8. Sekolah baru

4.2K 275 0
                                    

Di sebuah ruangan, dua gadis remaja sedang duduk menghadap seorang guru laki-laki berkumis tebal tengah membaca sesuatu di sebuah buku yang terletak di atas meja. Guru itu menatap dua siswinya bergantian.

“Ini yang namanya Biru siapa dan yang namanya Vanilla siapa?”

“Saya Biru pak.”

“Saya Vanilla.”

“Kalian ini kembar?”

Biru dan Vanilla saling tatapan. Mereka saling meneliti wajah masing-masing. Apakah ada kemiripan di wajah mereka sampai guru ini bisa mengira bahwa mereka anak kembar?

“Emang kita berdua mirip?” tanya Vanilla kepada Biru dengan berbisik pelan.

“Gak tau, tapi menurut gue sih enggak.”

“Kembar juga tidak apa-apa nak. Gak ada yang melarang anak kembar tidak boleh bersekolah di sini.”

“Iya terserah bapak deh. Kapan kita masuk ke kelasnya? Saya mau belajar pak!”

Tapi bo'ong!

Pria itu baru ingat jika dua gadis di depannya ini murid baru yang memiliki janji temu dengan dirinya untuk membicarakan perihal kelas mereka.

“Oh iya saya sampai lupa. Sebentar saya ambil bukunya dulu.”

Biru dan Vanilla masih saja memperhatikan gerak gerik guru berkumis tebal itu yang tengah berjalan ke sisi ruangan. Bapak itu kembali ke kursinya dengan membawa sebuah map berwarna biru tua.

“Yang Biru tadi yang mana ya?”

“Saya pak.”

“Oh kamu... kelas kamu di XII IPA 2.”

Biru mengangguk singkat sebagai jawabannya. Ia lantak menoleh kepada Vanilla yang masih menanti kelasnya.

“Kalo kamu di XII IPS 3.”

Setelah selesai dengan urusan kepala sekolah, mereka langsung bergegas pergi ke luar dan menuju kelas masing-masing.

“Gue kira kita bakal sekelas.”

“Taunya beda,” ujar Biru menyambung kalimat Vanilla.

“Tapi lo mau kan temenan sama gue? Ya walaupun kita beda kelas sih.”

Biru menatap Vanilla dengan tersenyum, lalu ia menganggukkan kepalanya. Mana mungkin ia menolak ajakan pertemanan itu. Apalagi Vanilla sangat baik kepadanya.

“Iya gue mau. Beda kelas mah gak jadi masalah buat pertemanan kita.”

“Nah setuju gue. Ayo deh cari kelas kita.”

Mereka berjalan beriringan menuju kelas masing-masing. Sampai di depan lapangan basket yang berukuran besar mereka menghentikan langkahnya. Sepertinya ada kelas olahraga di lapangan itu. Vanilla mengajak Biru untuk mendekat ke arah gerombolan murid perempuan yang tengah beristirahat. Ia menepuk bahu salah satu gadis yang tengah duduk santai di bawah pohon.

“Iya kenapa ya?” tanya siswi itu kepada Vanilla.

“Gedung IPS sama IPA dimana?”

“Sebelah sana gedung IPA, sebelah sini gedung IPS.”

“Ok thanks.”

Vanilla menoleh ke sampingnya. “Kita pisah di sini ya Bir, ntar pas istirahat kita ketemuan di kantin.”

“Oke siap.”

Setelah melihat punggung Vanilla semakin menjauh. Biru melanjutkan langkahnya ke arah gedung IPA berada. Dari papan kelas yang ia lihat, sepertinya lantai satu ini tempat dimana kelas sepuluh berada. Jadi kemungkinan kelas dua belas berada di lantai tiga?

Di tengah perjalanan Biru melihat seorang murid laki-laki yang sedang berjalan sendirian. Bertanya dimana letak kelasnya kepada cowok itu tidak masalah kan?

Yakali cuma karena nanya kelas doang gue dapet masalah.

“Eh woi tunggu tunggu!” Biru mencoba memanggil cowok itu, namun sepertinya suaranya tidak cukup keras.

“Woi cowok yang pake topi," panggilnya lagi.

Dan kali ini Biru berhasil menghentikan langkah kaki cowok itu. Ia segera mempercepat langkahnya untuk mendekat. Saat sampai di depan cowok itu, Biru hampir melupakan niat awalnya untuk bertanya perihal kelas.

“Anjir ganteng banget.”

“Kenapa nih?” tanya cowok itu yang secara tidak langsung menyadarkan Biru dari efek sihir kegantengan cowok di hadapannya.

“Ah itu... gue boleh minta tolong gak?”

“Tolong apaan?”

“Tolong anterin gue ke XII IPA 2 bisa?”

“Lo anak baru?”

Biru mengangguk sebagai jawaban. Cowok bertopi hitam di depannya tengah tersenyum manis sembari menatap dirinya.

“Oke let's go kita ke kelas.”



FATHUR [ hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang