Saat bel pulang berbunyi, Amara berjalan cepat ke parkiran, ia ingin cepat-cepat pulang dan mencari data Galang. Dia benar-benar penasaran dengan diri Galang. Tapi, saat melewati ruang guru, Bu Lia memanggilnya.
"Amara, tolong antar ini ke fotokopian depan ya. Kamu tinggal aja, besok biar saya ambil."
"Iya bu."
"Eh bentar Ra." Bu Lia memanggil Devan yang berjalan kearah mereka. "Devan, kamu antar Amara ke fotokopian depan ya."
"Kenapa Bu? Dia kan bisa kesana sendiri," kata Devan.
"Kamu ya, tinggal nemenin Amara doang aja kok protes." Saat Devan akan membantah, Bu Lia kembali berucap, "Kamu sama Amara kan gak pernah akur, siapa tau habis ini kalian bisa akur kan."
Akhirnya Devan tidak jadi membantah dan mengajak Amara pergi ke fotokopian depan sekolah.
"Manja banget sih ke fotokopian depan aja harus dianter," gerutu Devan.
"Bu Lia yang minta ya, bukan gue."
"Sama aja lah."
"Ck, ngeselin banget sih lo," kata Amara dengan kesal.
"Kemarin aja ramah gitu, kenapa sekarang malah makin ngeselin sih. Dasar cowok aneh!" batin Amara yang kesal.
Hening melanda mereka berdua, tidak ada yang ingin membuka pembicaraan. Sampai di fotokopian mereka masih diam. Amara memberikan kertas yang diberikan Bu Lia tadi ke tukang fotokopi, kemudian mereka menyebrang jalan kembali ke parkiran.
Di tengah jalan, mereka melihat segerombolan cowok dari dua arah yang berlawanan. Mereka saling berteriak dan mencaci maki. Amara dan Devan membeku, saat gerombolan itu semakin mendekat, mereka baru sadar jika mereka berada di tengah jalan yang akan menjadi tempat tawuran.
"Amara, ayo lari," kata Devan. Tapi terlambat, gerombolan itu sudah mendekat dan saling melemparkan batu. Amara dan Devan terpisah oleh cowok-cowok yang saling melempar batu.
"Amara!" teriak Devan.
"Gue disini Dev!" balas Amara. Dari balik tubuh cowok-cowok yang sedang saling menghajar, Amara bisa melihat Devan yang sedang baku hantam dengan seseorang. Mungkin, orang itu mengira Devan adalah orang dari pihak musuh. Amara berusaha mendekat kearah Devan, tapi itu jalan yang sulit.
Tapi, tiba-tiba saja ada sebuah lengan yang melingkar di lehernya. "Lo harus jadi sandra," kata seorang cowok di samping telinga Amara.
"Apaan nih, kenapa gue jadi sandra coba, gue aja gak ada urusan sama mereka," batin Amara jengkel.
"Amara," panggil Devan yang rupanya sudah terlepas dari cowok tadi.
"Lo suruh temen-temen lo mundur, atau kalau enggak, cewek ini bakalan celaka," kata cowok yang menyandra Amara.
"Temen-temen yang mana?! Gue aja gak kenal sama kalian!" seru Devan.
"Ck, banyak ngomong banget sih mereka," batin Amara. "Ini kalau gak ada Devan, udah gue tonjok nih cowok. Enak aja pegang-pegang, mana tangannya bau lagi."
Tapi, belum sempat Devan melangkah mendekati Amara, ada seorang cowok yang menghampiri Devan dan mengajaknya berantem.
"Ck, lepasin nggak," kata Amara.
"Lo diem aja ya, jangan banyak ngomong." kata cowok itu.
"Lama-lama ngeselin ya nih cowok."
Amara yang mulai kesal pun langsung menarik lengan cowok yang melingkar di lehernya itu dan memutarnya kebelakang membuat cowok itu mengaduh kesakitan. Cowok itu berusaha memukul Amara dengan tangan satunya, tapi dengan sigap Amara menahannya dan menendang perut cowok itu. Belum cukup sampai di situ, Amara menonjok pipi cowok itu dengan keras dan menendang kakinya sampai jatuh. Setelah itu Amara buru-buru pergi ke tempat Devan. Ternyata, Devan baru saja selesai dengan urusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Agent Fall In Love (TERBIT)
Novela Juvenil[MAAF, BEBERAPA PART SUDAH DIHAPUS] [SEGERA OPEN PO KE-2] Amara Felicia Alexandria. Perempuan. Kelas XII. Sebenarnya Amara sama seperti perempuan seusianya yang lain. Kecuali sifat cuek dan fakta jika dia adalah seorang agen rahasia. Walau masih dud...