2. Rumah Sultan

9.3K 489 13
                                    

Setelah seharian matahari menjalankan tugasnya menerangi bumi, tiba saatnya bulan yang mengambil alih tugas itu. Langit malam yang gelap namun sangat indah dihiasi beberapa bintang yang bersinar terang.

Selepas magrib hal yang Fathur lakukan hanyalah bermain game online di ponsel miliknya. Sudah beberapa kali memenangkan lawannya namun cowok itu masih enggan berhenti bermain.

Sedikit informasi tentang Fathur. Remaja tujuh belas tahun itu ialah anak dari tiga bersaudara. Ibunya telah lama meninggal, sedangkan ayahnya memilih untuk memulai keluarga baru. Dua saudaranya ikut bersama sang ayah, dan meninggalkan Fathur seorang diri.

Tiba tiba ia menghentikan permainannya. Cowok itu menatap langit langit kamar di atas sana.

“Seandainya bunda masih ada,  rumah ini gak bakalan sepi kayak gini.”

Tanpa bisa dicegah setetes air mata lolos dari sudut matanya. Jika membahas hal mengenai mendiang sang ibu, Fathur sangat lemah. Dadanya terasa sangat sesak. Jika dia boleh meminta kepada Tuhan, Fathur ingin ayahnya saja yang mati.

Hidup tanpa seorang ibu tidak semudah yang orang lain katakan. Bahkan walau semua memberinya dukungan tetap saja hanya satu yang Fathur inginkan. Ia ingin bersama bundanya.

Perlahan Fathur bangkit dari duduknya. Cowok itu berjalan menuju balkon yang ada di kamar. Menatap indahnya jalanan kota yang dipenuhi warna warni lampu malam yang terlihat manis di bawah sana.

Tangannya bergerak mengeluarkan sebatang rokok dari dalam kotak. Rokok itu tersimpan di saku celananya. Fathur dan rokok adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Di usia yang masih muda, Fathur sudah menjadi perokok aktif.

Fathur menyelipkan rokok yang ada diantara jari telunjuk dan tengah ke sela sela bibir merahnya. Nilai plus dari seorang Fathur Adiva Arkan, perokok aktif yang dikaruniai bibir seksi cipok able.

Suara pagar besi yang terdorong menyadarkannya dari lamunan sesaat. Ia menundukkan kepalanya untuk melihat siapa yang datang. Terlihat ada empat motor yang memasuki halaman rumahnya.  Itu pasti teman temannya.

“Woi bukain pintunya asu, malah ngeliatin aja lo.”

Fathur tertawa pelan mendengar gerutuan Janu yang memintanya membuka pintu. Dengan malas ia berjalan keluar dari kamarnya untuk menyambut tamu tamunya yang sudah menunggu.

Setelah pintu di buka, Janu orang pertama yang masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Cowok itu meletakkan dua kantong plastik berukuran besar ke atas meja.

“Minum dong Thur, aus banget gue jalan ke sini.”

“Ambil aja sendiri.”

Karena malas berdebat, akhirnya Janu mengayunkan kakinya ke arah dapur milik Fathur. Cowok itu mengambil beberapa gelas serta piring untuk digunakan tempat makan mereka. Kemudian setalah dirasa cukup, Janu kembali menemui teman temannya.

Mereka semua sudah berada di ruang tamu. Bantal sofa sudah berserakan dimana-mana. Juga dengan meja yang sudah dipenuhi berbagai makanan dan minuman instan. Baru beberapa saat rumah yang semula rapi kini berubah menjadi kapal pecah.

Pertandingan sepak bola yang disiarkan secara live sudah berlangsung sejak setengah jam yang lalu. Lima remaja itu saling beradu opini tim mana yang akan memenangkan pertandingan malam ini.

“Inget ya woi yang kalah taruhan harus nurutin apa kata yang menang.”

“Bacot lo, diem deh.”

“Dih anjir sok banget lo!”

“Paan sih sokap.”

“Lo liat tim lo masih satu aja noh dari tadi, gak yakin gue bakal menang.”

“Jangan remehin tim gue ya anjir, kita liat aja nanti pasti tim gue yang bakal menang.”

Melihat perdebatan kecil antara Juli dan Janu membuat Fathur sedikit menarik sudut bibirnya. Dia sedikit merasa terhibur karena ulah mereka. Memang orang orang seperti Juli dan Janu lah yang semakin membuat asik suatu pertemanan. Fathur tidak bisa membayangkan bagaimana semembosankan apa hidupnya jika tidak berteman dengan mereka ini.

*****
thank u for voting this story luv <3

FATHUR [ hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang