Hinata meringkuk dibalik selimut tebalnya, menghalau udara yang menyusup lewat ventilasi udara dikamarnya.
Matanya tak juga terpejam, perasaan gelisah yang membuatnya terjaga.
Hembusan napas yang dikeluarkannya terasa berat, seolah menanggung sebuah beban yang nyaris tak bisa diatasinya.
Hingga air mata mengalir tanpa disadari, membuatnya semakin membenci diri sendiri.Pembicaraan dengan ibunya sore ini menimbulkan sebuah emosi asing yang menyusup dalam dadanya.
Ditambah dengan Mikoto yang begitu keukeuh memindahkan Hinata ke Paris, setelah kelulusannya nanti.Hinata tidak mau berburuk sangka, tapi dirinya merasa jika orang tuanya memang sudah mengetahui perihal hubungannya dengan Sasuke, dan jalan perpisahan adalah satu-satunua upaya untuk membuat mereka kembali pada status awal.
Hinata terisak, kembali merasakan hatinya yang nyeri karena pemikirannya sendiri.
Baru beberapa minggu yang lalu ia merasa begitu bahagia, lalu sekarang harus mendapati dirinya meratap pada takdir.
Pikirannya tak lagi fokus, hanya menyisakan serpihan kesadaran atas logika yang tidak kunjung berjalan.
Siksaan perlahan dalam hatinya, rasa sesak yang tidak bisa diabaikannya.*
Uchiha Sasuke melihat Hinata dengan tingkahnya yang sedikit berbeda belakangan ini.
Gadis itu terkesan menghindarinya, bahkan cenderung menjauh ketika ada Sasuke disekitarnya.
Membuat lelaki itu frustasi dalam menghadapi tingkah Hinata yang tidak seperti biasanya.Sasuke jengkel, harga dirinya menolak untuk diabaikan.
Dengan gerakan cepat, tubuh mungil itu sudah berada dalam dekapannya.
Membuat Hinata terkejut, sebelum membalas pelukan itu, mencengkram baju Sasuke dengan genggaman kecil.
Sebuah desakan yang tidak mampu ditahannya, membuatnya terisak didalam dekapan kakaknya yang penuh rindu.
Hinata menangis, untuk segala kekacauan dalam dirinya."Ada apa Hime ?" Tangan besar Sasuke mengusap kepala Hinata dengan lembut, mengecup puncak kepala gadis itu dengan perasaan sayang yang membanjiri jiwanya.
Gelengan keras membuatnya semakin mengeratkan pelukannya, sementara Hinata masih terisak dengan pilu.
Hatinya yang sakit jelas tidak bisa diabaikan begitu saja.
Hinata juga tidak mau memberitahu Sasuke tentang rencana orang tuanya, dimana hal itu pasti akan mendapat penentangan keras dari lelaki itu.Sasuke melepaskan pelukannya, memberi jarak demi mengamati wajah cantik Hinata dengan hidunh memerah, juga bekas air mata yang masih membasahi pipinya.
Mengusap kedua pipi Hinata dengan hati-hati, menghapus basahan yang membuat Sasuke mengernyit, merasa bodoh karena tidak tau kenapa gadisnya bisa sampai seperti ini."Hei, kenapa kau jadi seperti ini ? Katakan padaku, Hinata."
Hinata tetap bungkam, membiarkan lelaki itu berada dalam ketidaktahuan untuk saat ini.
Ia akan mengatasinya, mencoba menghadapi dirinya sendiri dalam buncahan yang mengguruh dalam dadanya.
Ini adalah masalah internalnya, sesuatu yang harus ditenangkan dalam jiwanya sendiri, Sasuke tidak akan bisa membantu.
Tidak satupun, kecuali dirinya sendiri.Dengan mata sembab dan hidung memerah, Hinata mencoba tersenyum dan akhirnya terlihat aneh.
Mengusap wajahnya sendiri untuk menghilangkan keresahan."Tidak apa-apa,nii-san. Ini siklus bulananku. Jadi aku lebih sering emosional. Kau paham bukan ?"
Sasuke menatap Hinata dengan lekat, mencari kebohongan dalam pendar bola mata itu, meski berat akhirnya Sasuke mengangguk.
Sebuah ciuman hangat mendarat dikening Hinata, disertai usapan lembut pada bahunya."Baiklah, aku pergi sekarang."
Hinata mengangguk pelan ketika Sasuke keluar dari kamarnya.
Membuat gadis itu bisa bernapas dengan sedikit lega, karena tidak harus berbohong.
Duduk diujung ranjangnya, tatapannya mengarah kesebuah foto berpigura besar yang tergantung di dinding kamarnya.
Dadanya terasa diremas ketika mengingat betapa salahnya Hinata bertingkah dalam beberapa waktu ini.
Dimana dirinya terjebak dalam perasaan yang tidak bisa diatasinya dengan baik.Ahh, sialan. Pikiran yang sungguh memuakkan,berapa kalipun Hinata mengingatnya.
Betapa bodohnya dia yang tidak bisa menghandle perasaan itu, hjngga membuat orang tuanya kecewa meski tidak langsung mengutarakannya secara gamblang."Pikirkan baik-baik Hinata. Jangan sampai membuat ibu dan ayah kecewa." Gumamnya dengan senyum kecil yang mulai bermain dibibirnya.
Sebuah keputusan yang diambil tidak boleh disesali.
Jelas itu yang diajarkan kedua kakak lelakinya.
.
.
.
Kenapa pilih lagu itu ? Suka aja 😂Singkat banget untuk chap ini, semoga puas 😊
Mohon dimaafkan, karena adegannya terlalu sinetron 🙇♀️
Vote please ❤❤