"Selamat malam pak, maaf membuat anda menunggu," kata Amara menyapa seorang pria yang duduk di sebuah cafe.
"Saya yang harusnya minta maaf karena meminta bertemu malam-malam begini," kata pria itu. "Jadi, bagaimana kondisi anak saya?"
"Sepertinya anda baru saja bertengkar dengan rekan bisnis anda itu ya."
"Kok kamu tau?" terlihat raut terkejut di wajah pria itu.
"Karena dua hari yang lalu sepertinya orang itu mengirim sebuah kotak untuk anak anda."
"Kotak? Apa isinya?"
"Devan tidak cerita ke anda?" tanya Amara balik.
"Tidak, Devan tidak menceritakan apa-apa. Dan lagi, sekarang saya sedang sibuk dengan urusan kantor, jadi saya jarang ada di rumah," kata Papa Devan.
Amara mengangguk, ia memahami situasinya. "Jadi, dua hari lalu ada seorang anonim yang memberi Devan sebuah kotak yang berisi foto-foto Devan, dan disana ada sebuah surat yang menyatakan si anonim sedang kesal kepada papa Devan, yang berarti anda."
"Sial, jadi dia semakin berani ya," gumam Papa Devan. "Saya minta tolong ya, tolong benar-benar awasi anak saya, jangan sampai dia celaka."
"Itu memang tugas saya," jawab Amara. "Tapi kenapa anda tidak segera menyelesaikan masalah anda dengan rekan bisnis anda? Kenapa masalahnya bisa sampai seperti ini."
"Ah itu, kamu tidak perlu tahu, yang penting jaga anak saya saja." Amara kurang setuju dengan jawaban Papa Devan yang itu, menurutnya ia berhak tahu apa yang menjadi biang masalah. Tapi Amara harus menahan diri karena setelah itu papa Devan pamit pergi karena ada meeting.
Jadi, kini Amara duduk sendirian di sini. Amara memandang keluar kaca, ia melihat tetes hujan yang berjatuhan ke bumi, kebetulan Amara duduk di pojok dekat jendela kaca.
"Permisi mbak, ini pesanannya." Fokus Amara teralihkan oleh seorang pelayan yang mengantarkan pesanannya—secangkir amerikano.
"Ya, tolong bersihkan itu." Amara menunjuk cangkir bekas minuman papa Devan tadi. Fokus Amara kembali terpecah oleh suara bel yang disebabkan oleh pintu cafe yang dibuka. Dan, disana Amara melihat Devan.
"Astaga, ngapain dia di sini," gumam Amara pelan. Ia mengerutkan kening mengikuti langkah cowok itu ke kasir, tapi kemudian Amara kembali menatap rintik hujan.
"Amara?" Amara menoleh, dan Devan ada disana. "Malam-malam gini kok lo di cafe sendirian."
"Kenapa? Masalah?"
"Ya enggak sih." Dengan santainya cowok itu duduk di depan Amara.
"Kenapa nih cowok, tumben banget ramah ke gue," batin Amara bingung.
Keheningan mendera mereka. Amara sibuk dengan hujan, Devan sibuk dengan pikirannya. Beberapa saat kemudian pesanan Devan datang.
"Amara." Amara menoleh kearah Devan. "Thanks lo udah bantuin gue tempo hari."
"What?! Kenapa nih?" batin Amara.
"Waktu itu gue kayaknya bakalan meledak deh kalau lo gak ada, thanks ya," kali ini Devan berkata dengan senyum simpul di akhir kalimat.
"Ya, oke." Amara mengambil minumannya, ia meminumnya sedikit seraya pikirannya memikirkan tingkah aneh Devan.
"Di luar hujan nih, lo bawa mantel gak?"
"Hm? Bawa kayaknya," balas Amara.
"Kok gak yakin gitu sih jawabnya."
"Dev," panggil Amara, Devan menanggapinya dengan deheman. "Lo kenapa sih? Aneh."
"Yee gue baik ke lo malah dibilang aneh."
"Ya gue gak biasa liat lo kayak gini," jawab Amara.
"Gak, gue cuma mikir aja. Kalau waktu itu lo gak ada kan gue pasti kalang kabut, bingung mau ngapain," kata Devan. "Dan setelah gue pikir pikir, surat yang gue terima sama kotak itu kayaknya berhubungan deh."
"Terus?"
"Yaah gue pengen nanya ke bokap sih, tapi gue bingung."
"Bingung kenapa?"
