"Apa ? Kau gila ?" Sakura berteriak didepan wajah Hinata, membuat gadis itu harus membungkam bibir nona pinky yang satu itu.
Tentu saja teriakan Sakura menimbulkan beberapa pasang mata mengarah pada mereka."Sakura, tidak bisakah kau lebih tenang ?" Geraman rendah yang penuh peringatan dari Hinata.
Sakura mengusap tengkuknya yang tidak gatal, nyengir bodoh diwajah cantik miliknya."Maafkan aku. Tapi Hinata, kau yakin ingin langsung ke Paris ?"
Hinata barusaja mengatakan rencananya untuk terbang ke Paris minggu depan, setelah upacara kelulusan dikampusnya.
Dan tentu saja hal itu hanya dirinya yang tau.
Hinata tidak ingin memberitahu Sasuke, karena lelaki itu bisa saja melakukan tindakan nekat untuk menghentikan rencananya.
Jika sudah seperti itu, maka rencana pelariannya pasti akan gagal total.
Yahh, Hinata mungkin hanya akan memberitahu orang tua dan kakak sulungnya."Tidak ada pilihan lain untukku, Sakura. Hanya itu yang bisa kulakukan ?"
Sakura menyentuh dagunya dengan ekspresi berpikir, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu dalam kepalanya.
Sebelum helaan napas terdengar."Jika itu pilihanmu, maka lakukan saja."
Katanya dengan senyum kecil yang terlihat dipaksakan.
Hinata menyentuh tangan Sakura yang ada didepannya, mengucapkan terimakasih.Sakura tidak bisa menentang keputusan Hinata, meski sebenarnya sangat disayangkan olehnya.
Mengingat bagaimana Hinata menggilai kakaknya sendiri, melibatkan perasaannya, bahkan sakit hati ketika melihat Sasuke bersama perempuan lain.Rasanya, semua itu menjadi sia-sia sekarang.
Dari cerita yang didengarnya, Sakura berpendapat bahwa pasangan Mikoto dan Fugaku sedang menyiapkan sesuatu untuknya.
Mengingat betapa pasangan itu sangat menyayangi Hinata, rasanya tidak mungkin jika mereka tega membuat gadis kesayangannya patah hati..Sakura mendekat kearah Hinata yanh duduk disampingnya, merangkul bahu gadis itu sebagai tanda penguatan mental untuk Hinata
"Semuanya akan baik-baik saja, Hinata." Katanya. Sebuah Dukungan moral yang mampu membuat Hinata mengangguk dengsn senyum kecil dibibirnya.
*
Hinata meremas ujung rok pendek yang dipakainya, sementara Mikoto nampak sabar mendengarkan apa yang akan dikatakan putrinya.
"Ibu, aku sebenarnya ingin mengakui sesuatu. Semacam pengakuan dosa."
Hinata ragu-ragu lagi, tidak siap dengan reaksi apa yang mungkin didapatnya dari sang ibu.
Tapi kepalang basah, nyebur sekalian.
Mikoto mengusap lengan Hinata, tatapannya melembut saat menatap gadis dihadapannya, senyum tersungging dibibirnya.
Dirinya sudah bisa menebak dengan apa yang akan dikatakan Hinata kali ini.
Hanya tetap diam dan menunggu."Katakan sayang," katanya.
Meneguk ludah dengan susah payah, Hinata menggigit bibir bawahnya dengan erat.
Mengeluarkan napas yang terasa menyesakkan."Ibu, aku sebenarnya mencintai Sasuke-nii." Katanya dengan cepat, tanpa berani menatap mata ibunya.
Hinata menunduk dalam, tidak berani mengangkat kepalanya.
Tapi Mikoto malah tersenyum lebar, merengkuh tubuh mungil gadis itu dalam dekapan hangat.
Hinata terkejut dengan respon ibunya, awalnya ia kira aksn mendapat amukan, tapi Mikoto malah memeluknya."Ibu sudah tau, Hinata."
"Haa ?" Hinata melepas pelukannya, menatap ibunya dengan mata melebar dan sorot mata terkejut.
"Bahkan ayahmu juga sudah tau."
Haahh, ini membuatnya pusing.
Hinata terduduk dengan lemas, tangannya terkulai disamping tubuh.
Dirinya tidak mengerti dengan apa yang mungkin sedang direncanakan orang tuanya.
Mikoto nampak memberi senyum, mencoba menenangkan atas apapun yang bergejolak dalam pikiran Hinata.
Perempuan paruh baya itu mengusap kepala Hinata dengan hati-hati.