Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak setengah jam yang lalu membuat keadaan sekolah menjadi sepi. Gadis dengan sweater biru muda itu kembali mengecek ponselnya untuk melihat balasan pesan dari sang ayah.
Hari sudah sore dan langit sepertinya akan menurunkan hujan sebentar lagi. Biru berdecak malas karena harus menghadapi situasi seperti ini. Ia sudah mencoba memesan ojek online berkali kali, namun tidak ada satu driver pun yang mengambil pesanannya.
"Ini Papa kemana sih?!"
Karena lelah menunggu, Biru akhirnya memutuskan untuk berjalan kali sampai ke simpang perempatan yang tidak jauh dari sekolahnya. Semoga saja masih ada angkutan umum yang berlalu lalang dan bisa mengantarnya sampai di rumah dengan selamat.
Baru beberapa langkah ia merasa tenaganya habis terkuras. Biru akhirnya memutuskan mampir ke warung sebentar untuk istirahat. Ia membeli air mineral dan permen karet untuk nanti menemani perjalanannya. Tiba tiba sebuah motor klx hitam berhenti di depan warung tempatnya istirahat. Biru merasa seperti tidak asing dengan orang yang tengah berjalan ke arahnya.
Bukan ke arahnya, lebih tepatnya ke arah ibu yang punya warung.
Merasa diperhatikan, Fathur yang tengah membeli sebungkus rokok menoleh ke samping. Menatap gadis yang satu minggu ini menjadi teman sebangkunya.
"Kenapa?" tanya Fathur dengan nada yang sedikit tidak bersahabat.
Mendengar pertanyaan itu, Biru langsung buru-buru menoleh ke depan. Ia tiba-tiba merasa takut dan sedikit terancam.
"Ada masalah sama gue?"
"Eh! Astaga!" Biru mengusap dadanya pelan karena terkejut Fathur telah berdiri di sebelahnya. "Ngagetin anjir!" gumam Biru dengan suara berbisik.
"Apa?"
"Apa? Apanya yang apa?"
"Lo tadi ngomong apa?"
"Gak ngomong apa-apa kok."
Biru memberanikan diri untuk menatap Fathur. Cowok jangkung itu masih memakai helm dan jaket jeans yang biasa Fathur kenakan. Dua benda itu semakin membuat Fathur terlihat berkali-kali lipat lebih tampan. Biru mengakui bahwa Fathur cowok paling ganteng dikelasnya, untuk saat ini.
"Ngapain masih di sini?"
"Lo....nanya gue?"
"Nanya bapak bapak di sebelah lo."
"Oh..." Biru menoleh ke sampingnya, ya memang ada seorang lelaki tua yang sedang menghabiskan rokoknya.
"Pak, bapak ditanya sama temen saya," ujar Biru kepada bapak itu.
"Kenapa neng?"
"Ini temen saya nanya kenapa bapak masih di sini?"
Bapak itu menggaruk belakang kepalanya sambil tersenyum canggung kepada Fathur dan Biru. "Anu... saya kan suaminya yang punya warung, jadi saya di sini nemenin istri saya.. gitu mas."
Fathur mengangguk singkat kepada bapak di sebelah Biru. Jujur saja ia malu, tetapi untungnya ada helm yang melindungi wajahnya. Karena tidak ingin semakin malu, Fathur menarik tangan Biru mendekat ke motornya dan memaksa Biru untuk naik ke jok belakang. Meski sempat ada perdebatan kecil akhirnya Fathur berhasil membawa Biru bersamanya.
Angin yang menerpa membuat rambut Biru berantakan kemana-mana. Sudah diselipkan ke telinga berkali-kali tapi tetap saja, berantakan lagi pada akhirnya. Sedari tadi ia hanya diam menikmati ramainya jalanan kota pada sore hari seperti ini. Suara kendaraan dan suara klakson saat lampu lalulintas berganti hijau membuat rasa kesalnya kepada Fathur sedikit menghilang.
Dan setelah hampir sepuluh menit yang sangat lama itu bagi Biru, mereka sampai di rumah berpagar hitam milik orang tua Biru. Gadis itu langsung turun dari motor Fathur dan berjalan menuju gerbang yang sedikit terbuka.
"Lo gak bilang makasih?" tanya Fathur yang masih diam di atas motornya sambil memperhatikan Biru yang hendak menutup pagar.
Dari balik besi yang menjadi penghalang antara dirinya dan Fathur, Biru bisa melihat mata cowok itu yang masih terus menatapnya.
"Gue gak minta dianterin pulang sama lo, jadi gue gak perlu bilang makasih!"
"Ok."
Setelah mengatakan itu Fathur dan motornya menghilangkan dari pandangan Biru. Gadis itu tidak perduli dan memutuskan untuk langsung masuk kedalam rumahnya. Saat ini tujuan Biru adalah kamarnya, ia tidak sabar untuk bertemu kasurnya yang empuk dan posesif.