"Ya bingung aja bilangnya gimana, belom nanti kalau nyokap tahu dan takut gue kenapa-kenapa, bisa aja dia nyewa bodyguard buat gue, kan gak lucu ya, haha."
"Lah, bokap lo udah nyewa bodyguard kali," batin Amara
"Eh hujannya mulai terang nih, lo mau pulang?" tanya Devan setelah menghabiskan minumnya.
"Ya, nanti dulu."
"Kalau gitu gue pulang duluan ya," kata Devan yang diangguki Amara. "Nanti pulangnya hati-hati, jangan malem-malem."
★★★★
Amara berjalan santai di koridor sekolah yang masih sepi. Ini masih jam 06.00 tapi Amara sudah berada di sekolah. Namun, bukannya melangkahkan kaki ke kelas, Amara malah pergi ke ruang loker. Dan loker yang ia tuju adalah loker Devan. Sesampainya di sana, Amara mengeluarkan duplikat kunci loker Devan. Bukan, Amara bukan mencurinya, ia hanya membuat salinan dari kunci asli yang dipegang oleh Devan.
Sejak tahu Devan menemukan surat itu di lokernya, Amara merasa ia harus selalu mengecek loker Devan. Tapi sayangnya, Amara tidak mendapatkan apa-apa dari sini, loker itu kosong, saat ini pun juga begitu. Tapi satu yang Amara yakini, musuh papa Devan punya kaki tangan di sekolah ini.
Setelah mengecek loker Devan, Amara berjalan menuju kelasnya. Amara menduga, kelasnya masih sangat sepi. Ini masih jam 06.00, para murid yang lain pasti masih bersiap berangkat sekolah.
Tapi, saat sudah dekat dengan kelasnya, Amara melihat seorang murid laki-laki di kelasnya. Amara memicingkan mata untuk melihat dengan jelas, Amara seperti mengenali sosok itu dari belakang.
"Itu bukan Devan, tapi kenapa ia ada di bangku Devan. Sedang apa dia," batin Amara saat melihat gerak-gerik cowok itu.
Amara mempercepat langkahnya, saat sudah berada di dalam kelas, ia sengaja menimbulkan suara sehingga membuat cowok itu menoleh.
"Amara, jam segini udah dateng aja lo," kata cowok itu dengan cengirannya. Tapi Amara masih melihat sisa-sisa raut kaget diwajah cowok itu.
"Hm." Amara berjalan santai ke tempat duduknya. "Lo tumben banget udah di kelas Lang, biasanya lo dateng pas bel masuk bunyi."
"Kebetulan aja sih tadi bangun tadi, biasanya mah jam segini gue masih molor, hahaha."
Amara mengernyit melihat cowok itu yang masih di bangku Devan. "Tapi, ngapain lo di bangkunya Devan."
"Eh? Gakpapa, tadi cuma nyari tempat nyaman buat tidur aja." Galang melangkah menjauh dari bangku Devan. "Tapi ternyata disini gak nyaman, gue mau ke rooftop aja deh. Lo mau ikut?"
"Ngapain ke rooftop, lo mau bolos ya?"
"Gak lah, gue cuma mau tidur aja." Galang menjawab dengan nada main-main khas nya. "Yaudah kalau lo gak mau ikut. Lo jangan takut di sini sendirian loh ya." Amara hanya menjawab dengan deheman pelan.
Setelah Amara yakin Galang sudah jauh dari kelas, Amara bangkit dan menghampiri bangku Devan. Dia melihat kedalam laci, tapi tidak ada apa-apa disana. Ia melihat sekeliling, tidak ada apa-apa juga disana, semuanya bersih.
"Ngapain dia di sini?" gumam Amara pelan. "Mau cari tempat tidur yang nyaman? Di sini? Kenapa gak di pojok? Gue gak ngerti sama alasan dia."
Amara kembali ke tempat duduknya dan bermain hp-nya. Tapi pikirannya masih tertahan di momen itu.
"Gue makin curiga sama cowok itu. Nanti aja deh gue lihat datanya," batin Amara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Agent Fall In Love (TERBIT)
Ficção Adolescente[MAAF, BEBERAPA PART SUDAH DIHAPUS] [SEGERA OPEN PO KE-2] Amara Felicia Alexandria. Perempuan. Kelas XII. Sebenarnya Amara sama seperti perempuan seusianya yang lain. Kecuali sifat cuek dan fakta jika dia adalah seorang agen rahasia. Walau masih dud...