27. Date

8.2K 482 35
                                    

"Lemah aku tuh, kamu pegang tanganku aja, aku rasanya udah pengen fitting baju di butik pengantin."

Aliya Maharani ~ Gadis baperan

****

"Kamu, Sabtu depan ada acara nggak?" Angga di ujung telepon.

"Eh?" aku buru-buru melihat kalender yang berada di atas meja.

"Sabtu depan. Kamu ada acara nggak?" sekali lagi pertanyaan itu kudengar.

"Enggak sih. Kenapa?"

"Nggak pulang kampung?"

"Aku pulang Rabu aja kayaknya. Terakhir UAS hari Rabu pekan depannya lagi. Kenapa sih?" aku sudah sedikit ge-er.

"Ya nggak apa-apa. Jangan ke mana-mana ya," ucap Angga dengan nada datar.

"Nggak boleh ke warung?" aku berusaha membuat percakapn lebih lama.

"Sebaiknya nggak usah," aku tertawa kecil. Angga tidak. Krik-krik.

"Sudah ya. Jangan ke mana-mana hari Sabtu depan," kemudian sambungan terputus.

Aku kembali menatap kalender. Ada apa dengan Angga? Setelah sekian hari berlalu, tiba-tiba dia menelepon. Dan begitulah aku, walau tak dihubungi berminggu-minggu, aku masih mau menunggu. Hingga akhirnya Angga menghubungiku lagi, hatiku kembali berbunga. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan pola hidup Angga. Sebentar-sebentar hilang, sesaat kemudian datang.

Ini adalah kali ketiga Angga meneleponku selama hampir setahun aku mengejarnya. Setahun, yang kalau dipakai untuk nyicil sepeda motor, sudah dapat sebelas kali angsuran. Sementara hubunganku dan Angga masih tetap berada di titik terendah walaupun aku sudah mengangsurnya selama ini.

Ting! Satu pesan masuk ke dalam ponselku.

Sindi Meiriska: Gue udah putus sama Lio

Setelah kami berdebat tentang Lio dan aku harus jadian, Sindi sempat tidak muncul selama beberapa hari. Karena khawatir, aku menemuinya di kosan. Mukanya sedikit semrawut, tapi tetap memohon agar aku jadian dengan Lio, dan tentu saja aku menolaknya. Namun dalam pesannya kali ini, entahlah, tak ada lagi kalimat permohonan agar aku mau jadian dengan Lio.

Aliya Maharani: Yaudah nggak apa-apa. Mungkin dia emang bukan yang terbaik buat kamu. Suatu saat akan ada lelaki baik yang lebih pantas.

Sindi Meiriska: Abang lo kan, maksudnya?

Sindi kembali memprospek mas Bara. Ya, memang tidak bisa dipungkiri bahwa kakak lelakiku satu-satunya itu tampan dan rupawan. Belum lagi dia hanya tinggal menunggu wisuda saja. Tahun depan dia tinggal melanjutkan jenjang Magister, kemudian bisa bekerja dan hidup berkecukupan. Jelas saja, Sindi jadi gencar memprospek kakakku, dan itu tidak akan pernah berhasil.

Aliya Maharani: Dih, ngarep.

Sindi Meiriska: Lo tenang aja, gue akan jadi kakak ipar yang baik buat lo.

Aku meletakkan ponsel, kembali menatap kalender, kemudian meraih bolpoin. Aku menandai hari Sabtu pekan depan, hari di mana Angga melarangku untuk ke mana-mana. Jangan-jangan Angga akan mengajakku kencan. Hehe.

Ting! Satu pesan masuk di ponselku.

Lio: Aku putus sama Sindi.

Aku mengabaikan pesan dari Lio. Setelah kejadian Sindi memunculkan ide gilanya agar aku jadian dengan Lio, aku sebisa mungkin menghindari kontak dengan Lio. Beberapa kali dia mengirim pesan tidak jelas seperti biasanya pun, aku jarang membalas. Aku membalas sesekali hanya untuk menghormatinya sebagai teman. Aku tidak mau menjadi pihak ketiga di antara Sindi dan Lio.

Untouchable [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang