21. Final Ending

5K 289 30
                                    

Dengan wajah sumringah yang menawan, Hinata menatap pantulan dirinya didalam cermin hias yang ada diruangannya.
Riasan minimalis yang dibaurkan Hani diwajahnya, semakin mempermanis parasnya.
Kakak iparnya yang sedang hamil 3 bulan itu bahkan menitikkan air mata saat melihat penampilan Hinata kali ini.

"Unnie, jangan menangis." Hinata memeluk Hani dengan hati-hati, agar tidak merusak tatanan makeup ataupun gaun pengantinnya yang sangat spesial.

Gaun pengantin yang dipakainya ini adalah rancangan Izumi.
Dan bibinya yang menanganinya sendiri, tidak membiarkan orang lain menyentuhnya.
Hinata terharu, tentu saja.
Bahkan bibinya sampai repot-repot melakukan itu untuk pernikahannya.
Oh ya, Izumi sudah ada disini, karena pernikahan Hinata dan Sasuke memang diadakan di Jepang.
Dimana keluarga besar mereka banyak yang menetap di Jepang.

Sakura dan Ino juga ikut masuk dan melihat Hinata yang sedang bicara dengan Hani.
Kedua sahabat baiknya itu mendekat dan membuat Hinata menoleh, wajahnya semakin senang saat melihat mereka ada disini.

Ino hampir menangis saat pertama kali Hinata mengirimkan undangan padanya, dan meraung pada Shikamaru agar segera menikahinya.
Dimana hal itu membuat Shikamaru cukup kesulitan, dan Ino langsung diam saat lelaki berwajah malas itu memakaikan cincin dengan berlian merah delima dijari manis Ino.
Hanya seperti itu, dan nona barbie sudah kembali berseri.

Sementara Sakura dan Naruto, mereka masih merencanakan pertunagannya.
Dimana mereka sama-sama sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing.
Yahh, itu lebih baik. Daripada tidak ada kepastian sama sekali.

Ibu Mikoto juga datang untuk melihat bagaimana persiapan Hinata, dan ibunya lagi-lagi menangis.
Membuat semua yang ada disana hanya bisa menghela napas, Mikoto sering sekali menangis saat melihat Hinata.
Katanya, perempuan itu masih tidak rela saat harus melepas anak gadisnya.

Well, Sasuke dan Hinata sepakat untuk tidak mengatakan apapun tentang malam-malam panas mereka sebelum hari ini.
Karena, jika Mikoto sampai tau Hinata melanggar sumpahnya sendiri, perempuan itu tidak akan tinggal diam, dan mungkin akan menggantung Uchiha Sasuke.
Hinata bahkan mengernyit ngeri saat membayangkannya.
Apa jadinya jika calon suaminya mati ditangan ibunya sendiri ?

"Kau sangat cantik, sayang." Hinata dengan hati-hati mengusap pipi ibunya yang basah.

"Terimakasih, ibu." Suaranya begitu lembut, dan itu membuat Mikoto teringat akan Hikari.
Hikari pasti sangat senang seandainya bisa melihat Hinata sekarang.
Tapi yah, sebenarnya Hinata juga memikirkan apabila ibu kandungnya masih ada.
Maka dari itu, ia memasang lukisan potret ibunya didepan altar, agar ibunya bisa dengan jelas melihat proses pernikahan mereka.

*

Kegugupan adalah siksaan terbesar bagi Hinata sekarang.
Dimana ia merasa mulas saat mengingat bahwa ini adalah hari pernikahannya.
Tapi, Uchiha Fugaku tidak membiarkannya melewati kegugupan itu seorang diri, ayahnya itu memeluk Hinata, dengan wajah khas yang seakan tidak rela melepaskan anaknya.
Hinata berterimakasih, karena usaha ayahnya sedikit mengurangi kegugupannya.

"Ayah, apa pêre belum juga datang ? Aku sangat gugup sekarang."

"Pêre disini nak," itu adalah suara Hiashi, pria paruh baya yang dipanggil Hinata papa.
Hinata sumringah saat melihat papanya yang berjalan mendekat kearahnya, dengan setelan jas rapi.

Hyuuga Hiashi semakin sehat belakangan ini, bahkan lelaki itu tidak lagi menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan.
Hinata sudah berdamai dengan dirinya, menerima Hiashi sebagai papanya.

"Untunglah pêre segera datang, aku sangat gugup."

Hiashi terpaku pada anaknya yang begitu menawan dengan gaun pengantinnya.
Membuat pria tua itu menitikkan air mata, mengingat kembali pada moment dimana ia akan menikahi Hikari.

"Jangan cengeng Hiashi, kau bisa membuat Hinata ikut menangis nanti."

