17

555 63 2
                                    

Hanbin POV

Kini aku dan Jennie berada di balkon kamarku.

"Pakailah jaketku!", perintahku.

"Aniya, bukankah kita hanya sebentar disini?", kata Jennie.

"Eoh, sebentar jika ketika aku menjelaskan kau langsung mengerti.", kataku.

"Ais, apakah aku sebodoh itu di matamu?", tanya Jennie yang sepertinya bad mood.

"Bukan begitu. Tapi, bukankah tadi sore ketika kujelaskan kau tidak mengerti? Yah, jadi siapa yang tau jika kali ini kau tidak mengerti lagi? Sudah pakailah sekarang, jangan membuang waktu. Kau lelah Jen, kau perlu istirahat.", kataku memberi pengertian.

Akhirnya dia memakai jaketku.

"Mian, aku belum sempat mengembalikan jaketmu.", katanya.

"Gwenchana, jaketku masih banyak di lemari.", kataku.

"Lalu mengapa kau tak memakainya?", tanya jennie.

"Aniya, gwenchana. Sudah jangan banyak bertanya, dan fokuslah pada apa yang akan kujelaskan!", kataku, dan jennie hanya mengangguk.

Lalu aku menjelaskan panjang lebar, aku sangat berharap dia mengerti.

".... Bagaimana? Apa kau sudah paham?", tanyaku.

"Ah, mianhae Hanbin-a. Apa kau bisa mengulangnya sekali lagi?", tanyanya lembut.

"Aigoo.", sungguh, aku frustasi.

"Hanya sekali, eoh? Kumohon.", rengeknya.

"Baiklah, kali ini lebih fokus Jen.", kataku.

Lalu aku mengulangi penjelasanku.

".... Sekarang bagaimana? Apakah aku harus mengulangnya lagi?", tanyaku, tapi dia menggelengkan kepalanya.

"Aniya, tidak perlu. Aku sudah mengerti. Gomawo, Hanbin-a. Kau sangat sabar mengajariku.", kata Jennie tersenyum bahagia sambil memeluk lenganku.

"Eoh, syukurlah jika kali ini kau mengerti.", kataku sambil mengusap kepalanya.

"Ah iya Jen, aku ingin memberitaukanmu sesuatu.", kataku, lalu dia kembali keposisi duduknya sambil menatapku serius.

"Mwo?", tanyanya serius.

"Mianhae, aku tidak pernah memberitaukanmu tentang keluargaku. Aku hanya bercerita tentang keluarga Jisoo padamu. Jadi, aku akan menceritakannya padamu sekarang.", kataku.

"Yak! Gwenchana. Baiklah, beritaukanku jika memang kau sudah siap memberitaukannya.", kata Jennie.

"Eoh, jadi dulu kami tinggal di Korea tepatnya di rumah ini. Dan dulu kau belum menjadi tetanggaku. Dulu ketika aku kecil, aku selalu di manja oleh orang tuaku. Tapi ketika kami pindah ke Amerika, orang tuaku mulai sibuk dengan pekerjannya. Aku mencoba mengerti, sampai adikku lahir dan mereka tetap sibuk. Aku memutuskan hidup di korea ketika aku mulai remaja, dan orang tuaku memperbolehkanku. Setiap bulan mereka mentransfer uang untukku, karena mereka tidak memperbolehkanku kerja part time. Tapi aku dititipkan oleh keluarga Jisoo sampai aku kelas 1 SHS. Lalu aku pindah ke rumah ini, dan akhirnya kita bertetangga.", kataku menjelaskan.

"Gwenchana. Lihat, mereka sibuk bekerja juga untuk membiayai kehidupanmu. Mereka tidak memperbolehkanmu bekerja karena mereka menyayangimu. Ada waktunya kau akan bekerja, tapi bukan sekarang. Percayalah, dan jangan membenci mereka eoh?", kata Jennie menasihatiku.

"Entahlah, aku hanya butuh kasih sayang bukan uang. Aku berencana menjemput adikku. Aku sangat menyayanginya, aku tidak ingin Hanbyul sampai tidak terurus oleh orang tuaku sama sepertiku dulu. Mungkin, libur akhir pekan?", lanjutku.

"Yak! Jadi kau ingin meninggalkanku?", teriak Jennie.

Aku hanya tersenyum.

"Jadi, kau sangat tidak ingin aku meninggalkanmu?", tanyaku menggodanya.

"Ais, tentu saja! Bagaimana jika kau tidak di bolehkan menetap di Korea setelahnya?", tanya Jennie sedikit kesal.

Aku hanya terkekeh.

"Aigoo, aku hanya ke Amerika untuk menjemput adikku. Aku janji akan kembali ke Korea hanya untukmu.", kataku.

"Ais, kali ini aku tidak bisa memegang janjimu. Aku tetap khawatir orang tuamu malah menyuruhmu menetap disana.", kata Jennie khawatir.

"Aniya, kalau itu sampai terjadi maka aku akan melawan.", kataku mantap.

Tapi aku malah mendapat pukulan dari Jennie.

"Yak! Kau tidak boleh seperti itu pada orang tuamu, hanya demi gadis bodoh sepertiku.", kata jennie kesal.

"Kau memang bodoh, tapi kau segalanya untukku Jen.", kataku.

"Aku tetap tidak peduli. Bagaimanapun perlakuan orang tuamu padamu dimasa lalu, mereka tetap orang tuamu. Sayangi mereka Hanbin-a. Aku percaya, mereka juga menyayangimu.", kata Jennie menasihatiku.

"Geurae, aku juga akan belajar percaya itu.", kataku lalu tersenyum pada Jennie dan Jennie membalasnya.

Hanbin POV End
.
.
TBC.

Gimana part 17nya all? 😁
Jangan rame diawal aja ya, dipart-part selanjutnya tolong ramein juga 🙏
Ah iya, jangan lupa vote ya sebagai tanda kalian dukung aku. 🙏🏻
Bagi yang belom follow aku, tolong follow ya. 🙏🏻
Gomawo, all.

Opportunity in NarrownessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang