Hinata tidak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum, meskipun kantung hitam dibawah matanya terlihat sangat mengerikan.
Menguap lebar dengan wajah kusut, Izumi menggeleng heran melihat Hinata yang mulai memejamkan matanya dengan kepala tergeletak diatas meja."Are you okay, Bunny ?" Hinata mendongak dengan susah payah, mendapati Izumi yang kini duduk dihadapannya.
Berkedip dua kali, sebelum mengangguk dengan senyum malasnya.Izumi maklum, menampilkan senyum keibuan yang khas.
Jelas saja dirinya tidak perlu bertanya apa yang membuat Hinata terlihat mirip zombie pagi ini, karena Mikoto sudah memberitahunya terlebih dulu.
Mengenai kemungkinannya."Hinata, kau bisa pulang jika ingin tidur."
Mendadak kesadarannya datang, mengangkat kepala dengan sedikit melakukan peregangan pada lehernya yang kaku
"Aku kekamar mandi dulu, bibi." Bangun dari tempatnya, mencari sedikit air dingin untuk menyegarkan kepalanya.
Rasanya, dirinya adalah pegawai malas yang sedang ditegur atasan.
Memang kenyataannya seperti itu, bukan ?
Masih untung atasannya adalah bibinya sendiri, mungkin ia akan langsung dipecat jika bekerja diperusahaan orang lain.Uchiha Hinata kembali dengan keadaan yang jauh lebih baik, mampir sebentar ke pantry untuk membuat kopi instan, penyambung kelangsungan matanya.
Izumi sudah tidak ada diruangannya, tapi ada sebuah berkas yang ditinggalkan disana.Seseorang mengetuk pintu ketika Hinata barusaja membuka berkas dalam map hijau tua itu.
Belum sempat membacanya, karena memberi sahutan untuk mempersilahkan seseorang itu memasuki ruangannya."Entrer," (masuk)
Seorang perempuan berambut blonde dengan wajah khas barat, tersenyum ramah saat menatap Hinata dan berdiri didekatnya.
Perempuan yang terlihat lebih dewasa darinya, dengan setelan ketat yang membalut tubuh aduhai itu."Leader, direktur ingin kau menangani proyek ini."
Hinata menerima map itu dengan wajah heran, membacanya dengan terperinci mengenai apa saja yang tertulis disana.
Muncul kerutan dalam keningnya, mendongak untuk menoleh pada asisten bibinya itu."Moi ?" (Aku) tanyanya sambil menunjuk diri sendiri, Laura mengangguk mantap.
"Wahh, bibi Izumi benar-benar sembrono." Gumaman yang membuat Laura mengernyit, Hinata memang sering sekali bergumam dalam bahasa ibunya, sementara banyak pekerja disini yang tidak terlalu mengerti dengan bahasa jepang.
"Baiklah, aku akan mencobanya. Merci, Laura." (Terimakasih)
"Oke, aku permisi leader."
Sepeninggal Laura, Hinata membuka kembali map hijau tua yang sempat diabaikannya.
Matanya menelusuri setiap bait tulisan yang ada disana, sebelum membuka halaman kedua dan membuat napasnya berhenti mendadak.
Matanya melebar, bahkan mengerjap beberapa kali karena tak yakin dengan apa yang dilihatnya."Akasuna Sasori." Gumamnya dengan wajah misterius, sebuah senyum muncul begitu mendadak, menyebabkan sesuatu langsung muncul dalam kepalanya.
Hinata dengan mata tajam, membaca kembali rincian dan profil yang tertulis diatas kertas, mengangguk paham ketika mengerti satu pokok tugas yang harus terselesaikan olehnya.
"Ahh, jadi begitu ya." Pikirnya dengan senyum manis yang timbul dibibirnya.
Hinata mengambil tasnya, merapikan map itu dan bergegas keluar dengan tergesa.
Sambil berjalan, Hinata mengetikkan pesan singkat yang dikirimkan ke bibinya, tersenyum tipis.
Merasa luar biasa karena bertemu dengan lelaki yang pernah muncul dalam masa lalunya.
Mungkin orang lain tidak akan bisa, tapi Hinata yakin seratus persen dirinya bisa.