Fugaku memperingatkan, karena lelaki itu tau dengan baik, jika Hinata akan ikut menangis ketika melihat orang yang disayanginya menangis.

Hinata tersenyum lebar mendengar perkataan ayahnya, yang sialnya adalah kebenaran.
Hinata merasa begitu lengkap sekarang, ada dua ayah yang akan menemaninya berjalan ke altar untuk bertemu calon suaminya.

Hinata mengamit lengan Fugaku dengan tangan kanannya, mengamit lengan Hiashi dengan tangan kirinya, bibirnya menyunggingkan senyum yang luar biasa manis dan penuh kelegaan.

"Ayo sayang, kita temui calon suamimu yang sedang gugup itu."

Hinata tertawa, Sasuke gugup ? Jangam bercanda.
Itu tidak mungkin. Lelaki sejenis Alphamale seperti itu tidak mungkin gugup bukan ?

Hinata menghela napas, untuk terakhir kali sebelum tirai yang menghalangi mereka terangkat, baik Fugaku maupun Hiashi sama-sama merasakan perasaan dimana mereka begitu berat melepaskan Hinata.

Sasuke disana, berdiri didepan altar dengan menghadap kepadanya.
Sementara Neji dan Itachi yang awalnya merajuk karena gagal menemani Hinata ke altar, sekarang menampilkan senyum sumringahnya.

Tatapan Hinata bukan tertuju pada Sasuke, melainkan pada lukisan wajah ibunya yang tergantung disana.
Ia merasa jika ibunya memang berada ditempat ini, melihat pernikahannya dan memberinya restu.

Lalu tatapannya mengarah pada Sasuke, dibalik tudung tipis yang menghalangi wajahnya, Hinata bisa melihat tatapan kagum dari lelakinya.
Lelaki itu menampilkan senyum tipis dengan sorot mata lembut, dimana hal itu membuat jantung Hinata semakin bertalu berlipat-lipat, hingga terasa sakit.

Saat Sasuke mengulurkan tangannya, dan dua ayahnya melepaskan tangannya, Hinata tidak bisa berpaling, mengulurkan tangan untuk meraih tangan Sasuke.
Lelaki itu tak berkedip, seolah takut kehilangan setiap moment manis yang akan dikenang mereka seumur hidup.

Wajahnya terasa panas, dimana Hinata yakin jika rona merah itu telah menyebar diwajahnya yang tersembunyi dibalik tudung sutra tipis yang halus.
Hinata bahkan merasa yakin, jika suara isakan dibelakang sana adalah suara ibunya dan mungkin juga bibinya.

"Kau sangat cantik, sayang." Suara Sasuke yang berbisik begitu lembut membuat Hinata tersipu.

Didepan altar kudus itulah, disaksikan Tuhan, Malaikat dan seluruh alam, kedua pasang manusia itu mengucapkan sumpah sehidup semati untuk selalu bersama.
Ketika salah satu dari mereka, secara bergantian mengucapkan,

"Aku bersedia."

Saat itulah Tuhan membuat simpul pengikat yang semakin kuat diantara mereka.
Hinata mendongak, dimana ia merasa bisa melihat bayangan ibunya yang sedang menari bersama para malaikat dan bidadari surga.
Hinata tersenyum, bahagia atas segalanya.

Sasuke mengulurkan tangan, membuka tudung tipis yang menghalangi wajah pengantinnya.
Saat itulah ia tau, Hinata sedang menangis, meskipun bibirnya tak lekang oleh senyum.
Sasuke tidak mungkin salah paham, itu adalah tangisan bahagia.
Bahkan saat ia memajukan wajah, istrinya menutup mata, mmberi izin untuk menciumnya.

Ketika bibir Sasuke menyentuh miliknya, Hinata kembali membuat sumpah dalam batinnya, dimana ia akan menjaga dan terus ada disisi suaminya, bahkan ketika maut tiba, mereka tidak akan pernah terpisahkan.

Kematian bukan penghalang untuk mencinta, karena Tuhan memang tidak pernah berniat untuk memisahkan satu manusia dengan manusia lain yang terikat dalam takdir yang sama.
Sasuke membawa takdir itu dalam jiwanya, dan Hinata mengisinya dengan raga yang penuh bunga, mekar dan wangi.

Pernikahan ini sempurna untuk mereka.

~ END ~

.
.
SELESAI sudah.. yuhuu 😆😁

Terimakasih untuk yang vote, terimakasih untuk para pembaca. Aku sayang kalian 💙
Terimakasih untuk dukungannya, gaess 😘

Buat yang pengen kasi masukan, saran, kritik atau semacamnya, saya terima dengan lapang dada.

Karena saya memang masih pemula 😊

Happy reading,

Vote please ❤❤

ROSEMARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang