Hari ini, Jinhwan ada pemotretan untuk barang endorse. Sayangnya, Jinhwan bangun siang sehingga aku sendiri yang sibuk mengatur persiapan Jinhwan.
Kim Jinhwan, adalah selebgram yang terkenal di kalangan muda maupun tua. Akhir-akhir ini namanya semakin terkenal karena sempat meng-cover lagu milik Adele. Semakin namanya terkenal, semakin banyak tawaran iklan, yang membuatku jadi sibuk juga sebagai manager-nya.
Sungguh, aku tidak akan menyangka ditawari oleh teman Jinhwan sekaligus temanku, yaitu June. June tahu bahwa aku sangat tidak tertarik dengan dunia entertainment. Mungkin itu alasan June merekomendasikanku pada Jinhwan untuk menjadi manager-nya.
"Kacamata?" tanyaku memastikan barang apa saja yang akan dipakai nanti.
"Udah, semua udah aku siapin kemarin malem," kata Jinhwan, lalu duduk di bagian kursi penumpang. Sedangkan June berada di balik kemudi, dan aku di belakang, bersama dengan barang-barang endorse.
"Ngebut, Jun! Udah telat nih!" seruku gemas ketika June mengendarai mobil dengan kecepatan biasa.
"Iya iya,"
Suasana dalam mobil lengang. Kami semua cemas jika pihak sana menunggu terlalu lama.
"Sorry," kata Jinhwan pelan.
"Eh?" tentu saja aku kaget. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Jinhwan meminta maaf.
"Sorry, aku bangun kesiangan. Semua jadi repot gini," katanya, sambil sedikit menunduk, merasa bersalah.
Aku tertawa. "Mungkin emang takdirnya kita berangkat telat,"
Jinhwan menoleh padaku. "Gak marah?"
Aku menggeleng. "Engga, ngapain? Mau marah atau engga tetep aja ga ngerubah apapun kan?"
Jinhwan sempat tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali menghadap ke depan.
"Udah gitu doang? Kok gak dimarahin?" tanya June tidak terima.
"Udah fokus nyetir aja," balasku, malas berdebat dengan June.
Kadang, aku lupa bahwa Jinhwan lebih tua dariku. Ini karena memang Jinhwan menyuruhku untuk memanggil namanya saja. Dan dia pernah mengatakan, agar jangan menyangkutpautkan umur dengan pekerjaan, tidak usah ragu untuk memarahinya kalau dia salah. Mana berani aku memarahi bosku sendiri?
"Udah sampe," kata June setelah beberapa lama kemudian.
"Jinhwan, langsung temui fotografernya. Aku sama June mau angkat baju-baju ini," perintahku.
Beruntung pihak sana tidak kesal dengan keterlambatan kami. Pemotretan berjalan lancar, Jinhwan sibuk berganti gaya, sedangkan aku sibuk menyiapi baju selanjutnya yang akan dipakai. Dan June? Entahlah, aku meminta tolong padanya untuk membelikan makanan cepat saji.
Jinhwan tampak profesional di depan kamera. Kenapa dia tidak sekalian mengikuti audisi menjadi penyanyi? Aku yakin pasti akan diterima. Mungkin saja dengan begitu gajiku akan naik, bersamaan dengan orang yang iri padaku. Yah, tak sedikit orang lain, termasuk temanku, iri karena aku menjadi managernya.
Aku juga bingung menanggapinya. Maksudku, aku tidak menyukai Jinhwan layaknya seorang fans, setimpal bukan? Aku tidak ada rasa apapun pada Jinhwan, tentu saja. Kalau pun ada, percuma, pasti perasaan itu akan hilang sendirinya, menyadari bahwa kami bukan dari derajat yang sama.
Seruan staff bahwa sudah memasuki jam istirahat membuyarkan lamunanku. Aku segera menghampiri Jinhwan dan menyerahkan sebotol air putih.
"Mau makan gak? Aku tadi nyuruh June beli makanan. Harusnya sih udah sampai," tawarku.
"Dikit aja deh. Mana June?" Jinhwan menoleh ke kanan dan kiri, mencari June.
"Mungkin di luar,"
"Aku mau ketemu dia dulu. Kamu tolong urusi baju-baju ini ya," kata Jinhwan, lalu berjalan menuju luar ruangan.
Apa pula yang harus diurus baju-baju ini? Semua sudah rapi sejak tadi. Baiklah, mungkin Jinhwan sedang ingin berbicara berdua dengan June.
Tak lama kemudian, ponsel Jinhwan bergetar, menampilkan nama sang penelpon, yaitu kakaknya. Segera aku menyusul mereka yang di luar.
"Emang dia mau?"
Tunggu. Aku mendengar namaku disebut dalam obrolan mereka. Kakiku otomatis berhenti melangkah, bersembunyi di balik tembok, tak peduli bahwa ponsel Jinhwan masih bergetar.
"Nanti pulang dari sini?"
"Iya,"
"Mending pdkt dulu deh. Gak mendadak apa?" suara June terdengar nyaring.
Pdkt? Siapa?
Oke, aku tahu ini salah mendengar pembicaraan orang lain. Tapi bagaimana tidak penasaran jika namaku sempat disebut?
"Ya aku bakal bilang suka sama dia dulu, selanjutnya terserah dia mau coba pdkt atau engga," ujar Jinhwan.
Entah bagaimana, saat itu juga ponselku berdering nyaring dengan nama Jinhwan terpampang sebagai penelpon. Dan entah sejak kapan, Jinhwan dan June sudah berdiri di hadapanku dengan tatapan bingung.
"Sejak kapan di sini?" tanya June.
"E-barusan. Aku mau nyusul kalian tadinya," jawabku, berusaha tidak gugup. Tentu saja, rasanya seperti tertangkap mencuri, walaupun aku tidak pernah mencuri.
Jinhwan menatap June, begitu pula June yang balik menatap Jinhwan. Aku curiga apa mereka bisa telepati? Karena June baru saja menganggukan kepala dan meninggalkan kami berdua.
"Mungkin kamu udah denger pembicaraan aku sama June tadi," Jinhwan memulai pembicaraan.
"Enggak enggak! Aku ga denger kok!"
Jinhwan mengabaikan apa yang barusan aku elak. "Jadi, kalo misal aku suka kamu, ditolak atau diterima?" tanya pemuda itu dengan senyum manisnya.
"Kamu udah tau jawabannya." balasku.
° ° ° ° °
Bagaimana ibu-ibu?
Masih kuat kan?
Masih dukung ikon kan?Oiya,
AYO CEK WORK BARUKUUU!imagine ikon versi short story alias versi males ketik hahahahha