Tidak tau bagaimana ceritanya, keadaan semakin membaik belakangan ini.
Ditambah dengan keberadaan Mikoto disampingnya, semakin menambah baik segala hal.
Hinata meletakkan kepala dipangkuan ibunya, memeluknya manja, mirip seorang balita.
Mikoto tidak mempermasalahkannya, juga tidak keberatan.
Bahkan perempuan itu mengusap kepala Hinata dengan penuh kasih sayang."Ibu, kau belum menceritakan padaku tentang ibu Hikari. Apa ibu lupa ?"
Kemarin malam, sepulang dari rumahsakit, Hinata mendapati ibunya bermata sembab dengan hidung merah, jelas sekali bahwa itu tanda-tanda habis menangis.
Mikoto memeluknya erat sekali, Hinata melihat ada sebuah ketakutan yang membayangi ibunya, tapi tidak sanggup bertanya.
Yang ada, Hinata malah harus menenangkan ibunya yang kembali menangis, setelah menyebut nama Hikari.Sebuah nama dari ibu kandungnya.
Hinata tidak mengerti, lalu memilih diam dengan bergelung dalam pelukan ibunya yang hangat.
Sesuatu yang membuatnya merasa tenang, juga nyaman."Ibu akan menceritakannya sekarang.' Katanya.
Hinata bangun dari pangkuan ibunya, wajah riangnya terlihat begitu riang dan antusias.
Jika ada yang bertanya, kenapa Hinata bisa sesantai ini, padahal dirinya adalah kepala tim desaign.
Tentu saja, campur tangan Sasuke yang selalu sukses menyelesaikan semuanya.
Lelaki itu bahkan memberi ijin agar Hinata menyelesaikan masalah ini dulu, sementara pekerjaan dialihkan pada asistennya."Jadi, ibu dan Hikari adalah sahabat sejak lama. Sejak kami masuk SMA, sepertinya."
"Apa kalian pernah terlibat cinta segitiga atau semacamnya ?" Hinata memotong dengan cepat, rasa penasarannya tidak bisa dibendung.
"Itu, sepertinya tidak. Kami memiliki selera yang berbeda soal pasangan."
Hinata mengangguk paham. Bisa diibaratkan bahwa pertemanan ibunya sama dengan pertemanannya dengan Sakura.
Hinata dan sakura memiliki selera yang berbeda soal lelaki, dan sejauh ini mereka tidak pernah terlibat konflik hanya karena seorang lelaki."Hinata mengidap sebuah penyakit, dan ibu tidak cukup paham dengan istilah kedokteran dan semacamnya.
Hikari mengalami masalah dengan kesehatannya, dan lebih parah ketika waktu mengandungmu.
Tapi, ibumu tetap mempertahankanmu sayang."Hinata bisa membayangkan betapa sulitnya keadaan saat itu.
Dalam kepalanya seolah tergambar dengan jelas, dilema yang dialami ibunya, keteguhan hatinys dan kasih sayangnya.
Pasti tidak mudah, dan ibunya begitu hebat.
Hinata merasa sangat berdosa, sekaligus berterimakasih."Ibumu pernah meminta pada ibu.
Jika sesuatu terjadi, apapun itu.
Hikari ingin agar ibu menjagamu dengan baik, menganggapmu sebagai anaknya sendiri.
Karena, kau tau kan bagaimana kerasnya ayah kandungmu.
Hiashi sangat mencintai Hikari, bahkan beberapa kali meminta agar menggugurkanmu.
Tapi Hinata, ibumu tetap bertahan.
Mempertahankanmu sampai akhir hayatnya."Mikoto mencium kedua pipi Hinata dengan hangat.
Sementara Hinata kembali pada bayangan dalam kepalanya, mencoba membuat gambaran atas situasi yang diceritakan ibunya.
Keharuan menyeruak dalam dadanya, rasa ingin menangis itu kembali datang, rasanya sangat menyesakkan."Ibu sangat membenci Hiashi setelah hari itu, dimana bedebah sialan itu malah menyia-nyiakan anaknya, hanya karena cintanya yang terlalu buta.
Ibu dan ayah mencoba mencarimu, dan Tuhan begitu baik mempertemukan kita dengan cepat.
Apakah kau ingat bagaimana pertemuan pertama kita ?Hinata menggeleng dengan wajah serius namun sendu.
Hinata tidak ingat, tentu saja karena sosoknya yang masih terlalu kecil saat itu.
Mikoto tertawa renyah, mengusap pipinya sendiri yang basah.