROMPIS { 12 }

944 24 0
                                    

~*~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~*~

Setelah memarkirkan mobil, Wulan mulai memasuki koridor sekolah. Saat Wulan berjalan melewati koridor depan, ia mendengar suara Bella yang cukup jadi perhatian untuk orang disekelilingnya. Ia terlihat mendekati Sam dan kawan-kawannya yang sedang asyik bermain basket di lapangan sekolah, namun hanya Roman yang tidak terlihat di sana. Kemana anak itu?

"Samuel!" panggil Bella.

"Kenapa?" jawab Sam sambil mendekati Bella.

"Sam, Roman mana sih? Dari tadi kok nggak kelihatan?" tanya Bela khawatir. Pasalnya kemarin ia hendak memberikan sebuah bingkisan kepada Roman namun ditolak dan Roman menyuruh Bella untuk memberikan bingkisan itu esok harinya.

"Roman? Nggak tau? Telat kali dia? Belom dateng.. Emang kenapa?" tanya Sam balik.

"Sam, gue minta tolong dong sama lo? Tolong lo telponin Roman ya?" Ucap Bella seraya memohon.

"Kok gue sih? Lo aja lah!!" jawab Sam dengan dingin.

"Ya iyalah! Lo kan temennya? Telponin ya? Ya?"

Sam berdecak kesal, ia langsung merogoh kantung celananya untuk mengambil handphone-nya lalu menelepon Roman.

"Hallo, Man.. Lo di mana?"

(...)

"Hah? Lo sakit?"

(...)

"Hei, dia sakit apa kah?" tanya Carlo antusias.

"Demam, katanya demam," jawab Sam.

(...)

"Ini ada Bella nih, katanya mau ngomong sama lo!"

Lalu dengan cepat Bella meraih handphone Sam, dengan segera ia menanyakan keadaan Roman saat ini.

"Hallo, hallo Roman.. Kamu sakit apa? Kamu udah minum obat belum?"

(...)

"Ya udah, kalo gitu nanti aku jenguk kamu ya! Nanti aku bawain makanan, minuman atau buah-buahan.. Kamu mau?"

(...)

"Eh! Roman.."

Telepon tertutup. Bella yang cukup kesal karena sikap roman yang sekarang dingin padanya, membuat dirinya tak lagi bisa menjadi prioritas Roman.

"Roman itu cuma demam! Bukan kecelakaan," ucap Sam seraya tertawa kecil.

"Iya, flu itu tidak bikin mati.," Sahut Carlo, lalu mereka melanjutkan bermain basket.

~*~

Setelah pulang sekolah, Wulan bermaksud menjenguk Roman ke kost-annya. Saat sampai di kost-an Roman, kebetulan pintu tidak dikunci. "Ceroboh sekali?" Gerutu Wulan sembari membuka pintu.

Wulan pun mendapati Roman terbaring lemas di kasurnya. Ia mendekati Roman yang tengah tertidur lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi Roman. "Badannya panas lagih?"

Wulan pun pergi ke dapur, lalu memasak air hangat untuk mengompres dahi Roman.
Setelah membawa sebaskom air hangat dan sebuah handuk, Wulan langsung merendam handuk tersebut dan memeras airnya.

Setelah mengompres roman, sesekali Wulan memandangi kamar milik Roman. Baru kali ini WuLan melihat kamar cowok selain kamar Papanya dan Rahman. Kamar Roman lebih kecil namun menarik dan unik untuk ditempati. Dia memang pecinta sastra, lihat saja banyak kumpulan puisi dari maestro puisi ternama di belahan dunia. 

Saat Wulan mencoba mengelilingi seisi kamar, ia melihat jas hujan pemberian WuLan yang sudah terpajang di dekat lemari baju Roman.

"Bukannya kemarin, Roman kasih ke Karin ya?" gerutu Wulan bingung.

Lalu Wulan mengoreksi jas hujan tersebut, "Loh.. Kok robek sih? Terus ini siapa lagi yang jahit? Jelek banget?" Ucap Wulan lirih sambil melihat jahitan di jas hujan yang tidak rapi.

Tiba-tiba Roman mengigau.

"Ngapain lo di sini?" ucapnya cukup keras.

Tanpa berbalik, Wulan menjawab pertanyaan Roman, "Oh, gue.. Gue cuma mau jenguk Lo kok!"

"Mak.. Mamak.."

Doeng!

"Kok gue dipanggil Mama sih?" gerutu Wulan tambah bingung.

"Resek banget sih lo!" ucap Wulan sambil berbalik. Wulan masih dalam keadaan berbaring, matanya masih tertutup, nafasnya juga masih beraturan.

"Man?" Panggil Wulan sambil duduk di dekat ranjangnya lalu melambaikan tangan di depan wajahnya.

Tiba-tiba Roman meraih tangan Wulan, "Ehh?" ucap Wulan kaget.

"Jangan tinggalin aku, Mak.." ucap Roman mengigau lagi.

"Dasar, Roman Picisan! Sadar udah nyebelin, sekarang? Lagi sakit nyebelin juga!" gerutu Wulan kesal.

Lalu Roman menarik tangan Wulan dan memeluknya. Awalnya memang Wulan membiarkan tangannya terus ada di genggaman Roman, namun beberapa menit kemudian Wulan merasa kebas.
"Aduh.. Mau sampe kapan nih kaya gini? Tangan gue udah mulai kebas lagih?"

"Man? Man?" panggil Wulan dengan hati-hati.

"Udah jam brapa ya?" ucap Wulan sambil celingukan mencari jam di kamar Roman. Tidak ada jam dinding.

Lalu Wulan melirik jam tangannya yang berada digenggaman Roman.

"Aduh udah jam 4 lagih?" Wulan mulai mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Roman. Dan Berhasil!

Wulan juga melepas handuk yang masih tertempel di dahi Roman, lalu menempelkan punggung tangannya pada dahi Roman. Namun, tiba-tiba jiwa iseng Wulandari muncul untuk mengerjai cowok yang menurutnya resek ini.

"Mumpung lagi tidur, kayanya seru deh kalo gue kerjain.." ucapku sambil mencari benda apa yang cocok buat ngerjain cowok nyebelin ini.

Wulan menemukan priwitan!

"Eh, ada priwitan.. Dia kan pernah ngerjain gue pake ini pas gue lagi tidur? Saatnya gue balas dendam," ucap Wulan lalu hendak meniup priwitan itu.

Namun, saat hendak ditutup, rencana itu pudar karena mengingat Roman sedang sakit,
"Huh, Wulan.. Lo jahat banget sih? Roman kan lagi sakit! Masa' iya gue kerjain?" gerutu Wulan menyalahkan dirinya sendiri, lalu memandang Roman sambil tersenyum.

"Cepet sembuh ya, Man.." ucap Wulan lalu memeras kompres untuknya, lalu menempelkan kompres itu kembali di atas dahi Roman.

Wulan pun berdiri dan mengembalikan jas hujan yang  ia ambil dari tempatnya semula, setelah itu keluar dari kost-annya.

Saat WuLan hendak keluar, teman Roman yang bernama Martin datang. "Wihh, ada juga yang bening di kost-an ini, baah!" gerutunya lalu menatap Wulan dengan ekspresi heran.

"Haii.." sapa Wulan berusaha ramah.

"Hei.. Yang mana gerangan kamar kau? Tak pernah ku tampak kau disini?" tanyanya.

"Oh, nggak.. Gue nggak tinggal di sini, tadi gue abis jenguk Roman.. Dia lagi sakit kan?" jawab Wulan.

"Owh gitu.. Ya, ya, ya."

"Ya udah kalo gitu gue balik dulu ya!" ucap WuLan berpamitan.

"Iya, hati-hati.."

🌻🌻🌻

-ROMAN PICISAN-
To be continued~
🖤

ROMAN PICISAN { Revisi }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang