Cuek

440 42 4
                                    

Beberapa hari setelah kejadian Fahira dan Pandu bertemu. Kasih terlihat berbeda dari biasanya. Terlihat acuh dan cuek terhadap Pandu calon suaminya. Pandu tak tau apa salahnya hingga membuat Kasih seperti ini. Pertanyaan pertanyaan itu terus bermunculan di fikirannya. Ia rindu sosok Kasih yang belum juga mengasihi waktu untuknya.

Pandu memang belum menanyakan perihal ini karena kesibukan masing masing dan waktu yang kurang tepat. Dihadapan ponselnya saat ini ia terus mengetik lalu di hapus kemudian mengetik dan di hapus lagi. Berulang kali ia mengetik namun tak ada satu pun yang di kirim untuk kekasihnya.

"Maaf Pak. Ditunggu dengan manajemen modelnya untuk meeting." ujar Yuli, salah seorang karyawannya. Pandu menagangguk dan bergegas untuk ke ruang rapat.

"Kasih, lo kenapa murung gini? Ada masalah apa?" tanya Indah. Kasih menggeleng.

"Yaudah kalau belum siap cerita juga gapapa. Kita siap nampung cerita lo ko kapanpun." tanggap Vivie tersenyum.

"Thank you." ucap Kasih menggenggam tangan sahabatnya itu. Kemudian tersenyum.

Tepat pukul 5 sore Kasih membereskan sejumlah kertas yang berserakan di atas meja kantornya. Ia tak mengabari Pandu waktu kepulangannya dan memutuskan untuk pulang naik ojek online.

Kasih menyibukkan dirinya hingga melupakan kekecewaan yang ada di hatinya. Hari harinya dipenuhi oleh rutinitasnya menonton tv, bikin bolu, nonton film dan sesekali buka medsos instagram. Seminggu berlalu Kasih dan Pandu masih di tempat yang berbeda, hanya memandang langit gelap di sana.

Kasih kok gak ada kabar ya? Gumam Pandu di kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang. Kerjaan hari ini benar benar melelahkan ditambah lagi berkas yang harus di selesaikan olehnya. Gue telfon deh. Gumam Pandu.

Sayang calling...

Kasih mengangkatnya. Canggung. Itulah yang dirasa. "Kenapa?" Jawab Kasih. "Assalamu'alaikum calon istriku." ucap Pandu tenang menghibur kekasihnya. Speechless.

"Waalaikumsalam. Masih inget?" cuek Kasih menatap lurus di sebrang telfon. "Apa sih kamu. Kok jutek."  tanya Pandu. "Hey kamu kemana aja sih kok gak ada kabar? Hmm." Tanya Pandu membujuk Kasih agar bicara. Selang beberapa menit.

Vidcall Sayang Calling . . .
Kasih mengangkatnya.
"Ngapain sih vidcall?!" ucap Kasih dengan bibir manyun. "Aku kangen." ujar Pandu di sebrang. "Sayang. Senyumnya mana? Pertanyaan aku gak di jawab?" bujuk Pandu. Kasih tak menatap layar ponselnya melainkan laptop yang kini ada dihadapannya.

"Kamu lagi sibuk apa? Aku boleh ketemu?" Tanya Pandu maklum mungkin Kasih sedang menyelesaikan tugas kantor. "Engga!" jawab Kasih."Udah dulu ya, Assalamu'alaikum." Salam Kasih mematikan ponselnya. Air matanya kini jatuh di pipinya. Jujur ia juga merindukan Pandu,kekasihnya. Ia capek bermain kucing kucingan tanpa ada kejelasan darinya. Pandu yang juga sibuk dengan pekerjaannya membuatnya menjauh dan tak ingin mengganggu.

YaaAllah, kenapa jadi gini? Kenapa aku emosi terus sama Pandu? Apa ini? Aaaaaahh engga engga... Gumam Kasih.

YaaAllah ada apa dengan Kasih? Gumam Pandu.

Gue harus ke rumahnya sekarang untuk selesein masalah ini. Ucap Pandu bergegas ke rumah Kasih.

"Assalamu'alaikum. Assalamu'alaikum tante. Kasih nya ada?" ucap pandu.

"Waalaikumsalam. Eh nak Pandu. Ada nak, Kasihnya di kamar, biar mama panggilin ya. Sini masuk dulu." Ucap Anisa, mama Kasih tersenyum.

"Kasih . . . Ada Pandu di depan nak. Turun yuk!" Panggil Anisa mengetuk pintu kamar Kasih . " Bilang aja aku udah tidur ma." ucap Kasih dari balik pintu. Kasihpun membuka pintu kamarnya dan menemui Pandu karena ia tak mau Anisa tau mengenai hal sepele ini.

Senjaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang