16. Hujan

3.9K 249 0
                                    

Awan hitam yang menggumpal di langit seakan memberitahu kalau sebentar lagi akan turun hujan. Fathur melihat ke arah luar dari jendela kelasnya. Cowok itu melihat perlahan air mulai turun membasahi bumi.

Tepat saat hujan turun bel pulang sekolah berbunyi. Meskipun para murid berhamburan keluar kelas, mereka tidak bisa menerobos hujan yang begitu deras yang membuat mereka mau tidak mau menunggu di koridor. Meskipun tetap saja ada beberapa yang pulang dengan keadaan basah basahan.

Fathur sudah memakai jaket jeans yang selalu ia bawa ke sekolah. Sembari menunggu hujan reda, Fathur bersandar di kusen pintu kelasnya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

Suara hujan terasa begitu menenangkan di telinganya. Cowok itu menatapi orang orang yang hilir mudik di koridor dengan tatapan datar. Banyak pasangan cewek cowok yang sedang asik bercerita di kursi panjang yang memang disediakan di tiap kelas.

Bucin gak tau tempat!

Kembali melihat ke sekelilingnya, kini mata coklat itu berhenti pada seorang yang sedang berdiri sendirian di depan kelas. Meski terhalang hujan yang deras, Fathur masih bisa menebak kalau itu Vindy. Gadis yang hampir tiga tahun ini selalu mencoba mendekatinya.

Sejak mengenal percintaan, Fathur baru dua kali berpacaran. Pertama saat ia kelas sembilan dan yang terakhir saat kelas sebelas.

Selama Fathur menjomblo dari kelas sepuluh sampai kelas sebelas Vindy tidak pernah berhenti mengejarnya. Bahkan saat gadis itu tahu Fathur sudah memiliki kekasih pun Vindy tetap mengejarnya. Bagi Vindy tidak ada apapun yang bisa menghentikan dia kecuali rasa lelahnya.

Dalam pandangannya, Vindy itu gadis yang baik namun sedikit sombong. Ia tidak akan mengusik bila tidak ada yang mengusiknya terlebih dahulu.

Fathur ingat saat kejadian dimana Vindy dan Wella bertemu di sebuah cafe. Saat itu Fathur tengah menikmati makan malamnya bersama Wella, namun tiba tiba saja Vindy datang dan mengamuk seperti orang kesetanan.

Perkelahian antara dua wanita lebih sulit dipisahkan dari pada perkelahian antara laki-laki dan laki-laki. Jujur saja Fathur kewalahan saat itu menghadapi Vindy dan Wella.

Dan sejak saat itulah Vindy semakin mengejar dirinya. Vindy terus memberi segudang perhatian dan kasih sayang kepada Fathur yang statusnya pacar orang.

“Kepala batu,” ujarnya tanpa sadar.

“Lo gak balik Thur? Mumpung hujannya udah agak reda.”

Fathur tersadar dari lamunannya. Cowok itu menatap Jaka dan yang lain yang sekarang sudah berdiri di hadapannya.

“Ini mau balik.”

“Lo tadi abis mikir jorok ya Thur?”

“Ngaco lo!”

“Siapa tau aja kan? Soalnya tadi lo sempet senyum senyum sendiri, ya walaupun kagak bisa dibilang senyum sih.”

“Kurang kerjaan lo merhatiin gue.”

Janu yang berjalan di sebelah Fathur mengalungkan lengannya di bahu cowok itu. Ia tidak memperdulikan teriakan Juli yang memintanya untuk memelankan langkah mereka.

“Bukan kurang kerjaan, tapi ini tuh perhatian namanya.”

“Suka lo sama gue?”

“ANJIR KAGAK LAH!”

“Santai!!”

Mereka telah tiba di parkiran. Fathur dan teman temannya berpindah karena tujuan mereka berbeda. Saat hendak melajukan motornya, Fathur melihat Vindy keluar dari gerbang sekolah sambil menadahkan kepalanya dengan totebag gadis itu.

“Naik.”

Vindy menghentikan langkahnya saat sebuah suara menginterupsi dirinya. Matanya menatap mata elang yang ada dibalik helm fullface pengendara di hadapannya.

“Fathur?”

“Cepetan naik! Lo mau kehujanan?”

“Kan hujannya udah berhenti.”

“Lo mau naik atau gue tinggal?”

Tentu saja Vindy menuruti perintah Fathur. Gadis itu naik ke jok motor Fathur dengan sedikit kesulitan. Ia membuka sweater hitam yang ia kenakan untuk menutupi pahanya yang terlihat akibat rok abu-abunya yang tertarik ke atas. Vindy mengulum bibirnya menahan senyum. Hujan hari ini tidak akan pernah Vindy lupakan dalam hidupnya.

FATHUR [ hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang