Author POV
Saat Hanbin sampai di rumahnya, dia dapat melihat mobil Bobby yang sudah terparkir di depan rumahnya.
"Yo, bro. Apakah kau sudah lama menunggu?", tanya Hanbin yang sudah keluar dari mobilnya.
"Aniya, aku baru saja sampai.", kata Bobby santai.
Eoh, Bobby memang baru saja sampai.
"Kalau begitu, ayo masuklah.", ajak Hanbin mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam rumahnya.
"Hanbin-a, kapan orang tuamu kembali ke Korea?", tanya Bobby tiba - tiba.
"Ah, entahlah. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka, aku jadi kasihan dengan Hanbyul. Apakah dia terurus atau tidak.", kata Hanbin tak semangat.
"Yak! Oppa, tentu saja Hanbyul terurus. Hanbyul kan anak mereka.", kata Jisoo.
"Jadi menurutmu, aku ini bukan anak mereka? Ingatlah Soo-ya, aku memilih menetap di Korea karena orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya dan saat aku kecil sampai remaja aku tidak diurus oleh mereka. Saat aku memilih menetap di Korea, aku sangat ingin membawa Hanbyul untuk tinggal bersamaku. Tapi, mereka melarangnya dengan alasan aku akan kerepotan mengurus Hanbyul disaat aku masih sekolah. Dan sampai sekarang, aku terus memikirkan Hanbyul. Apakah dia terurus? Atau dia mengalami hal yang sama sepertiku dulu?", kata Hanbin panjang lebar.
"Mian oppa, bukan begitu maksudku.", kata Jisoo menundukkan kepalanya.
Bobby yang melihat kekasihnya seperti itu, lalu mengalihkan pembicaraan.
"Sudah, lebih baik kalian para gadis ... buatkan makan malam. Aku lapar sekali. Aku dan Hanbin akan menunggu di ruang santai.", kata Bobby, lalu merangkul Hanbin menuju ruang santai.
"Ayo, Jisoo-ya. Sudah jangan di pikirkan, lebih baik kita membuat makan malam saja.", ajak Jennie menuju dapur.
Author POV End
Jennie POV
Sungguh, selama ini aku baru tau alasan Hanbin menetap di Korea tanpa orang tuanya. Jadi, karena itu? Mengapa Hanbin tidak pernah memberitaukanku? Dia anggap aku ini apa? Bukankah sepesang kekasih itu harus saling terbuka? Lalu, kenapa? Aku ingin bertanya tentang ini, tapi melihatnya yang emosi tadi membuatku mengurungkan niatku untuk bertanya.
Biarkan saja dia memberitaukanku dengan sendirinya, mungkin saja memang belum waktunya. Atau, dia tidak akan memberitaukanku sampai kapanpun.
"Hanbin-a, Bobby-a, makan malam sudah siap.", teriakku.
"Wah, sepertinya sangat enak.", kata Bobby yang datang bersama Hanbin.
"Hem, makanlah.", kataku ketika kami semua sudah duduk kursi masing - masing.
Kuperhatikan Hanbin dan Jisoo masih saling diam.
"Jisoo-ya, bukankah kau tadi memasakkan makanan kesukaan Hanbin lagi?", tanyaku agar jisoo memberikannya pada Hanbin.
"Ah, ne. Igo oppa, aku membuatnya lagi untukmu. Makanlah, dan maaf untuk perkataanku tadi. Aku tidak bermaksud ....", belum selesai Jisoo berbicara, Hanbin sudah memotongnya.
"Gwenchana, jangan dipikirkan. Kau tau, aku akan langsung emosi jika membahas tentang orang tuaku.", kata Hanbin.
"Eoh, dan untuk makanannya ... gomawo.", lanjut Hanbin.
Dan hanya dibalas senyuman oleh Jisoo.
"Ok, kalau begitu ayo kita mulai makan malamnya.", kata Bobby semangat.
Jennie POV End
Hanbin POV
Setelah makan malam, aku pamit pada Bobby dan Jisoo untuk menjelaskan pelajaran tadi yang belum Jennie mengerti.
"Bobby-a, Jisoo-ya, aku dan Jennie akan ke kamarku. Kalian bersenang - senanglah, tapi ingat batasan. Jika kau macam - macam pada adikku, akan kuhabisi kau.", kataku memperingati Bobby.
"Ais, apa kau tidak salah bicara? Siapa yang akan macam - macam sebenarnya? Kau? Atau aku? Yak! Kalian bahkan akan ke kamarmu. Apa yang akan kalian lakukan di kamarmu, eoh?", tanya Bobby serius.
"Ok, kau benar. Aku salah bicara, lebih tepatnya balkon kamarku. Aku hanya akan mengajari Jennie belajar, tugas kelompoknya aku yang mengerjakan lalu aku harus menjelaskan padanya agar dia mengerti dan tidak hanya mengandalkanku saja.", jawabku dengan sedikit menyombongkan diri.
Lalu aku dan Jennie pergi menuju kamarku.
"Ingat pesanku, jangan macam - macam pada adikku! Dan jika Bobby macam - macam padamu, berteriaklah Soo-ya. Panggil aku!", lanjutku memperingati Bobby dan Jisoo.
"Ne, oppa.", kata Jisoo, lalu tersenyum ke arahku.
"Ais, jinja. Jennie-ya, berhati - hatilah. Hanbin tidak sepolos yang kau kira.", teriak Bobby pada Jennie.
Dan Jennie hanya terkekeh, lalu menunjukkan jari yang berbentuk ok (👌) pada Bobby.
"Geurae, kau bisa percaya pada Bobby Jen. Aku tidak sepolos yang kau kira, ingat kata - kataku kemarin malam saat di balkon kamarku.", kataku mengingatkan Jennie tentang apa yang kukatakan padanya.
Lalu Jennie memukul lenganku dengan kuat.
"Yak! Appo.", teriakku.
Hanbin POV End
.
.
TBC.Gimana part 16nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opportunity in Narrowness
FanfictionMenikah diusia muda, bahkan masih duduk dibangku sekolah. Itu semua karena keinginan mereka, dan didukung oleh orang tua dari pihak sang gadis yang harus pergi meninggalkan putrinya itu. Bagi Kim Hanbin, itu adalah kesempatan dalam kesempitan yang t...