Hinata mengingat dengan sangat jelas, jika Sasuke mengatakan padanya mengunjungi pameran seni di Museum Louvre.
Sebuah undangan dari salah satu kolega bisnis mereka.
Lalu sekarang, siapa yang Hinata lihat saat dirinya sedang jalan-jalan di Cafe Kitsune, dimana Hinata begitu merindukan masakan jepang.Hinata masih duduk ditempatnya, mengamati dari jauh seorang lelaki yang tidak asing baginya, juga perempuan berambut sepunggung dengan gaun manis dan sikapnya yang manja, siapa lagi kalau bukan Shion, mantan pacar Sasuke saat kuliah.
Tangannya meremas tas dipangkuannya, rasanya gemas, dengan tikaman kekesalan yang memenuhi dirinya.
Sejujurnya, Hinata belum pernah merasakan sebuah kecemburuan yang sampai seperti ini, dimana hal itu membuatnya sakit kepala dengan emosi yang meledak dalam dadanya.Wajahnya memerah, menahan diri agar tidak mempermalukan diri sendiri.
Melabrak bukan jenis elite untuk memberi mereka pelajaran, dan Hinata juga terlalu enggan untuk menghancurkan citranya sendiri.Jadi, yang bisa dilakukannya saat ini hanya mengawasi, melirik tajam pada sepasang mantan kekasih yang terlihat seperti sedang reunian itu.
Hinata kehilangan selera makannya, menusuk-nusuk sushinya dengan sumpit, perlakuan kejam untuk sekedar meluapkan frustasinya .
Hinata serasa ingin menangis, tapi itu terlalu memalukan untuk dilakukan.Sasuke berhutang penjelasan padanya, dan jika lelaki itu tidak mengatakan secara sukarela, Hinata yang akan bertanya.
Jika lelaki itu masih tidak mau mengaku, Hinata yang akan mencari bukti.
Menghela napas dengan begitu susah payah, beginilah yang ditakutkannya ketika ada Sasuke disekitarnya.Lelaki dengan segala pesonanya.
Ibaratnya, Sasuke itu adalah bunga langka dengan serbuk sari paling manis, menjadi incaran kupu-kupu liar yang begitu mendamba sentuhan rasa.
Sementara Hinata, hanya kupu-kupu kecil yang tidak bisa menerima keadaan seperti ini.
Ah sudahlah, tidak ada pengibaratan yang seperti itu.Jengah dengan apa yang dilihatnya, gadis itu berdiri dari tempatnya, nyaris beranjak keluar ketika seseorang menabrak bahunya.
Membuatnya tersentak karena terkejut.
Seperti adegan dalam sebauh drama, dimana Hinata yang hampir jatuh langsung mendapat pengamanan dari lelaki yang menabraknya.
Tapi tolong, jangan bayangkan sebuah adegan penuh dramatis dengan slow motion yang keterlaluan.
Ini hanya sebuah pertolongan, dimana tidak akan ada tatapan mata dengan latar musik romantis."Pardonne moi," (maafkan aku)
Hinata mendongakkan kepala, menampilkan senyum kecil dengan sebelah tangan merapikan gaunnya.
"Pas de problême." (Tidak masalah)
Melangkah cepat untuk keluar darisana, Hinata tidak menyadari bahwa lelaki asing itu menatapnya dengan pandangan yang tidak biasa.
"Bêbê." Panggilan itu membuyarkannya, dimana lelaki itu melangkah untuk mendekati seorang perempuan yang tak lain adalah Shion.
*
Jalanan yang ramai, hilir mudik manusia dengan segala macam rupa.
Hinata hanya termenung, duduk ditaman dengan menikmati aroma alam yang bisa membuatnya sedikit tenang.
Jenis klasik bagi seorang remaja yang sedang kasmaran, galau dengan berbagai pikiran tanpa tujuan yang jelas.
Gadis itu tersenyum atas pemikirannya sendiri, menyadari bahwa dirinya masih dalam tahap remaja labil mengenal asmara.Sedikit saja tersulut, emosi akan membakar.
Sedikit saja terprovokasi, kemarahan akan keluar.
Dan cemburu, hal paling nyata sekaligus paling absurd dalam sejarah.Sebuah kaleng cola dingin yang ditempelkan dipipinya membuatnya berjingit, mendongak untuk melihat sipelaku yang membuatnya terkejut.
Akasuna Sasori tersenyum lebar, menampilkan wajah tanpa dosa saat akhirnya mendudukkan diri disamping Hinata.