Hanbin POV
Semalam aku menghubungi orang tuaku untuk memberitaukan mereka bahwa aku ingin menikahi Jennie. Orang tuaku terkejut, sampai - sampai mereka ingin kembali ke Korea malam itu juga.
Dan kini, aku dan Jennie sedang berada di bandara untuk menjemput orang tuaku dan adikku.
"Hanbin-a.", teriak eommaku.
Aku hanya melambaikan tanganku, lalu mereka menghampiriku. Mereka memelukku, tapi tidak lama aku merasakan lenganku yang terasa sakit. Eoh, eommaku baru saja memukulku.
"Yak! Apa kau menghamilinya?", tanya eomma tiba - tiba sambil memukulku lagi.
Mereka tidak menyadari kehadiran Jennie karena mereka tidak mengenal Jennie.
"Appa tidak pernah mengajarimu menjadi lelaki brengsek, Hanbin-a.", kata appaku dengan tatapan tajamnya.
"Eomma, appa, sudah. Kasihan, oppa.", kata Hanbyul membelaku.
Ah, sungguh aku merindukannya. Lalu aku menggendong Hanbyul.
"Eomma, appa, kita bicarakan ini di rumah saja eoh? Ini tidak seperti yang kalian kira. Aku tidak seperti itu.", kataku.
"Dan dia, gadis yang akan kunikahi.", lanjutkku sambil melirik Jennie sekilas.
"Ne, anyeonghaseyo ahjuma, ahjussi. Namaku Kim Jennie.", kata Jennie memperkenalkan dirinya pada orang tuaku.
"Wah, eonni sangat cantik.", kata Hanbyul yang berada di gendonganku.
Kulihat Jennie hanya tersenyum.
|°•○●○•°□■□°•○●○•°|
Kami sudah sampai di rumah sekitar 15 menit yang lalu, aku menyuruh orang tuaku untuk istirahat lebih dulu. Tapi, mereka lebih memilih mengintrogasiku dan Jennie. Dan sekarang kami sesang berada di ruang tamu di rumahku.
"Jadi, kau kekasih putraku?", tanya appa pada Jennie.
"Ne, ahjussi", jawab Jennie singkat.
"Hanbin semalam menghubungi kami, dia bilang ingin menikahimu. Yang membuat ahjumma terkejut adalah kalian yang masih berstatus sebagai pelajar. Jadi, apa kau hamil?", tanya eomma hati - hati.
"Apa Hanbin menghamilimu?", lanjut eomma penasaran.
"Eomma, aku tidak menghamilinya. Aku ini lelaki baik - baik.", kataku.
"Diam, Hanbin-a! Kau bisa saja berbohong.", kata eomma padaku.
Ais, mengapa eomma tidak percaya padaku? Padahal aku sudah jujur.
"Jadi, jawablah dengan jujur Jennie-ya. Ahjumma akan memberinya pelajaran jika sampai anakku benar menghamilimu diluar nikah.", lanjut eomma pada Jennie.
"Ah, aniyo ahjumma. Hanbin tidak menghamiliku.", jawab Jennie.
"Lalu? Apa kau hamil dengan laki - laki lain dan meminta pertanggung jawaban dari Hanbin yang berstatus sebagai kekasihmu?", tanya eomma hati - hati.
"Eomma!", teriakku.
Bagaimana bisa eomma menuduh Jennie seperti itu? Bukankah secara tak langsung eomma menyebutnya jalang?
Kulihat Jennie hanya tersenyum sambil menundukkan kepalanya menanggapi pertanyaan eommaku.
"Wae? Eomma hanya takut kau menikahi gadis yang salah Hanbin-a. Eomma tidak tau perkembanganmu semenjak kau memilih menetap di Korea. Siapa yang tau jika gadis yang kau pilih sebagai kekasih ini ternyata bukan gadis baik - baik?", kata eomma.
"Sudah, kau mungkin lelah. Lebih baik kita istirahat dulu eoh? Kita bicarakan lagi nanti.", kata appa, lalu membawa eomma untuk istirahat dikamar.
"Mianhae.", sesalku.
Sungguh, aku merasa sangat bersalah atas ucapan eomma pada Jennie.
"Gwenchana. Eommamu hanya tidak tau aku orang seperti apa? Maklum saja, ini kali pertamanya melihatku dan sebelumnya kau sudah memberitaukan mereka jika kita akan menikah. Jadi itu wajar jika eommamu mencurigaiku hamil diluar nikah. Ini juga karena appaku yang dengan mudahnya ingin menikhkan kita. Padahal appaku tau bahwa kita masih sekolah.", kata Jennie.
"Aku bahkan sangat setuju dengan appamu, karena itu artinya aku bisa mengikatmu. Kau tidak bisa mencintai orang lain lagi jika kita sudah menikah. Dan aku tidak perlu takut kehilanganmu karena kita akan bersama selamanya.", kataku.
Dan dapat kulihat Jennie tersenyum begitu manis.
"Aku akan berusaha menjelaskannya pada orang tuaku nanti.", lanjutku.
"Hem.", Jennie hanya berdehem.
"Oh iya, dimana adikmu?", lanjut Jennie mengalihkan pembicaraan.
"Entahlah, sepertinya dia sedang istirahat juga.", kataku.
"Ya sudah, kau istirahatlah juga. Kau pasti juga lelah kan menyetir?", tanya Jennie.
"Hem, sedikit.", jawabku singkat.
"Geurae, istirahatlah. Aku akan pulang.", kata Jennie, lalu bangkit menuju pintu.
"Eoh, perlu kuantar?", tawarku yang mengikutinya.
"Aniya, hanya perhatikan aku saja sampai aku masuk ke rumah.", kata Jennie.
"Aigoo.", kataku, lalu kuperhatikan Jennie yang berjalan ke rumahnya.
"Istirahatlah, chagiya", teriaknya sambil melambaikan tangan.
"Eoh.", teriakku.
Lalu kulihat Jennie sudah masuk kerumahnya. Dan akupun memutuskan untuk kembali masuk ke rumahku.
Huft, mungkin benar kata appa bahwa eomma sedang lelah. Akan kujelaskan lagi nanti. Kuharap, eomma bisa percaya.
Hanbin POV End
.
.
TBC.Gimana part 21nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opportunity in Narrowness
Fiksi PenggemarMenikah diusia muda, bahkan masih duduk dibangku sekolah. Itu semua karena keinginan mereka, dan didukung oleh orang tua dari pihak sang gadis yang harus pergi meninggalkan putrinya itu. Bagi Kim Hanbin, itu adalah kesempatan dalam kesempitan yang t...