Bel tanda masuk telah berbunyi. Sedangkan kamu belum menghabiskan makananmu. Kamu memang lama kalau makan.
"Woi, kita ke kelas duluan ya. Belum ngerjain pr nih," kata temanmu dan mulai beranjak dari kursi.
"Eh tungguin! Gue juga belum ngerjain!"
"Aelah, sini gue bantuin makannya!"
"Ogah!"
Kamu segera menyuap makanan dengan cepat sehingga mulutmu penuh. Kamu memikirkan pr fisika yang belum dikerjakan, apalagi ini sudah bel masuk. Apa lebih baik bolos pelajaran saja, daripada kena hukuman oleh guru killer.
"Khalian mashuk dhuluan ajha," ujarmu dengan mulut penuh makanan.
"Gitu kek dari tadi. Kita duluan ya!" teman-temanmu melambaikan tangan dan kamu membalasnya juga.
Kamu meminum jus jeruk pesananmu dan bersenderan di kursi.
Kayaknya gak aman deh di kantin. Pasti guru konseling bakal ngecek kantin. Kamu pun memutuskan untuk pergi ke atap.
Sampai di atap, kamu melihat sosok lelaki yang sedang duduk selonjoran. Tangan kiri menumpu badan, dan tangan kanannya memegang rokok.
Ini bahaya, cuma kamu dan lelaki itu--yang pasti bad boy karena merokok--berdua berada di atap. Bisa-bisa ia melakukan sesuatu di luar kendali. Lelaki itu menoleh ketika merasa ada keberadaan orang lain di sini. Ternyata lelaki itu adalah Hanbin. Kakak kelasmu tahun ketiga. Wajahnya tidak bisa dibilang jelek, karena itu ia adalah most wanted. Sayangnya, kamu tahu kebiasaan buruk Hanbin. Merokok.
"Ngapain lo di sini?" tanya Hanbin dengan nada sinis.
"Cari udara seger," jawabmu enteng.
Hanbin mengangguk mengerti. Lalu ia menghisap rokok dan menghembuskan asapnya.
"Sini," Hanbin menepuk tempat di sebelahnya, mengisyaratkan kamu agar mendekat.
Kamu pun mendekat dan duduk bersila di sebelahnya. Entah, itu refleks. Firasatmu mengatakan kalau Hanbin bukanlah pria yang nakal. Kamu menahan napas ketika Hanbin menghembuskan asap rokok. Kamu mendengus, karena tidak suka dan membenci rokok.
"Bolos ya?" tebak Hanbin. Kamu hanya nyengir kuda.
Kalian sama-sama menatap jejeran gedung-gedung pencakar langit dalam diam. Bukan diam karena canggung, melainkan diam untuk menikmati kenyamanan ini.
"(y/n)," panggilnya.
"Hm?" kamu menoleh.
Hanbin menyalakan korek untuk menyalakan rokok yang baru setelah rokok yang tadi habis. "Kenapa bolos?"
Kamu menggaruk tengkukmu yang tidak gatal. "Belum ngerjain pr, hehe,"
Dan kalian kembali lagi dalam keheningan. Tak lama kemudian, kamu sadar, Hanbin mengetahui namamu. Padahal kamu bukan anak populer dan sebelumnya tidak pernah sama sekali mengobrol dengannya.
"Lho?! Kok kakak tau namaku dari mana?" tanyamu kaget.
Ia terkekeh. "Siapa sih yang gak tau nama gebetannya,"
Kamu terdiam, berusaha mencerna perkataan Hanbin tadi. Tiba-tiba, kamu terbatuk saat tanpa sengaja menghirup asap rokok.
"Bisa matiin rokoknya gak?" pintamu.
Ia lalu menjatuhkan rokok dan menginjaknya. "Bilang kek dari tadi,"
"Ya maap,"
"Gue terpaksa matiin rokok yang udah jadi kebutuhan pokok demi lo tau gak. Gue gak pernah dengerin orang lain yang minta gue matiin rokok," ujar Hanbin.
Kamu terdiam. Apakah maksud Hanbin, kamu adalah orang pertama yang menyuruhnya untuk mematikan rokok dan Hanbin mau?
"Emang aku kenapa?" tanyamu.
"Ya masa gue nolak permintaan calon pacar sih," jawabnya. Kamu mengerutkan kening karena bingung. Gak bingung sih, cuma pura-pura bingung.
"Gue janji, gue gak bakal ngerokok di depan calon pacar gue. Eh, gak enak ngomong calon pacar. Mending pacar aja deh," Hanbin memegang pundakmu supaya kalian bisa berhadapan.
Jantungmu berdegup kencang. Apa yang bakal Hanbin lakukan? Matanya melihat matamu dengan sirat ketulusan. Kamu bersyukur saat ini karena bisa melihat wajah cogan dari dekat.
"Lo jadi pacar gue ya?"
Dan seketika, Hanbin memelukmu karena senang atas jawabanmu.
*****
Udah lumayan panjang belum? ._.