Bagian Kedua Puluh Sembilan

6.1K 220 24
                                    

3 tahun kemudian...

Semuanya berlalu dengan cepat. Tak ada seorang pun yang menyadari akan hal itu. Mereka hanya menikmati waktu yang terus berjalan dengan semestinya.

Di sebuah perusahaan yang cukup maju, semua orang berlalu-lalang menyiapkan segala persiapan untuk menyambut bos muda mereka. Yang akan berlangsung besok malam.

Zara yang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya, mendongakkan wajahnya saat seseorang memanggil namanya. Kemudian ia tersenyum.

"Sudah selesai?" Tanya pria paruh baya yang terlihat memiliki garis diwajahnya yang termakan usia.

"Sedikit lagi, pak." Jawabnya sebelum mengalihkan tatapannya menuju laptop yang berada dipangkuannya saat ini.

"Gak usah terlalu formal gitu. Lagi pula saya ini rekan kerja almarhum ayahmu," Ujar Pak Bayu---rekan kerja ayah Zara sekaligus bos-nya Zara.

"Panggil saya Om, saja." Putus Pak Bayu.

Zara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian mengangguk kikuk.

"I-iya, Om." Zara tersenyum.

"Saya akan digantikan oleh pengusaha muda, dan kamu akan menjadi sekretarisnya." Ucap Pak Bayu kepada sekretarisnya---Zara.

Zara mengangguk mengerti, "iya Om. Makasih infonya."

"Ya udah, Om permisi."

Setelah mengucapkan itu, Pak Bayu melenggang pergi dari sana. Segera Zara menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda itu.

***

Zara meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat berjam-jam duduk diruangannya. Kemudian ia mengambil ponsel yang sedari tadi terus berdering. Ternyata panggilan dari Dewi---teman kantornya.

"Hallo, ada apa Dew?"

"Ke kantin yuk? Gue laper."

"Ok, ok, lima menit lagi gue kesana ya."

"Jangan ngaret."

"Iya bawel."

Zara mematikan sambungan telepon itu, diraihnya tas berwarna navy yang senada dengan baju yang ia kenakan. 

Sesampainya disana---ruangan divisi keuangan, matanya mengerling mencari keberadaan Dewi. Setelah mendapat keberadaanya, Zara berjalan menghampiri wanita yang baru-baru menikah itu.

"Dew?" Zara menepuk pundak Dewi yang tengah melakukan video call bersama sang suami.

"Udah dulu, ya. Dadahh." Demi melambai-lambaikan lengannya ke kamera.

Zara memutar bola matanya malas, "lebay."

Dewi mendelik kesal, "mangkannya cepetan nikah, biar tau rasanya."

"Rasa apaan?"

Dewi dan Zara menoleh. Seorang pria jangkung berdiri di antara mereka berdua.

"Ikut-ikut aja ini si, Kevin." Cibir Dewi.

"Ya suka-suka gue dong." Dengus Kevin.

"Ya udah, ayo ke kantin." Setelah berkata demikian, Zara melenggang pergi terlebih dahulu.

***

The Most Wanted Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang