Part 17

24.5K 1.3K 15
                                    

"Emosi mulu deh kerjaan lo, pantes aja lo selalu sial," kata Mario. Saat ini Mario, Devan, Reyhan, dan Gavin sedang berada di kantin.

"Kapan gue sial? Gak pernah tuh," kata Devan dengan ekspresi marahnya.

"Lah, kemarin aja lo gak ngapa-ngapain tapi mau ditabrak mobil, apaan coba namanya kalau bukan sial."

"Eeh, bener juga ya, gue baru nyadar," kata Gavin yang mengangguk-anggukkan kepalanya. Devan semakin kesal memandang teman-temannya.

"Udah deh kalian ini, ribut mulu kerjaannya. Gak bisa apa sehari aja gue merasakan ketenangan," kata Reyhan. "Dan lo Dev, itu artinya lo harus hati-hati. Bahaya datang disaat yang tidak terduga."

Disaat Mario ingin mengomentari perkataan Reyhan, Salsa datang ke meja mereka.

"Kok sendiri aja? Amara mana?" tanya Gavin saat Salsa duduk di sebelahnya.

"Dia gak mau aku ajak ke sini. Katanya pengen ke taman aja, baca novel."

Tiba-tiba saja Devan berdiri dari duduknya, "gue mau pergi aja, males gue ngobrol sama kalian, bikin emosi aja," kata Devan dengan memandang teman-temannya kesal. Mario hanya menyengir menatap Devan. Reyhan malah hanya memasang wajah tanpa ekspresi. Sedangkan Gavin, ia sudah sibuk dengan Salsa.

★★★★

Amara duduk tenang di bangku taman sekolahnya, ditemani oleh sebuah novel yang sangat menarik menurutnya, dengan angin semilir yang menerpa wajahmu. Taman ini sungguh tenang, sangat berbeda dengan kantin yang penuh sesak dan bising, Amara sangat menyukai suasana di sini.

Ia membalik halaman novelnya dengan tenang, pandangan serius ia tunjukkan sepenuhnya ke novel itu. Namun, ketenangan Amara tidak bertahan lama karena ada seorang pengganggu yang duduk di sebelahnya.

Amara berusaha mengabaikan pengganggu itu, namun cowok itu terus saja mengajak Amara mengobrol, dan itu semakin lama membuat cewek itu jengah.

"Apaan sih? Ganggu gue aja lo." Amara menatap cowok itu dengan kesal.

"Gue cuma ngajak lo ngobrol doang padahal," jawab Devan. "Ini, gue beliin roti, siapa tau lo laper kan." Amara tidak ingin mengambil roti itu, namun Devan terus saja menyodorkan roti itu, jadi mau tak mau Amara mengambilnya.

"Udah kan? Mending sekarang lo pergi, gue sibuk." Amara kembali memfokuskan pandangannya ke novel yang ia baca.

"Udah gue beliin roti, masa gak bilang terimakasih," kata Devan. Namun Amara mengabaikan perkataan itu. Merasa tidak mendapat respon baik, Devan memilih menatap Amara yang sedang fokus membaca.

Merasa risih diperhatikan terus menerus, Amara menutup novelnya dan memandang Devan. "Sekarang apaan? Ngapain lo mandangin gue terus. Risih tau gak."

"Ya habisnya, lo fokus banget baca novelnya. Harusnya kan sekarang fokus lo udah gak sama novel lagi, tapi gue," kata Devan dengan tersenyum manis.

Amara mengerutkm alisnya mendengar ucapan Devan yang menurutnya tak jelas itu. "Lo kenapa sih? Kesambet? Aneh banget deh."

"Iya, gue kesambet. Kesambet cinta lo, hahaha." Amara semakin memandang Devan dengan aneh. "Bucin banget ya gue, hahaha, sorry-sorry."

"Sumpah, gak jelas banget deh ini cowok," batin Amara. Amara berusaha keras mengabaikan Devan yang msih terkikik geli, ia berusaha memfokuskan matanya memandang novel di pangkuannya. Beberapa detik kemudian Devan sudah tidak tertawa, namun ia memandang wajah Amara dengan serius, sejurus kemudian ia terkekeh geli kembali.

"Kenapa lagi lo?"

"Gue tiba-tiba aja keinget lo yang ngerjain Mario, sumpah itu lucu banget, hahaha."

"Hm? Kapan?" tanya Amara bingung, karena seingatnya, ia tak pernah menjahili Mario.

"Lo gak inget?" tanya Devan. "Itu loh, waktu Mario bikin lo marah dan dia minta maaf ke lo tapi lo gak ngasih. Trus kan lo bilang bakalan maafin si Mario kalau dia minta maaf ke lo sambil pake baju cewek. Sumpah, itu lucu banget."

Kenangan tentang itu pun langsung mampir di kepala Amara. Amara bisa mengingat dengan jelas bagaiman lucunya Mario saat ia memakai rok dan meminta maaf di depannya. Tanpa sadar, sebuah senyuman terlukis di wajah cantik Amara. Devan yang awalnya tertawa pun langsung menghentikan tawanya dan menatap Amara lekat-lekat. Ia tak bisa mengalihkan matanya dari pandangan indah di depannya ini.

"Cantik," batin Devan.

"Ck, ngeliatin gue lagi, kenapa sih? Risih nih gue." Seulas senyum di bibir Amara hilang digantikan raut sebal miliknya.

"Lo cantik Ra kalau senyum kayak tadi, sumpah gue gak boong. Lo harus sering-sering dah senyum kayak gitu," kata Devan dengan tulus. "Tapi, lo harus nunjukin senyum itu ke gue aja, jangan ke orang lain. Karena mulai saat ini senyum itu milik gue."

"Apasih gak jelas banget."

"Gue serius loh, kok lo bilang gak jelas."

"Serius deh, lo kenapa Dev? Aneh banget," kata Amara. "Semenjak habis di tabrak mobil lo makin aneh. Perasaan lo gak ketabrak deh, jadi harusnya otak lo baik-baik aja kan."

Devan menghela nafas memandang Amara. "Waktu kerja kelompok dulu kan gue pernah bilang Ra. Gue suka sama lo, dan gue bakalan bikin lo juga suka sama gue. Jangan bilang kalau lo nganggep omongan gue itu main-main."

Amara tak bereaksi. Ia hanya menatap Devan dengan diam. "Gue serius Ra, gue suka sama lo. Gue gak main-main."

Mereka terlibat saling tatap selama beberapa saat, sampai akhirnya mereka dikejutkan oleh Salsa yang datang dengan tiba-tiba.

"Eh, gue ganggu kalian ya?"

"Enggak. Lo gak ada ganggu apa-apa," jawab Amara dengan cepat.

"Ehm. Lo ngapain di sini Sa?" tanya Devan.

"Gue nyari Amara. Bentar lagi kan bel masuk, gue mau ngajakin dia ke kelas," kata Salsa. "Soalnya kalau dia udah terlarut dalam novel, dia udah gak tau waktu."

"Ooh, lo terlalu fokus sama novel Ra, lo harus mengalihkan fokus lo ke yang lain," kata Devan memandang Amara dengan senyum, sedangkan Amara mendengus pelan menanggapi ucapan Devan.

"Btw, kalian lagi ngomongin apaan sih? Serius banget kayaknya."

"Bukan apa-apa," kata Amara. "Udah yuk kita ke kelas." Amara berdiri dari duduknya dan langsung menggandeng Salsa pergi dari tempat itu. Devan memandang kepergian Amara dengan senyum.

★★★★

"Lo tadi lagi ngomongin apaan sih sama Devan?" tanya Salsa yang ingin tahu. Saat ini mereka sedang berjalan di koridor menuju kelasnya.

"Gak ada."

"Tapi tadi gue sempet lihat kalian saling tatap gitu. Seumur-umur, baru kali ini gue lihat kalian kayak gitu, biasanya kan berantem mulu."

"Ish, gue tadi juga berantem tau sama dia. Lagi enak baca novel eh malah di ganggu." Salsa ingin mengutarakan pendapat, namun Amara langsung memotongnya. "Gausah dibahas, gue lagi kesel."

Sudah, Salsa tidak berani membahasnya lagi, ia tak mau membuat sahabatnya ini makin marah.

Namun, walaupun saat ini Amara menampilkan ekspresi kesal, di dalam hatinya ia sedang kebingungan. Ia bingung tentang sifat Devan yang tiba-tiba berubah seperti ini. Ia tak mau terlarut dalam perasaan ini, ia ingin menjauh dari Devan, namun keadaan yang memaksanya begini. Ia masih harus menjalankan misi, ia masih harus berada di dekat Devan.

Secret Agent Fall In Love (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang