28;- their own world

636 33 2
                                    

Bukan geng katanya, tapi sering keluyuran malem-malem sampe balap liar. Atau mungkin tepar di hotel dan di sampingnya ada bekas botol warna hijau. Ngakunya cuma temen cabut, temen main, tapi sampe tawuran. Itu yakin isinya anak yang selalu bilang mau kerja kelompok?

Iya, itu mah kumpulannya Haechan, Jaemin, Jeno sama kembarannya, si Eric. Tolong itu dalam catatan di dalam kumpulan mereka juga masih ada anak SMP.

"Min, lo mau kemana abis ini?" Tanya Haechan yang di antara kedua belah jarinya terdapat sepuntung rokok yang menunggu untuk dihisap.

"Gue? Rencana sih mau balik dulu. Tapi nanti gue ke arena dua, ada jadwal."

"Lah anjing! Gue di arena empat bareng Jeno."

"Gue lawan musuh lama bor.." singgah Jaemin sambil menyeruput kopinya.

"Siapa? Wooyeop?"

"Lah, masih belom kapok tuh anak?"

"Di dunia kaya gini mana ada kapok sih, Ric? Adanya dendam kesumat." Ujar Jeno yang meninggikan suaranya.

Haechan dan Jaemin terkekeh dan sedikit meringis. Menerima kenyataan bahwa memang benar, di dunia mereka tidak ada kata kapok yang ada hanya dendam. Dendam untuk mendapatkan apa yang mereka pikir adalah hak mereka. Padahal belum tentu itu sepenuhnya benar.

"Jam berapa lo ke arena dua?" Tanya Haechan ke Jaemin dan menyenggol lengannya.

"Jam sembilanan paling, ngapa mau ikut?"

"Mau nyari mangsa sebenernya, tapi keknya jam segitu belum mantep."

"Bangsat juga lo, tem." Kekeh Jeno

Mereka sekarang berada di warung kopi Pak Hoseok. Iya itu tempat langganan mereka untuk berkumpul sekaligus menyeruput kopi dan menghisap nikotin sejak masih SMP. Entah apa yang mempengaruhi mereka hingga terjerumus ke dalam pergaulan seperti itu.

"Woi anjir, ah! Diserang dulu gue. Untung ngga keroyokan bangsat banget!" Ujar Chenle, anak satu kumpulan dari Jeno dan kawan-kawan. Ia datang dengan wajah memar dan beberapa diantaranya mengeluarkan darah.

"Siapa yang nyerang?" Tanya Haechan yang terlewat santai sambil sesekali menghisap nikotinnya.

"Bocah Yohannes, yang kemaren ngga terima kalah basket dari sekolah gue."

"Anjir juga, berapa orang?"

"Kapten sama dua tangannya, bangsat banget elah." Chenle menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya. "Eh, itu si Jisung mau ke tempat kakeknya yang sakit jadi ngga bisa kesini. Sama di arena tujuh dia bilang batalin aja jadwal dia."

"Demen banget tuh anak nyari masalah. Kaptennya siapa, sih?"

"Guanjing."

"Lawan gue ntar malem dia di arena empat." Jeno menyeruput kopinya setelah membuang puntung rokoknya yang sudah seperempat dari panjang yang seharusnya.

"Bangsat banget emang tuh orang, kalah ya kalah aja sih." Jaemin ngegad. Yang namanya Guanlin itu memang sudah sering buat masalah sama kumpulannya mereka ini. Jadi udah ngga asing lagi buat mereka kalau Guanlin yang bikin salah satu dari mereka babak belur.

"Terus lo ntar malem ada jadwal?"

"Ngga ada. Eh nyimpen obat merah ngga?"

"Kaga lah, beli sana."

"Pelit banget lo pada, sat." Chenle kesal, tapi tetap aja jalan ke toko terdekat buat beli obat. Daripada infeksi ya kan?

Sepeninggal Chenle yang ke toko, mereka berempat berbincang-bincang. Entah mengenai musuh, jadwal balap, atau ekhem- cewe. Kalau dilihat-lihat tampang mereka ini ngga ada cacatnya sama sekali. Kalau kekurangan mungkin ada lah.. siapa sih manusia yang ngga punya kekurangan, ngga ada.

[❌] Highschool's Story - 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang