ROMPIS { 19 }

885 14 1
                                    

Jauh darinya selalu membuat khawatir, padahal bukan siapa-siapa?

※※※

Pagi ini Roman sudah kembali ke Jakarta. Hari-hari selama di Medan ia gunakan penuh untuk menjaga Bapaknya, sampai-sampai Roman rela tidak kembali ke Jakarta untuk membantu Bapaknya yang masih belum pulih dari kecelakaan. Namun, bapaknya selalu menolak. Bagi Bapak Roman, pendidikan adalah nomor satu, Roman tidak boleh putus sekolah hanya karena Bapaknya.

Di perjalanan menuju sekolah, Roman kembali teringat ucapan karin saat itu.

"Sama², Man.. Tapi jangan gue doang yang lo ucapin makasih.. Karna masih ada satu orang lagi yang harus lo ucapin makasih.." ucap Karin.

Dan sekarang Roman tau, siapa yang Karin selama ini maksud. Saat ini orang yang Roman cari sedang menginap di rumah sakit karena beberapa hari yang lalu kecelakaan.

Setelah mendapatkan nomor ruang rawat inap, Roman segera masuk dan melihat seorang perempuan berbaring di blankar sdmbari menatap layar ponselnya, kesal.

"Lan.." Perempuan itu menengok ke arah Roman, lalu berusaha bangun dari ranjangnya.

Pelangi itu, kini bisa kulihat lagi warnanya..
Senyum itu, kini bisa kurasakan lagi manisnya..
Bidadari itu, masih tetap sama indahnya..
Masih tetap sama namanya..
Masih tetap Wulandari yang ku puja..

"Roman.." panggilnya lirih.

Roman menutup pintu lalu mendekatinya perlahan.

"Roman.." panggilnya lagi.

Wulan hendak meraih wajah Roman, namun ia kembali menarik tangannya.

"Nggak, nggak.. Ini pasti cuma khayalan gue doang! Aduh, lagi-lagi gue ngayal Roman dateng ke sini?" gerutunya sambil memalingkan wajahnya dari Roman.

Roman yang masih bisa mendengar gumaman Wulan hanya dapat mengernyitkan dahinya. Sedetik kemudian perempuan itu berteriak,
"PERGIII.. PERGIII lo sana!"

"Hah? Pergi??" tanya Roman, bingung.

"Iya, PERGII.. Lo pergi! Gue nggak mau stress tau nggak gara-gara mikinin lo? Yang slalu ngehayalin lo dateng, padahal lo nggak pernah dateng.. PERGIII.. hiks.." ucapnya sambil terisak.

Roman menekuk tubuhnya, kedua tangannya menggenggam kedua lututnya. Pandangannya hanya terfokus ke Wulan saja.
Roman tertawa pelan.

"Kenapa lo ketawa?! Khayalannya ada ngeselin, apalagi yang asli.. Bikin gue darah tinggi!!" ucapnya lalu kembali berteriak, "PERGIII.. Gue mohon pergi.. Gue nggak mau liat muka lo lagi.. Pergi, hiks.. PERGIII.."

Roman berlutut di dekat ranjangnya sambil menyeka rambut yang menutupi pipi Wulan. Wajahnya masih terlihat cantik meski kini lebih pucat dari sebelumnya, kelopak matanya yang indah selalu meneduhkan hati Roman. Dan Roman benci saat mata yang Indah itu basah karena terluka. perlahan Roman menyeka air mata Wulan.

"Lo jatuh kepentok apa sih?" tanya Roman setelah puas menatap wajah Wulan.

Wulan memegang tangan Roman yang masih menyentuh pipinya.
"Kok lo bisa nyentuh gue?" tanyanya. Roman yakin sekarang, Wulan belum juga sadar bahwa Roman benar-benar di dekatnya sekarang. Kini Roman kembali menarik tangannya menjauh dari wajah Wulan, lalu berdiri.

"Kok gue bisa nyentuh lo?" tanyanya lagi.

"Lan! Ini gue!" ucap Roman lalu meraih kaca mata hitam miliknya dibalik saku jaket, lalu memakainya. "Hemm, Roman.." jelasnya.

ROMAN PICISAN { Revisi }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang